Wednesday, August 31, 2016

Sifat-sifat Negara dan Faktor Terjadinya Negara, Serta Menurut Para Ahli.


Negara adalah suatu bentuk organisasi yang khas, yang menjadikan dirinya berbeda dengan organisasi kemasyarakatan yang lainnya. Hal ini dilihat dari sifat-sifatnya yang khas atau khusus. Sifat-sifat khusus ini 
pada hakikatnya merupakan perwujudan dari kedaulatan yang dimiliki negara dan yang hanya terdapat pada negara saja. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik menyatakan bahwa sifat-sifat negara itu ada tiga.

Sifat Memaksa

Negara memiliki sifat memaksa, artinya mempunyai kekuatan fisik secara legal. Sarana untuk melakukan pemaksaan adalah adanya polisi, tentara, dan alat penegak/penjamin hukum lainnya. Dengan sifat memaksa ini, diharapkan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku ditaati sehingga keamanan dan ketertiban dalam suatu negara tercapai. Dengan dibuatnya peraturan perundang-undangan, seperti UU Perpajakan, UU Lalu Lintas, dan undang-undang/peraturan yang lainnya maka tujuan negara tercapai. Semua peraturan tersebut wajib ditaati oleh rakyat dan apabila terdapat warga negara yang menghindari kewajiban ini dapat dikenai sanksi, baik berupa hukuman penjara maupun hukuman yang bersifat kebendaa/materi, misalnya berupa denda.

Sifat Monopoli

Negara mempunyai sifat monopoli dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat. Misalnya, negara dapat mengatakan bahwa aliran kepercayaan atau partai politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat dan negara.

Sifat Mencakup Semua

Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Jadi, tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Hal ini perlu untuk menjaga kewibawaan hukum dan tujuan negara yang dicita-citakan masyarakat dapat tercapai.

Terjadinya Negara

Negara terjadi karena adanya faktor yang menyebabkannya. Berikut ini terjadinya negara menurut George Jellinek secara primer dan sekunder.
  • Terjadinya negara secara primer, yaitu asal mula terjadinya negara diawali dengan adanya keluarga yang memiliki kebutuhan masing-masing. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka harus berhubungan dengan orang lain.
  • Terjadinya negara secara sekunder, yaitu tidak membicarakan bagaimana negara baru. Menurut pandangan ini, suatu kelompok dapat dikatakan sebagai negara apabila telah mendapatkan pengakuan dari negara lain.
Beberapa teori tentang terbentuknya negara sebagai berikut.

Teori Kontrak Sosial/Teori Perjanjian

Menurut teori kontrak sosial atau perjanjian masyarakat, negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Teori ini tergolong paling tua, dan relatif bersifat universal karena teori perjanjian masyarakat adalah teori termudah dicapai. Teori perjanjian menyatakan bahwa negara timbul karena perjanjian yang dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin sehingga tidak terjadi Homo Homini Lupus (orang yang satu tidak merupakan binatang buas bagi orang lain). Beberapa pakar yang memiliki pengaruh terhadap pemikiran politik tentang negara adalah Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan J.J. Rousseau.

Teori Ketuhanan

Teori ketuhanan ini disebut juga dengan doktrin teokratis. Teori ini juga bersifat universal. Menurut teori ini negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan. Timbulnya suatu negara atas kehendak Tuhan. Raja dan pemimpin-pemimpin negara hanya bertanggung jawab pada Tuhan, dan tidak pada siapa pun.

Teori Kekuatan

Menurut teori kekuatan, dapat diartikan bahwa negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan kelompok etnis yang kuat, atas kelompok etnis yang lemah.

Teori Organis

Teori organis mengemukakan bahwa hakikat dan asal mula  negara adalah suatu konsep biologis yang melukiskan negara dengan istilah-istilah ilmu alam, jadi negara disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang.

Teori Historis

Lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Selain seperti diatas, tentang terbentuknya negara masih banyak teori lain, seperti teori kenyataan, dan teori penaklukan. Menurut teori kenyataan bahwa timbulnya suatu negara itu adalah soal kenyataan, apabila pada suatu ketika telah terpenuhi unsur-unsur negara (rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat) maka pada saat itu juga negara sudah menjadi suatu kenyataan.

Sebaliknya, teori penaklukan menyebutkan bahwa suatu negara timbul karena serombongan manusia menaklukkan daerah dan rombongan manusia lain. Agar rombongan/daerah itu tetap dapat dikuasai maka dibentuklah suatu organisasi yang berupa negara.

Selain yang tersebut di atas suatu negara juga dapat terjadi karena sebagai berikut.
  • Pemberontakan, seperti pemberontakan terhadap negara lain yang menjajah, contohnya Amerika Serikat terhadap Inggris pada tahun 1776-1783.
  • Peleburan (fusi), yaitu antara beberapa negara menjadi satu negara baru, seperti Jerman bersatu pada tahun 1871.
  • Suatu negara yang belum ada rakyat/pemerintahannya dikuasai oleh bangsa lain.
  • Suatu daerah tertentu melepaskan diri dari yang tadinya menguasainya dan menyatakan dirinya sebagai suatu negara baru, seperti negara Indonesia setelah berhasil merebut kemerdekaan  dan memproklamirkan kemerdekaannya. 


 



Tuesday, August 30, 2016

Pengertian Negara dan Warga Negara, dan Beberapa Pendapat Para Ahli.


Setelah selama ratusan tahun penjajah menguasai bangsa Indonesia, akhirnya Negara Kesatuan RI memproklamasikan kemerdekaa negaranya pada 17 Agustus 1945, Tanggal 17 Agustus diakaui sebagai hari lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk dapat disebut sebagai negara tentu harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti wilayah, penduduk, dan pemerintah yang berdaulat.

Antara negara dan warga negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, namun keduanya memiliki pengertian yang berbeda.

Pengertian Negara

Ada beberapa pengertian negara yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut.
  1. Aristoteles, seorang ahli yang hidup pada zaman Yunani kuno (384-322 SM) menyatakan bahwa negara adalah suatu politik yang mengadakan persekutuan dengan tujuan untuk mencapai kehidupan sebaik mungkin.
  2. R. Kranenburg menyatakan bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.
  3. Hans Kelsen menyatakan bahwa negara adalah suatu susunan pergaulan hidup bersama tanpa adanya paksaan.
  4. Jean Bodin menyatakan bahwa negara adalah suatu persekutuan dari keluarga yang dipimpin seorang pemimpin yang menggunakan akal sehat dan memiliki kedaulatan.
  5. George Jellinek menyatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
  6. Hegel menyatakan bahwa negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
  7. Roger F. Soltau menyatakan negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
  8. Prof. R. Djokosoetono menyatakan negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama.
  9. Prof. Mr. Soenarto menyatakan negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa negara adalah suatu organisasi yang di dalamnya harus ada sekelompok rakyat yang hidup/tinggal di suatu wilayah yang permanen dan ada pemerintahan yang berdaulat baik ke dalam maupun ke luar untuk mencapai tujuan bersama.

