Saturday, June 11, 2016

Negara-Negara Yang Menganut Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlementer.

 

Negara Yang Menganut Sistem Pemerintahan Presidensial

Pakistan

Kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan di Pakistan berada di satu tangan yaitu presiden. Kabinet dalam sistem pemerintahan ini terdiri atas Presiden dan menteri-menteri. Perdana menteri merupakan pembantu presiden dan tidak boleh merangkap menjadi anggota badan legislatif.
Badan eksekutif Pakistan terdiri dari presiden yang beragama Islam beserta menteri-menteri. Dengan Undang-Undang Dasar 1962 tersebut, Pakistan yang memulai masa kemerdekaannya dengan suatu sistem parlementer, memulai suatu sistem pemerintah presidensiil dengan badan eksekutif yang kuat.

Presiden mempunyai wewenang untuk membubarkan badan legislatif. Presiden Pakistan juga mempunyai wewenang untuk memveto rancangan Undang-Undang yang telah diterima oleh badan legislatif. Namun hal memveto yang dilakukan presiden terhadap rancangan undang-undang itu diterima lagi olehnya dengan mayoritas 2/3 suara badan legislatif. Atas keadaan tersebut presiden juga dapat mengajukan rancangan undang-undang yang diissue-kan itu kepada suatu referndum.

Presiden dalam keadaan darurat mempunyai hak untuk mengeluarkan ordinances yang harus diajukan kepada badan legislatif dalam waktu kurang lebih enam bulan. Badan legislatif dengan 3/4 suaranya. dapat memecat presiden apabila presiden melanggar undang-undang dasar atau dalam hal berkelakuan buruk. Namun sebaliknya apabila anggota-anggota yang memulai mosi pemecatan tidak berhasil memperoleh 50% dari suara, maka mereka akan dikeluarkan dari badan legislatif tersebut.

Amerika Serikat

Amerika Serikat adalah salah satu negara yang sistem pemerintahannya dipengaruhi oleh asas trias politica klasik. Teori trias politica mengajarkan adanya pemisahan kekuasaan secara mutlak antara kekuasaan satu dengan kekuasaan yang lain, sehingga presiden sama sekali terpisah dari badan legislatif dan tidak boleh memengaruhi organisasi dan penyelenggaraan tugas dari Congress.

Kekuasaan eksekutif Amerika serikat dipegang oleh Presiden (Chief Executive). Badan eksekutif Amerika Serikat terdiri dari presiden beserta menteri-menteri yang merupakan pembantunya. Anggota atau kursi DPR di Amerika Serikat dikuasai oleh dua partai besar, yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat. Presiden berwenang mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri. Presiden memegang jabatan selama empat tahun dan apabila terpilih kembali masa jabatan ini bisa diperpanjang empat tahun, apabila sudah menjabat selama delapan tahun maka tidak boleh ikut lagi dalam pemilihan Presiden. Kekuasaan Presiden terletak dalam wewenangnya untuk memveto suatu rancangan undang-undang yang telah diterima baik oleh congress.

Kekuasaan legislatif di Amerika Serikat di pegang oleh congress, yang terdiri dari dua badan perwakilan yaitu Majelis Tinggi yang disebut senat dan Majelis Rendah yang disebut House of Refresentatif. Undang-Undang di Amerika Serikat dibuat oleh congress dan pemerintah, yaitu pemerintah mengajukan rancangan undang-undang ke congress melalui anggota separtai dalam congress.

Kekuasaan senat lebih besar dari pada House of Refresentatif. Dan House of Refresentatif ini mempunyai keistimewaan yaitu dapat memberhentikan presiden melalui suatu tuduhan setelah ada persetujuan senat. House of Refresentatif ini mempunyai anggota 135 orang dan masa jabatannya dua tahun, serta dipilih melalui pemilihan umum, dan senat mempunyai anggota sebanyak 100 orang yaitu 2 orang dari setiap negara bagian, dengan masa jabatan yaitu enam tahun dan dipilih langsung melalui pemilihan umum.

Presiden Amerika Serikat tidak dapat membubarkan congress, begitu pula dengan congress juga tidak dapat menjatuhkan presiden. Menteri-menteri yang diangkat oleh presiden  tanpa campur tangan congress dan senat. Menteri-menteri yang diangkat ini tidak harus dari partainya sendiri, dapat juga dari partai lain, atau bahkan menunjuk orang di luar partai. Presiden Amerika Serikat boleh memilih dan mengangkat penasehat pribadinya tanpa persetujuan congress dan senat. Namun dalam menentukan hakim agung dan duta besar harus ada persetujuan presiden dan senat. Suatu perjanjian internasional juga harus ada persetujuan presiden dan senat, kalau tidak maka otomatis perjanjian itu batal. Sedangkan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung (Supreme Court).

Negara Yang Menganut Sistem Pemerintahan Parlementer

Inggris

Inggris menganut sistem pemerintahan monarki konstitusional, atau yang sering disebut sistem pemerintahan monarki parlementer. Sistem pembagian kekuasaan di Inggris, terdiri dari kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan eksekutif terdiri dari raja sebagai bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu gugat serta sekitar 20 menteri yang bekerja atas asas "tanggung jawab menteri" (ministerial responsibility). Inggris mempunyai raja sebagai kepala negara dan menteri-menteri yang dipimpin oleh perdana menteri yang berkedudukan sebagai kepala pemerintahan. Kekuasaan raja hanya bersifat simbolis, sedangkan kekuasaan pemerintahan berada ditangan perdana menteri dan menteri-menteri (kabinet), mereka bertanggung jawab kepada parlemen baik secara bersama-sama maupun perseorangan.

Kekuasaan legislatif Inggris dipegang oleh parlemen Inggris (British Parliament). Parlemen Inggris menganut sistem bikameral, yaitu Majelis Rendah (House of Commons) dan Majelis Tinggi (House of Lords). Majelis rendah memiliki 659 anggota yang dipilih dengan sistem pemilu distrik dengan masa jabatan lima tahun. Sedangkan Majelis tinggi memiliki anggota 1.200 orang yang terdiri dari Uskup Agung Gereja Inggris (archbishap), hereditary peers (berasal dari keluarga bangsawan), dan life peers (diangkat berdasarkan prestasi atau jasa terhadap negara). Fungsi Majelis Tinggi adalah melakukan penelitian dan pertimbangan tambahan untuk memperbaiki kinerja legislatif. Kekuasaan Yudikatif di Inggris dipegang oleh Supreme of Court of Judicature dan dewan pengadilan lainnya. Juri berasal dari rakyat biasa bukan ahli hukum. Inggris menganut sistem juri untuk menetapkan vonis, bukan majelis hakim. 

Inggris terkenal dengan asas tanggung jawab, yaitu bahwa menteri atau pun seluruh kabinet yang tidak memperoleh kepercayaan dari badan legislatif harus meletakkan jabatan. Sehingga masa jabatan kabinet sangat bergantung kepada dukungan badan legislatif. Di Inggris kepemimpinan yang diselenggarakan oleh kabinet sangat menonjol sehingga sistem di Inggris disebut Cabinet Government (pemerintahan kabinet). Cabinet Government tidak berarti bahwa kabinet Inggris hanya mendiktekan dan mengintruksikan saja, tetapi bahwa dalam partnership dengan badan legislatif dia memiliki peluang untuk memainkan peranan dominan.

Sistem pemerintahan parlemen Inggris, berbeda dengan negara-negara lain yang memakai sistem parlementer, perbedaan tersebut diantaranya perdana menteri sewaktu-waktu dapat mengadakan pemilihan umum untuk memilih parlemen baru yang memiliki masa jabatan lima tahun, dalam hal ini yang membubarkan parlemen raja, tetapi atas saran perdana menteri. Perdana menteri berwenang membubarkan parlemen dalam situasi dimana perdana menteri merasa bahwa partai politiknya sedang mendapat dukungan yang sangat besar dari rakyat. Dengan kondisi yang seperti ini sangat tepat apabila diadakan pemilu, karena perdana menteri dapat memperoleh suara terbanyak di parlemen sehingga dapat memperoleh masa jabatan baru dari parlemen. Perdana menteri di Inggris berasal dari partai yang menang dalam pemilu, sehingga perdana menteri dan kabinet-kabinetnya dapat menguasai parlemen melalui parpolnya.

Perancis

Di Perancis, presiden dipilih langsung oleh seluruh rakyat yang berhak memilih. Masa jabatan presiden adalah tujuh tahun. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri. Dalam menjalankan pemerintahan perdana menteri dibantu oleh menteri-menteri dan bertanggung jawab kepada badan legislatif.

Republik Perancis ke-IV pernah mengalami kegagalan dalam menerapkan sistem pemerintahan parlementer. Kegagalan ini disebabkan karena badan eksekutifnya terlalu banyak didominasi oleh badan legislatif. Namun pada tahun 1985 Presiden de Gaulle berhasil memprakarsai suatu undang-undang dasar baru yang memperkuat kedudukan badan eksekutif, baik presiden maupun kabinet, sistem ini lebih menjurus ke sistem presidensiil.

Presiden berdasarkan jabatan yang dimilikinnya diperkenankan mengambil tindakan apa saja dalam masa darurat untuk mengatasi krisis. Tetapi badan legislatif tidak boleh dibubarkan dan harus terus bersidang, dalam masa darurat sekalipun. Presiden diperbolehkan membubarkan badan legislatif apabila timbul pertentangan antara kabinet dan badan legislatif. Apabila presiden tidak menyetujui undang-undang yang telah diterima badan legislatif, maka presiden dapat mengajukan undang-undang tersebut langsung kepada rakyat supaya diputuskan dalam suatu referendum, atau dapat minta pertimbangan dari Majelis Konstitusional, yaitu badan yang berwenang untuk menyatakan suatu undang-undang tidak sesuai dengan undang-undang dasar.
 


 

No comments:

Post a Comment