Warga Negara

Warga negara adalah orang-orang yang secara hukum merupakan anggota dari suatu negara. Menurut UUD 1945 Pasal 26 Ayat (1), warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

Orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang-orang yang menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah memperoleh kewarganegaraan lain atas keinginannya sendiri. Jadi, untuk menentukan bangsa Indonesia asli atau bukan, tidak lagi berdasarkan pada suku bangsa, tetapi berdasarkan status warga negara Indonesia orang tuanya, apakah diperoleh karena pewarganegaraan atau tidak. Dengan demikian, seseorang yang menjadi warga negara Indonesia karena pewarganegaraan maka keturunan ketiganya (cucu) adalah bangsa Indonesia asli.

Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 2 juga mencantumkan tentang warga negara. Pasal 1 Ayat (1) berbunyi, "Warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan." Pasal 2 berbunyi," Yang menjadi warga negara Indinesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara." Mereka diatur sepenuhnya oleh negara yang ditempatinya dan mengakui negara yang ditempatinya (negara tersebut) sebagai pemerintahannya. Oleh karena itu, warga negara akan memiliki hak-hak tertentu yang tidak dimiliki oleh warga negara asing di tempat di mana ia tinggal.
Warga negara memiliki hak-hak seperti berikut.
  • Hak dalam bidang politik antara lain
  1. memilih dan dipilih dalam pemerintahan di negara itu;
  2. untuk bertempat tinggal di negara itu;
  3. menduduki jabatan dalam pemerintahan.
  • Hak dalam bidang pertahanan dan keamanan (hankam), antara lain
  1. menjadi anggota angkatan bersenjata dari negara itu;
  2. ikut serta dalam usaha pembelaan negara;
  3. mendapat perlindungan dari negara.
Selain memiliki serangkaian hak, warga negara juga memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Misalnya, kewajiban untuk membela dan mempertahankan negara, setia dan taat pada negara, menaati semua peraturan yang berlaku.

Apabila dilihat dari kedudukannya, warga negara mempunyai empat status.
  1. Status positif, yaitu warga negara itu berhak mendapatkan perlindungan atas jiwa dan raga serta memiliki kemerdekaan dari pemerintah negaranya. Oleh karena itu, untuk melindungi warga negaranya, pemerintah membentuk badan peradilan, kepolisian, dan kejaksaan.
  2. Status negatif, yaitu warga negara tidak akan dicampuri urusannya sebagai manusia yang memiliki hak asasi. Campur tangan negara terhadap hak-hak asasi warga negaranya terbatas untuk mencegah timbulnya tindakan sewenang-wenang dari negara. Walaupun demikian, dalam keadaan tertentu negara dapat melanggar hak-hak asasi rakyat jika tindakannya ditujukan untuk kepentingan umum. Misalnya, negara mengambil tanah milik perorangan karena digunakan untuk jalan umum. Hal ini boleh saja tetapi untuk menghormati hak milik perorangan tersebut maka negara harus memberi ganti rugi.
  3. Status aktif, yaitu warga negara diberi kesempatan untuk ikut aktif dalam pemerintahan negara. Misalnya, warga negara diberi hak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota DPR, diberi hak untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, berhak mengemukakan pendapat/usul, dan sebagainya.
  4. Status pasif, yaitu warga negara berkewajiban untuk menaati dan tunduk kepada segala perintah negara. Misalnya, warga negara berkewajiban membela negara serta berkewajiban untuk membayar pajak.

Sunday, August 28, 2016

Pemuda Yang Mencukur Jenggotnya (Syamsul Badri Islamy)


Mengikuti sunnah nabi, kupanjangkan jenggotku dan aku selalu heran mengapa banyak orang yang berpandangan sinis padaku atau jenggotku yang panjang ini. Aku suka memakai wewangian dan Syekh pernah berkata padaku, jangan kau panjangkan srung atau celanamu, karena itu tanda-tanda kesombongan.

Aku percaya pada Syekh meski tak hafal rentetan dalil yang diucapkan dan, kita tahu, percaya adalah hal termudah bagi orang yang tidak memiliki ingatan yang baik untuk menghafal kata-kata berbahasa arab sepertiku. Aku kira perkataan Syekh baik. Lagi pula, jika aku memanjangkannya, celanaku akan mudah kotor terkena tanah dimusim hujan ini.

"Panjang celana harus di atas mata kaki. Bagamana kalau celanamu terkena cipratan air sedang kau menggunakannya untuk shalat," kata Syekh pada suatu hari.

Syekh Abu, demikian nama lengkapnya, adalah panutan kami. Jidatnya menghitam karena rajin berciuman dengan lantai masjid. Konon, semenjak beberapa tahun belakangan atau sejak ia dipanggil Syekh, tak pernah sekalipun ia meninggalkan shalat malam. Subhanallah.

Syekh masih lajang dan tampaknya begitu sholeh. Ia tidak mau bersalaman dengan lawan jenis. Pernah sekali ada Bu Wali Kota yang melakukan kunjungan ke kampung kami dan mengajak  bersalaman warga. Tiba giliran urutan Syekh bersalaman, sang syekh hanya menangkupkan tangannya seperti amitaba ke arah bu Wali Kota yang sudah kadung menyodorkan tangan.

Bu Wali Kota terlihat sedikit kik-kuk karena ditolak bersalaman di depan kamera wartawan, namun wajah wibawanya mampu menyembunyikan kegugupan itu, dan Syekh yang mendapat teguran dari pak lurah tampak santai saja dengan jawaban: "Kami bukan muhrim dan bersalaman menyentuh tangan hukumnya haram."

"Tapi, kau telah membuat Bu Wali Kota malu?"
"Kau melihatnya begitu?"
"Harusnya kau meraih tangannya!"
"Lebih baik aku dicambuk daripada harus bersalaman dengan perempuan bukan muhrim."
"Hanya sekadar untuk kepantasan saja, agar beliau tak sakit hati."
"Kau tak mengerti agama?! Apa pula urusanku dengan hatinya yang sakit."
Begitulah. Kami para murid menghormati Syekh karena pendiriannya yang teguh. Ia ibarat karang yang kokoh diterpa gelombang dan topan. Ia mewajibkan seluruh perempuan di kampung kami mengenakan jilbab yang menjuntai hingga ke lulut dan sangat menganjurkan mereka untuk mengenakan cadar. "Semua bagian tubuh perempuan adalah aurat," katanya.

Beberapa mengikuti anjuran Syekh dan bagi yang tidak mengikuti, secara otomatis akan dikucilkan dari pergaulan. Salah satu kegemaran Syekh Abu sering kudengar belakangan ini, ia suka sekali mengumandangkan takbir. Seperti ketika perayaan tahun baru Masehi atau ketika merazia miras oplosan.

"Menjelang Natal dan Tahun Baru kita harus waspada. Bisa jadi perayaan Natal dan Tahun Baru adalah strategi kaum kafir untuk memusyrikkan kita semua. Maka itu, saya fatwakan bahwa merayakan Natal dan Tahun Baru hukumnya haram!" tegas sang Syekh dalam kesempatan ceramah di masjid kampung.

Syekh yang alim tersebut meminta agar umat Islam kampung kami memperlakukan malam Tahun Baru seperti malam-malam yang lain. "Kalau kalian merayakan tahun baru, dikhawatirkan kalian tidak bisa bangun pagi dan melaksanakan shalat malam dan shalat subuh. Padahal, shalat subuh adalah bagian dari shalat wajib yang harus dikerjakan!" Katanya dengan getir keprihatinan yang menggetarkan.

Warga kampung manggut-manggut dan aku membatin, kadang saat ada pertandingan bola, aku juga sering begadang dan bangun kesiangan. Apakah kemudian karena itu nonton bola menjadi sesuatu yang haram? Tapi tentu, aku tidak akan berani menanyakan itu secara langsung. Tidak sopan. Aku masih sangat menghormati Syekh.

"Merayakan Tahun Baru itu mengganggu orang yang sedang beristrahat dan orang yang sedang sakit," kata Syekh melanjutkan, yang kususul sebuah pertanyaan, tapi lagi-lagi dalam hati: merayakan malam Tahun Baru di pinggir rumah sakit tentu tindakan yang dungu. Dan kukira orang yang tidur di dalam rumah jika ada akan memaklumi suara kembang api. Mereka cukup tahu bahwa malam itu adalah malam Tahun Baru.

Tapi, kemudian Syekh membacakan dalil-dalil tentang tindakan mengganggu adalah bagian dari kemungkaran, dan kemungkaran perlu dibasmi dari muka bumi. Syekh mengucapkan dalil dengan begitu cepat sehingga aku tak sempat mencatatnya di ponselku. Ia lantas menyebutkan bahwa merayakan Tahun Baru adalah pemborosan.

"Mubadzir! Dan tahukah kalian, sikap mubazir itu disenangi setan. Kalian mau berteman dengan setan?" katanya "Merayakan Tahun Baru adalah kegiatan yang buang-buang waktu, muslim sebaiknya meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat. Kecuali jika pikiran kalian sudah teracuni pemahaman kaum kafir,"

Puncaknya, Syekh mengatakan, merayakan Tahun Baru adalah bid'ah, tidak pernah dilakukan di zaman Nabi. Yang itu berarti sesat dan masuk neraka. Wih, mengerikan sekali hidup ini, batinku. Aku mulai tidak simpati pada Syekh. Ini hanya cerita tentang fatwa haram merayakan Tahun Baru, dan kukira lebih baik tak usah kusampaikan bagaimana Syekh mengeluarkan fatwa haram bila mengucapkan selamat Natal berikut dalil-dalilnya.

Maka aku yang tak hafal dalil-dalil berbahasa Arab ini tak tahan untuk segera bertanya kepada Syekh, dengan tindak-tanduk kesopanan yang kuupayakan dengan maksimum. "Wahai, ya Syekh. Aku ingin bertanya kepadamu," ucapku memirip-miripkan dengan kalimat dalam kitab-kitab yang pernah kubaca. Syekh mengangguk, menyilakan, "Anda orang Indonesia?"

"Ya!" Alisnya terangkat, tampaknya Syekh tersinggung bercampur penasaran apa yang selanjutnya akan kukatakan.

"Kalau begitu, mengapa tidak kita ikuti atau akui saja penanggalan umum yang berlaku di Indonesia yang menggunakan Masehi. Jika kita tidak menerima 1 Januari sebagai Tahun Baru kita, bukankah berarti kita termasuk munafik?"

"Munafik?"

Aku sedikit merasa menang astagfirullah karena sepertinya Syekh belum menangkap maksud perkataanku. "Ya, munafik. Anda mengharamkan Tahun Baru 1 Januari tapi ikut libur Natal dan Tahun Baru, ikut libur hari minggu. Mengapa Anda tidak membangun negara atau perusahaan sendiri yang meliburkan warga atau karyawannya hari jum'at? Jadi inilah Indonesia, ya Syekh."

Aku tak sadar dari mana asal-muasal kalimat itu sehingga meluncur begitu mudahnya dari lisanku (atau mulutku). Wajah Syekh Abu menjadi merah padam. Mungkin ia malu kalau saja argumentasinya berhasil dipatahkan oleh bocah tengik macam aku. Maka ia mencari jawaban. Dan, sayangnya, tak ketemu.

Dalil naqli-aqli apapun yang ia lontarkan tentu akan kembali menghantamnya, kecuali jika ia membangun negara sendiri, pemerintahan sendiri, perusahaan sendiri, sekolah sendiri, tim sepak bola sendiri, menerapkan penanggalan di negara itu sendiri, dan kemudian mempresentasikan di hadapan kami, meski presentasi itu baiknya dijadikan bahan untuk menulis fiksi.

"Kamu muslim?" ganti, Syekh bertanya padaku. Tampaknya ia sudah menyiapkan argumentasi. Aku mengangguk, dan ia melanjutkan, "Coba sebutkan nama-nama bulan dalam penanggalan Islam!"

Aku nyaris tersedak. Memang dulu aku pernah diajarkan nama-nama bulan dalam penanggalan Islam. Tapi, aku lebih hafal bulan Islam dalam penyebutan Jawa. Seperti Suro, Sapar, Mulud, Bakda Mulud. Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Selo, Besar.

Sial betul, batinku. Aku menunduk dan melirikkan mataku ke kanan-kiri, memberi isyarat pada teman-teman untuk membisikkan nama bulan dalam Islam. Mereka bungkam. Sepertinya mereka juga tidak tahu. Kulirik ponsel yang kubenamkam pada sarung. Ingin kubuka Google, dan pulsa yang tinggal 600 rupiah justru menambah rasa sebal dalam hati.

"Lihat, ini...ini contoh anak yang terlalu membanggakan produk Barat sementara dia tidak paham seluk beluk Islam," kata Syekh sambil melemparkan tudingan tepat ke mukaku. Aku ingin menjawab sekaligus bertanya, apabila ini ajaran Islam, memperlakukan ketidaktahuan seseorang sebagai bahan olok-olok. Tapi, Syekh terburu menimpali lagi dengan seruang takbir sebanyak tiga kali, atau lebih, aku lupa.

Sejak saat itu, kucukur jenggotku. "Kau tampak lebih fresh dan muda tanpa jenggot," kata seorang teman. Tak hanya itu, saat ini, entah bagaimana, ada rasa sinis yang menyembul-nyembul dalam benakku tiap kali melihat lelaki berjenggot, bersorban, berjubah, berjidat hitam, tetapi hemat senyum dan seperti berlagak sok alim.

"Kanjeng Nabi itu dijuluki bassam, wajahnya tersenyum. Kalau sekedar berjubah, berjenggot, Abu Jahal juga begitu, "kata seorang kiai saat aku menceritakan kisah ini. Kiai itu tidak berjenggot, tapi kulihat wajahnya tersenyum.       
 
 

Thursday, August 25, 2016

Misteri Batu Akik ( Sidiq Aji Pamungkas)

"Ini yang membawa keberuntungan."
"Bukan itu."
"Memang ini."
"Bukan ya bukan."
"Aku tak mungkin bisa makan. Lihat saja!"
"Kata siapa tidak mungkin?"
"Batu ini."
"Memangnya bisa bicara?"
"Kau tak mengerti."
"Kau memang gila."
"Kata siapa?"
"Batu itu."
"Jangan katakan seperti itu!"
"Kenapa?"
"Pamali."
"Dia mati dan aku hidup!"

Tuan terdiam sejenak, matanya membelalak. Hatinya melilit, seolah mengembang laksana kue sedang dipanggang di dalam oven lantas diremas-remas. Di depan restorannya itu, ingin rasanya menampar mulut Jaka, lantas menonjok, dan bahkan menendang lantaran telah melecehkan batu akiknya. Ia sama sekali tak segan kendati aneh dilihat teman yang lain. Barangkali kalau memang bukan sahabat, sudah pasti dilakukan. "percuma bicara denganmu, kau benar tak tahu!"

"Aku tahu!"
"Batu akik ini bukan sembarang batu!"
"Iya, batu itu bukan sembarang batu, melainkan hanya seonggok batu."
Mau mengatakan apapun tetapi begini. Jaka tak percaya klenik. Sejak kecil berteman dan tiap kali bicara klenik selalu dikatakan omong kosong. Kendati pernah klenik itu nyata, dan ia tahu itu, tetap saja dikatakan omong kosong. Tak percaya.

Ternyata di depan teman-temannya pada malam itu, Tuan sampai menunjukkan batu akik yang melilit jari manis tangan kanan. Dikatakan bahwa berawal dari memakai batu akik itulah restorannya selalu tutup lebih awal lantaran kehabisan stok bahan makanan yang hendak disajikan.

Batu akik itu pula yang menggerakkan hatinya untuk lebih banyak menyetok bahan makanan. Tiap hari terus menambah jumlah stok bahan makanan. Dan sekarang bisa dilihat, restoran tak pernah tutup pukul sepuluh sesuai waktu tutup. Sudah pasti molor dua jam, tiga jam, dan bahkan pernah hampir seperempat malam baru tutup.

Lain dengan Jaka ketika dijelaskan Tuan perihal keberuntungan batu akik, ia melengos, lantas tampak sepercik suara guman dengan menggeleng kepala, dan sesekali berdalil untuk menyangkal. Mereka tampak tak sepemikiran perihal klenik kendati mereka berteman sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Suatu jam bergemelut lantaran akik, api sontak berkobar dari dapur restoran. Semakin besar, lebih semakin besar, teramat besar berkobar sampai-sampai dapur terbakar habis. Belum lagi jerami lima gubuk pendapat tempat makan restoran ikut tersulut api itu. Suara ledakan laksana mercon juga terdengar, entah dari bohlam lampu atau tabung gas atau dari apa. Semua pengunjung berlarian kesana-kemari. Ingin Tuan berlari mengambil air, namun tak jadi lantaran api teramat besar berkobar. Barangkali menelpon pemadam kebakaran yang bisa dilakukan.
***
Tuan memanggil beberapa tukang. Bangunan tetap dibuat sama seperti sebelumnya. Desain klasik dengan gubuk-gubuk yang tampak tua dan memesona. Letaknya tak berbeda, sama sekali tak berbeda. Dapur permanen di belakang, lima gubuk barang 36 meter persegi setiap gubuk didirikan di tengah, dan tampak depan untuk teras beserta taman bagi pelanggan yang mengantri.

Sembari menggosok batu akik, ia terus berdoa semoga restorannya ramai seperti dulu.

Satu bulan berselang, tiap hari Tuan selalu menggelengkan kepala. Stok bahan makanan busuk dan bahkan banyak yang dibuang. Terlalu berlebih menyetok dan sepi pengunjung. Alhasil stok barang semakin berkurang setiap harinya.

Lantaran pengunjung yang semakin menyusut, lantas ia mencari batu akik sebanyak-banyaknya. Pergi ke wilayah A, lantas ke wilayah B, C, D, E, dan seterusnya hanya demi menguras batu-batu akik yang ada di wilayah itu. Entah berapa ratus juta yang telah terbang dari dompetnya.

Barangkali rumahnya penuh dengan batu akik.

Memang terbelenggu kepercayaan dengan batu akik, pikir Jaka ketika tahu. Entah bagaimana jalan pikiran sahabatnya itu. Ingin sekali menasehati. Teramat ingin. Bahkan bila diminta memublikasikan restoran tanpa dibayar pun dilakukan.

Selama enam bulan berjelajah batu akik sampai ke polosok, restorannya kembali seperti dulu. seiring berjalannya waktu. Stok bahan makanan selalu lenyap sampai stok tiap hari selalu bertambah. Padat teramat padat sampai-sampai antri berpuluh-puluhan. Untung saja disediakan taman menunggu yang sama sekali tak membosankan. Barangkali itu juga ada dibenak Tuan dengan mendesain taman.

Sejak itu Tuan selalu duduk di restoran hampir setiap hari. Bukan hampir, namun memang setiap hari. Menunggu usaha sembari menggosok batu akik dengan kain kemeja bagian bawah yang dikenakan. Kerap kali dilakukan hampir setiap jam sudah diperlakukan seperti isteri yang sedang tidur, diseka dengan lembut lantas dipandangi, diseka lagi dan dipandangi lagi. Terus begitu.

Bukan hanya satu cincin, melainkan dua bahkan dua cincin sekaligus yang melekat di jari tangannya setiap jari berbeda pula.Yang mengherankan bukan hanya lantaran itu saja, ia juga meronce batu akik menjadi gelang.

Satu tahun berjalan dengan keseharian yang semakin mengherankan bersama batu-batu akiknya, restoran semakin ramai pula. Semua pelanggan tahu jika pemilik restoran teramat mengagumi batu akik, namun tak tahu kenapa mereka tetap tenang saja.Bukan hanya pelanggan saja, semua orang sampai berbagai pelosok juga tahu.

Sempat isu-isu berkata bahwa tuan memakai guna-guna batu akik.Sempat pula pelanggan-pelanggan menanyakan isu itu dan tuan hanya menyapanya dengan secuil kalimat sembari tersenyum. "Kalau-kalau mengagumi batu akik apakah sudah memakai guna-guna? lihatlah betapa uniknya batu  ini. Itu adalah alasan kenapa saya koleksi."

Sejalan dengan isu-isu itu, tuan masih saja mencari batu akik kendati nama baiknya telah tercoreng lantran batu akik. Yang teramat gila lagi,orang-orang justru ikut-ikut mencari batu akik .

Tujuh hari sebelum satu setengah tahun tepat,pamflet sekaligus iklan radio yang menyatakan bahwa pameran batu akik akan di adakan di restoran.Semua pelanggan sudah pasti hendak berdatangan,baik pelanggan luar kota maupun dalam kota,bahkan bukan pelanggan sekaligus.Ditambah lagi batu akik semakin langkah.Memang ada pelanggan yang hanya suka mengoleksi batu akik,namun ada pula yang mempercayai batu akik membawa keberuntungan,melindungi,dan sebagainya.

Berlainan dengan Jaka, ia justru ingin meneteskan air mata jika itu bisa menyadarkan sahabatnya yang sedang belenggu. Ingin rasanya menemui Tuan sebelum pameran berlangsung. Namun, tugas luar kota memenjarakannya sehingga tak dapat beranjak.

Kasian sahabatnya, benar-benar sudah terjerat klenik.

Sekarang pameran sedang berlangsung. Semua mata pengunjung tak dapat berkedip. Lampu sorot dipasang pada setiap muka batu akik. Tak ada penerang lain, hanya lampu sorot itu, sehingga suasana benar-benar remang-remang. Belum lagi cahaya berwarna merah, hijau, kuning, ungu, jingga, hijau, biru, coklat dan warna lainnya terpantul dari batu akik. Banyak sekali pantulan sinar laksana beribu laser berbeda warna saling menyorot ke segala penjuru. Sampai-sampai jatuh dimuka pengunjung saking berdesak-desakannya para pengunjung.

Jaka yang melihat itu hanya bisa bertanya-tanya. Matanya membelalak melihat orang-orang berdesak-desakan. Dan juga banyaknya pendar cahaya berwarna-warni itu tampak seolah pesta laser.

Bagaimana bisa seramai itu?

Barangkali Jaka telah terlambat menemui sahabatnya. Namun, ia tetap mencari sahabatnya. Berdesak-desakan di dalam pameran konyol itu.
"Kenapa kau semakin menjadi-jadi?"
"Apa sih temanku?"
"Kau membuat semua orang semakin percaya pada batu!"
"Setiap orang boleh dong berubah. Aku hanya mencari rezeki. Seperti kau katakan, semua karena usaha bukan? Salah siapa mereka suka dan bahkan percaya pada batu?"
Jaka pun hanya dapat terperanjat.

    



 

Sunday, August 14, 2016

Sikap Manusia Terhadap Filsafat, dan Macam-macam Perbedaan Pandangan Filsafat.

Untuk memudahkan dalam peninjauan tentang filsafat pendidikan nantinya, terlebih dahulu akan diketahui bagaimana pandangan, pendirian dan atau sikap orang-orang terhadap filsafat sesuai dengan macam-macam dan perbedaan pengertian mereka terhadap arti kata filsafat.

Macam-macam dan perbedaan pandangan tersebut digolongkan kepada:
  1. Pandangan yang berpendapat bahwa apabila mendengar kata filsafat maka terbayanglah di hadapan sesuatu yang ruwet dan sulit. Mereka berpendapat aliran filsafat sesuatu alam abstrak yaitu alam yang dalam dan luas yang hanya dapat dipelajari oleh orang-orang tertentu saja, seperti Aristoteles, Plato, Al-Ghazali, dan orang-orang termasuk ahli pikir. Pandangan ini bersifat pesimis terhadap kesanggupan dirinya untuk berkecimpung dalam alam filsafat, dan menyerah begitu saja sebelum berusaha.
  2. Pandangan yang bersifat skeptis yakni orang-orang yang berpendapat bahwa berfilsafat adalah suatu perbuatan yang tidak ada gunanya; akan membuang-buang waktu saja. Untuk apa berfilsafat, memutar otak tentang hakikat benda, hakikat dunia dan sebagainya, lebih baik bekerja untuk keperluan kehidupan yang lebih bermanfaat. Golongan ini memandang filsafat tidak ada gunanya, karena mereka belum mengetahui arti filsafat yang sebenarnya.
  3. Pandangan yang bersifat negatif, karena mengartikan filsafat secara negatif, dengan mengatakan bahwa berfilsafat adalah berarti bermain api alias berbahaya, karena berfilsafat dianggap tidak baik, tidak boleh dan berdosa. Pendirian seperti tersebut diatas dikemukakan oleh beberapa orang yang beragam yang dapat dikelompokkan pada pandangan yang bersifat negatif ini karena pengertian filsafat hanya dibatasi pada pengertian mencari hakikat Tuhan merupakan perbuatan yang salah dan terlarang dalam agama, karena mencari hakikat Tuhan dianggap tidak mengenal batas-batas. Di dalam agama Islam terlarang bahkan dengan berfilsafat saja tidak mungkin mencari hakikat Tuhan sebab akal manusia amat terbatas kemampuannya. Masih banyak hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang sudah dan sedang terjadi yang belum diketahui manusia, apalagi hal dan peristiwa yang akan datang. Sedangkan semua itu adalah kekuasaan Tuhan semata.
  4. Golongan yang memandang dari sudut yang positif, yakni filsafat adalah suatu lapangan studi, tempat melatih akal untuk berpikir. Jadi setiap orang mempunyai kemungkinan untuk dapat berfilsafat atau menjadi seorang filosof apabila berfilsafat dilakukan dengan menggunakan sistem dan secara radikal (sampai kepada mengapanya yang terakhir) tentang kenistaan.
Filsafat sebagai suatu lapangan studi, banyak memberikan nilai kegunaan bagi yang mempelajarinya, antara lain:
  1. Walaupun sedikit, ilmu filsafat dapat digunakan sebagai pedoman dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
  2. Bilamana telah memiliki filsafat hidup, pandangan hidup yang mantap yang akan menentukan kriteria baik buruknya tingkah laku yang telah dipilih atas dasar keputusan batin sendiri yang berarti manusia telah memiliki kebebasan dan kepribadian sendiri.
  3. Kehiupan dan penghidupan ke arah gejala yang negatif dalam keadaan masyarakat yang serba tidak pasti akan dapat dikurangi dan dihindari karena telah memiliki pengertian tentang filsafat hidup.
  4. Tingkah laku manusia pada dasarnya ditentukan oleh filsafat hidupnya, maka dari itu manusia harus memiliki filsafat agar tingkah lakunya lebih bernilai. (Zuhairini, hal. 23). 

Sudut Pandang Filsafat dan Pendapat Para Ahli.

Pandangan kita terhadap filsafat harus positif dan konstruktif. Filsafat memang mempunyai hubungan dengan kehidupan manusia dan karena dari kehidupan itulah kita menggali filsafat. Jadi filsafat mempunyai dasar atau gejala-gejala dari persoalan.

Kemudian, apakah obyek dari filsafat itu? Dan jawabannya adalah:
  • Obyek materi filsafat terdiri dari 3 persoalan pokok :
  1. Masalah Tuhan, yang sama sekali di luar atau diatas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
  2. Masalah alam yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa.
  3. Masalah manusia yang juga belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa. 
  • Obyek formal filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, sampai ke akar persoalannya, sampai kepada sebab-sebab dan menganggapnya yang terakhir tentang obyek materi filsafat, sepanjang kemungkinan yang ada pada akal budi manusia.
Di samping obyek yang telah disebutkan di atas sebenarnya masih ada lagi yang merupakan kesatuan dari kesemuanya itu yang berupa hakikat, baik hakikat tentang manusia, alam dan hakikat tentang Tuhan (istilah pengetahuan disebut Causa prima). Penggunaan istilah hakikat disini sebagaimana pembahasan E. Saifuddin Anshari MA. Tentang obyek material filsafat, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas 3 persoalan pokok:
  1. Hakikat Tuhan
  2. Hakikat alam; dan
  3. Hakikat manusia.
Kemudian dari persoalan pokok yang besar itu juga masih diselidiki oleh filsafat misalnya kita mengambil manusia sebagai obyek. Manusia seperti kita lihat dari beberapa segi seperti jiwanya saja. Dengan demikian tumbuhlah filsafat tentang jiwa manusia, yang disebut: Psychology. Jiwa manusia mempunyai alat berupa akal, rasa dan kehendak. Akal manusia yang dipakai sehari-hari itu diselidiki pula oleh filsafat, yang disebut logika. Logika menuntun pandangan lurus dalam praktek berpikirnya akal menuju kebenaran dan menghindari budi menempuh jalan yang salah dalam berpikir. Jika yang diselidiki cara bertindaknya akal disebut logika material. Dengan logika material dapat dikontrol apakah hasil bertindaknya atau sudah cocok dengan kenyataan sebenarnya. Di dalam ilmu pengetahuan kita bisa memakai hasil-hasil dari logika formal dan material secara bersama-sama.
 
Selanjutnya ilmu pengetahuan itu sendiri menjadi obyek dari filsafat yakni filsafat ilmu pengetahuan. Di dalam sejarah pemikiran teori pengetahuan menjadi sistem filsafat yang membicarakan masalah-masalah tentang asal, sifat, kondisi pengetahuan dan sebagainya.
 
Yang berhubungan dengan alat kejiwaan yang lain adalah rasa, maka timbullah filsafat yang disebut aestetika. Dengan menggunakan hasil dari aestetika ini kita dapat menyadari tentang sikap kita terhadap hal-hal yang kita pandang sebagai sesuatu yang indah atau eastetis. Mengenai kehendak (alat kejiwaan yang lain), timbullah filsafat tentang perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak yang merupakan tindakan-tindakan susila disebut etika. Dengan filsafat ini kita lebih dapat menyadari tentang perbuatan-perbuatan manusia mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan ukuran kesusilaan. 
 
Hasil dari usaha manusia menyangkut akal, rasa dan kehendak dapat dijadikan satu yang disebut filsafat kebudayaan, sebab kebudayaan mengenai  ketiga segi dari alat-alat kejiwaan manusia yang disebutkan tadi. Sedangkan filsafat tentang hidup kemanusiaan, disebut filsafat antropologi, yang menerangkan tentang apa sebenarnya manusia itu dan apa fungsi manusia di dunia ini dan sebagainya.
 
Dari uraian di atas, walaupun masih sebagian saja dari uraian dan sudut pandangan  filsafat yang sngat luas dan umum serta tidak terbatas itu, kiranya sudah dapat memberikan kejelasan bahwa filsafat sebagai cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain dapat berdiri sendiri selain mempunyai obyek juga mempunyai sudut pandang yang mutlak perlu bagi setiap ilmu.       

 

Saturday, August 13, 2016

Pengertian Filsafat Pendidikan, dan Pendapat Para Pakar Pendidikan.

Apabila ditanyakan, apakah filsafat pendidikan itu? Maka untuk menjawab pertanyaan ini, digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu :
  1. Menggunakan pendekatan tradisional
  2. Menggunakan pendekatan yang bersifat kritis.
Pada pendekatan pertama digunakan untuk memecahkan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya, sedangkan pada pendekatan yang kedua, digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini.
1. Filasafat Pendidikan Bermakna sebagai Filsafat Tradisional.

Filsafat pendidikan dalam artian ini dan dalam bentuknya yang murni yang telah berkembang dengan menghasilkan berbagai alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam problema hidup dan kehidupan manusia dalam bidang pendidikan yang jawabannya telah melekat dalam masing-masing jenis, sistem dan aliran-aliran filsafat tersebut. Demikian dari jawaban tersebut diseleksi, jawaban mana yang sesuai dan diperlukan. Dengan demikian, filsafat tradisional dalam topik-topik dialog filsafat yang disampaikan terikat oleh metoda tradisional sebagaimana adanya sistematika, jenis serta aliran seperti yang kita jumpai dalam sejarah.
Dan berbeda dengan filsafat kritis, pertanyaan-pertanyaan yang disusun dapat dilepaskan dari ikatan waktu (historis) dan usaha mencari jawabannya dapat dilakukan dengan memobilisasikan berbagai aliran yang ada. Sedangkan jawaban yang diperlukan dapat dicari dari masing-masing aliran itu sendiri diambil dari jenis masalah yang bersangkutan dengan aliran yang bersangkutan.
2. Filsafat Pendidikan dengan Menggunakan Pendekatan yang Bersifat Kritis  

Dalam pendekatan ini pemikiran logis kritis mendapatkan tempat utama. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat disusun dan tidak terikat periodisasi waktu serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau waktu kini maupun yang akan datang. Demikian pula alat yang digunakan untuk menemukan jawaban secara filosofis terhadap pertanyaan filosofis, dengan 2 (dua) cara analisis dalam pendekatan filsafat yang bersifat kritis yaitu: (1) Analisa bahasa (Linguistik), dan (2) Analisa Konsep.
Analisa bahasa menurut Harry S. Schofield adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut  pendapat atau pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya. Analisa bahasa sangat diperlukan untuk menghasilkan tinjauan yang mendalam. Karenanya bahasa sebagai alat rasional untuk menghubungkan satu konsep atau peristilahan dalam konteks yang semestinya dengan yang lainnya.
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan atau konsep. Jika dalam suatu analisa berusaha untuk menemukan jawaban sesuatu, maka apa yang dilakukannya ini adalah analisa filosofis. Dan dalam analisa konsep, jawabannya berbentuk definisi-definisi, dan definisi yang tergantung pula  pada tokoh-tokohnya atau lembaga yang mengeluarkan atau menciptakannya.
Dengan menggunakan pengertian bahwa filsafat itu sebagai suatu usaha untuk menemukan konsep yang dapat diterima  oleh akal mengenai alam raya dan tempat manusia di alam semesta ini secara berpikir reflektif, maka berarti memudahkan untuk memahami pengertian filsafat lapangan pengalaman sepeti filsafat pendidikan. Dalam hal ini para pakar pendidikan mengemukakan pendapat mereka, antara lain:
  • Dr. Yahya Qahar menjelaskan pengertian pendidikan adalah filsafat yang bergerak di lapangan pendidikan yang mempelajari proses kehidupan dan alternatif proses pendidikan dalam pembentukan watak. Ia menyoroti dan memberikan pandangan tentang:
- Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar pendidikan dan pandangan hidup.
- Pandangan tentang manusia yang di didik.
- Tujuan pendidikan.
- Sistem dan praktek pendidikan (teori pendidikan).- Bahan pendidikan.
Selanjutnya menurut Yahya Qahar bahwa filsafat pendidikan masih dapat dibedakan antara filsafat pendidikan yang bersifat umum dan filsafat pendidikan nasional. Adanya pemikiran yang kedua ini karena adanya penekanan pada ruang lingkup nasional dan adanya pengertian tujuan pendidikan nasional seperti tujuan pendidikan nasional Pancasila. Dan tujuan pendidikan nasional inipun sebenarnya bertitik tolak dari prinsip pemikiran filsafat pendidikan secara umum, namun penekanannya saja pada ruang lingkup nasional. Atau dengan kata lain bahwa lingkup nasional dalam pendidikan tidak bisa dipisahkan dengan politik pendidikan di dalam suatu negara.
  • Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bahasannya mengenai filsafat pendidikan diberi definisi sebagai berikut:
  1. Filsafat pendidikan adalah penerapan metoda dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebut pendidikan. Filsafat pendidikan adalah mencari konsep-konsep yang dapat menyelaraskan gejala yang berbeda-beda dalam pendidikan dan suatu rencana menyeluruh, menjelaskan istilah-istilah pendidikan, mengajukan prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar tempat tegaknya pernyataan-pernyataan khusus mengenai pendidikan dan menyingkapkan klasifikasi-klasifikasi yang menghubungkan antara pendidikan dan bidang-bidang kepribadian manusia.
  2. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerapkan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. Jadi di sini filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan adalah tiga elemen kesatuan yang utuh.
  3. Filsafat pendidikan adalah aktivitas yang dikerjakan oleh pendidik dan filosof-filosof untuk menjelaskan proses pendidikan, menyelaraskan, mengkritik dan merubahnya berdasar pada masalah-masalah kontradiksi-kontradiksi budaya.
  4. Filsafat pendidikan adalah teori atau ideologi pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seorang pendidik, dari pengalaman-pengalamannya dalam pendidikan dan kehidupan dari kajiannya tentang berbagai ilmu yang berhubungan dengan pendidikan, dan berdasar itu pendidik dapat mengetahui sekolah berkembang.   
Berdasarkan uraian dari para ahli tentang filsafat pendidikan yang sesuai dengan kenyataan (semangat dan mempunyai kepentingan terapan dan bimbingan dalam bidang pendidikan) maka filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan atau filsafat yang diterapkan dalam suatu usaha pemikiran (analisa filosofis) mengenai masalah pendidikan.

Dan sebagai ilmu yang merupakan jawaban yang terhadap problema-problema dalam lapangan pendidikan, maka filsafat pendidikan dalam kegiatannya secara normatif tertumpu dan berfungsi untuk:
  1. Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi moral pendidikan.
  2. Merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan yang meliputi: kepemimpinan, politik pendidikan, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan negara.
  3. Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan kebudayaan.
Jadi jelaslah bahwa rumusan tadi telah merangkum bidang-bidang ilmu yaitu filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan (educational science) dan hubungan antara keduanya yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya. (Drs. H.M Djumberansyah Indar, M.Ed. Filsafat Pendidikan, Karya Surabaya. 1994, hal. 40).   

  

Wednesday, August 10, 2016

Pendidikan dan Filsafat Pendidikan dan Pendapat Ahli.

Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama. 

Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu.

Pendidikan itu adalah suatu disiplin dari berbagai macam bagian komponen. Bagian-bagian ini telah menjadi demikian bermacam ragam dan berspesialisasi, akan tetapi betapapun juga, tidak selalu mengambil tempat yang sama besarnya di dalam segala arah dan segi pada waktu yang sama. Metode pengajaran atau susunan kurikulum umpamanya, telah mengalami perbaikan jauh lebih banyak di dalam beberapa periode sejarah pendidikan daripada lain-lainnya. Barangkali sekarang ini, sebagaimana tidak pernah di masa-masa sebelumnya, para siswa begitu tertarik dengan permasalahan-permasalahan yang secara terus menerus (kekal) bersangkutan dengan filasafat.

Tentu perlu diragukan lagi, bahwa berbagai macam faktor telah menimbulkan hasil penelitian yang demikian itu. Pendidikan memang suatu usaha yang sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali di masa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan ahli filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada siswa para siswa dan anak didik.

Kalau teori pendidikan itu hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan. Teori pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat.

Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu: teknologi - mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan, bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang pada hakekatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya, mungkin tersesat dalam abstraksi tinggi yang penuh dengan hal-hal umum yang nampaknya hebat yang penuh dengan debat yang tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.

Tidak ada satupun dari permasalahan kita yang mendesak dapat dipecahkan dengan cepat, atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdebatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir, yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar.

Dalam beberapa hal, filsafat pendidikan itu dapat disingkat dalam bentuk formula. Dan formula ini kemudian dijadikan semacam semboyan atau slogan. Tetapi kadang-kadang semboyan-semboyan itu sering pula disalah tafsirkan. Biasanya hal itu terjadi, kalau kesalahan terjadi dalam bidang pendidikan, yang terlihat pada hasil dari pendidikan itu, yang didasarkan pada semboyan tersebut. Misalnya yang dapat kami kemukakan dari semboyan yang kami maksudkan itu, ialah kata-kata hikmat dalam bidang pendidikan, seperti:
"Semua pengetahuan itu adalah ingatan"
"Manusia itu hewan yang berakal"
"Pendidikan itu mengandung irama"
"Pendidikan itu harus mengajar kita hidup dekat dengan alam"
"Kita belajar dengan berbuat". 
Alangkah  banyaknya hal-hal yang telah diperbuat berdasarkan slogan-slogan seperti itu. Dia mudah diingat dan meresap ke dalam hati. Dia kadang-kadang merupakan pedoman di malam yang gelap atau sebagai lampu yang menerangi jalan-jalan yang akan ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Dia merupakan ide singkat yang kadang-kadang merupakan hasil perasaan dari bahasan filsafat yang panjang lebar.

Salah satu tugas kita mempelajari filsafat pendidikan adalah antara lain untuk menyelamatkan formula-formula dan pikiran-pikiran yang mengandung unsur-unsur pendidikan itu, yang terungkap dan tercetus sebagai slogan dan semboyan. Kita akan berusaha memberikan daya hidup dan arti yang berhasil dan berdaya guna dan untuk menonjolkan ide pikiran-pikiran itu sebagai pusat pegangan dalam himpunan ide-ide yang membentuk filsafat pendidikan. Apabila ide-ide dan pikiran-pikiran itu ditampilkan dalam bentuk demikian, yang pada hakikatnya tidak mudah untuk dimengerti begitu saja, ide-ide itu menghendaki waktu dan kesabaran agar dapat dipegang dan dipedomani sebagaimana yang dikehendaki oleh si filosof. (H.B Hamdani Ali, MA. M.Ed, Filsafat Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta, 1987, hal. 11). 

Pengertian Filsafat dan Pendapat Beberapa Ilmuwan

Filsafat berasal dari bahasa Yunani: philosophia. Dari kata philosophia ini kemudian banyak diperoleh pengertian-pengertian filsafat, baik dari segi pengertiannya secara harfiah atau etimologi maupun dari segi kandungannya.

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Orang arab memindahkan kata philosophia dari bahasa Yunani ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan, tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu Falsafah dengan pola fa'lala, fa'lalah, dan fi'lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.

Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari bahasa Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa Barat Philosophy. Di sini dipertanyakan tentang apakah fil diambil dari bahasa Barat dan safah dari bahasa Arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.

Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi filsafat sebagai berikut:
  • pengetahuan tentang hikmah;
  • pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar;
  • mencari kebenaran;
  • membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari filsafat ialah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.

Adapun pengertian atau definisi yang bermacam-macam itu terungkapkan juga oleh Drs. Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai pengertian atau definisi tentang filsafat sendiri-sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan  beberapa pengertian filsafat menurut beberapa ahli, antara lain.
  • Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda.
  • Plato, mengatakan bahwa filsafat tidak lain dari pada pengetahuan tentang segala yang ada.
  • Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
  • Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschaftslehre: ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
  • Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
  • Al-Kindi, sebagai ahli pikir pertama dalam bidang filsafat Islam yang memberiakan pengertian filsafat di kalangan umat Islam, membagi filsafat dalam tiga lapangan:
- ilmu fisika (al-ilmu al-tabiyyat), merupakan timgkatan terendah;
- ilmu matematika (al-ilmu al-riyadil), tingkatan tengah;
- ilmu ketuhanan (al-ilmu al-rububiyyat), tingkatan tertinggi.
  • Immanuel Kant (1724-1804) M), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan, yaitu:
- Apakah yang dapat kita ketahui (dijawab oleh metafisika).
- Apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab oleh etika).
- Sampai manakh penghargaan kita (dijawab oleh agama).
- Apakah yang dinamakan manusia (dijawab oleh Antropologi).
  • Paul Natorp, bahwa filsafat sebagai ilmu dasar yang hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan jalan menunjukkan  dasar akhir yang sama yang memikul sekaliannya.
  • Dr. Hasbullah Bakry, menentukan rumusan, bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
  • Prof. Dr. Fuad Hassan, guru besar FK. Psikologi UI dan mantan Menteri P & K RI, merumuskan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal , radikal dalam arti mulai dari radixnya suatu gejala dari akrnya suatu hal yang hendak dimasalahkan . Dan dengan jalan penjagaan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
  • Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud (al'ilmu bi al maujudat bima hiya maujudah). Dari sini ia membagi lapangan filsafat menjadi dua, yaitu:
  1. Filsafat teori (al falsafah al nadariyah), mengetahui yang ada tanpa tuntutan untuk mewujudkannya dalam amal. Lapangan ini meliputi ilmu matematika (al 'ilmu al riyadi), ilmu fisika (al ilmu al tabii) dan ilmu metafisika (al ilmu ma ba'da al tabiyyat). 
  2. Filsafat praktek (al falsafah al 'amaliyah), mengetahui sesuatu yang seharusnya diwujudkan dengan amal, yang melahirkan tenaga untuk melakukan bagian-bagiannya yang baik. Amalan yang mengenai individu, disebut ilmu akhlak, yaitu perbuatan baik yang seharusnya dikerjakan oleh setiap orang. Yang mengenai masyarakat, disebut al falsafah al madaniyah (filsafat politik), yaitu laku perbuatan baik yang seharusnya dikerjakan oleh anggota masyarakat.
  • Ibnu Sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan agama, dimana dasarnya terdapat dalam syariat Tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia. 
Bertolak dari pengertian atau definisi yang bermacam-macam itu, maka Sidi Gazalba memberikan kesimpulannya bahwa kita dapat berfilsafat tentang pengertian filsafat. Hal ini nampaknya tidak jauh berbeda dengan pendapat Joe Park, bahwa kata filsafat (philosophy-bahasa Inggris) yang tersusun atas dua kata, yaitu philos berarti gemar atau cinta (fond of) dan sophos berarti bijaksana atau arif (wise), sangat bervariasi baik dari segi arti maupun ruang lingkup percaturannya. Plato yang digolongkan sebagai salah seorang perintis filsafat Yunani misalnya, menggunakan pengertian philosophy itu dalam keseluruhan pembicaraan melalui bukunya yang berjudul Republic. Dalam bukunya ini Plato menggambarkan bahwa para filosof adalah Mereka mencintai kebenaran dalam segala hal. Oleh karena itu Plato menggolongkan semua ilmu ke dalam suatu perpaduan (sintese) setengah agama. Teori Plato ini mengingatkan orang kepada Aristoteles dengan teori inteleknya dalam membagi-bagi keluasan medan atau lapangan kerja filsafat kedalam berbagai disiplin ilmu yang kemudian diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri, seperti ilmu logika, psikologi, etika, aestetika, metafisika, dan sebagainya.

Pendapat di atas terdapat juga dalam uraian Drs. H. Ali Saifullah tentang definisi filsafat yang dirumuskan oleh E.S. Ames sebagai comprehensive view of life and its meaning, upon the basis of the results of the various science. Dari definisi tersimpul pengertian philosophy is the mother of the science dan syinoptic thinking atau metode berpikir sinoptis.

 

Tuesday, August 9, 2016

Unsur-unsur yang Terkandung dalam Naskah Drama



Sama halnya dengan puisi, novel, cerpen, novelette, drama juga memiliki unsur-unsur yang membangun cerita, sehingga yang ditampilkan dalam sebuah drama menarik bagi orang yang membacanya atau menontonnya. Unsur-unsur ini bias kita lihat dari dua sisi, antara lain:

Fisik

Judul

Terkadang ada orang yang berminat menonton drama jika judul drama itu menarik. Dan mereka baru mendengar judul tersebut, judul sangat menentukan ketertarikan penonton dalam sebuah pentas drama. Judul yang menarik mampu menjadikan penonton penasaran, dari penasaran tersebut tentu dalam benaknya akan muncul berbagai rekaan isi cerita  nanti, yang kira-kira sesuai dengan khayalan calon penonton.

Dialog

Anda tentu pernah melihat sinetron atau semacamnya, sebuah drama dalam pentasannya tentu membutuhkan sebuah dialog atau percakapan di antara tokoh. Dialog sangat menentukan proses terjadinya muatan cerita. Tanpa dialog tentu belum dapat dikatakan sebuah drama. Dalam dialog membutuhkan kerja sama yang baik sehingga penonton pun memahami alur cerita. Kekompakan dalam menyampaikan pesan kepada penonton sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah pentas drama.

Dalam susunan dialog-dialog antara pemain drama ini tentu harus memenuhi criteria sebuah dialog yang baik, dialog yang baik ialah dialog yang terdengar (volume baik), jelas (artikulasi baik), dimengerti (lafal benar), dan menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah). Selain dialog peran gerak tidak boleh diabaikan seperti terlihat (blocking baik), jelas (tidak ragu-ragu, meyakinkan), dimengerti (sesuai dengan hokum gerak dalam kehidupan), dan menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah).

Autodirection

Pemain harus mengerti dan memahami keinginan dari pengarah acara atau yang menjadi pimpinan dalam pelaksanaan drama .

Adegan

Adegan merupakan pemunculan tokoh baru atau pergantian tokoh (KUBI 2006), adegan yang dilakukan secara asal-asalan akan menjadikan penonton tak berminat untuk melanjutkan menonton, setiap adegan mesti dihayati dan dipahami oleh setiap pemeran dalam drama, kita sering ikut tertawa, marah dan kadang menangis bila menonton film/sinetron, tentu kita sudah mengerti jawabannya yakni karena adegan yang dimainkan oleh para tokoh benar-benar mereka hayati dan pahami.

Babak

Babak merupakan bagian besar dalam suatu drama atau lakon yang terdiri dari beberapa adegan. Dalam pementasan drama biasanya dibagi dalam beberapa babak. Misalnya babak pertama bercerita tentang masa kecil sang tokoh, babak kedua memasuki babak remaja, dan seterusnya. Namun kadang si pengarang cerita/pembuat naskah drama membuatnya seperti menggunakan alur mndur, seperti yang dikenal dalam novel atau cerpen.

Psikis

Tema

Tema dapat disesuaikan kondisi baik berupa social, politik, psikologi, moral, religious, cinta dan lain-lain. Topik atau tema adalah ide pokok dari lakon atau drama. Tema mungkin adalah maksud dan keinginan pengarang, mungkin sebuah kisah nyata yang benar-benar terjadi, atau bias jadi imajinasi pengarang berdasarkan latar belakang dan pengalaman hidupnya (Dietrich, 1953:25). Dalam drama istilah tema sering disebut dengan istilah premise, yang berperan sebagai landasan pengembangan pola bangun cerita (Harymawan, 1988:24).

Tema merupakan pokok pikiran atau sesuatu yang melandasi suatu karya sastra diciptakan. Tema merupakan sesuatu yang paling hakiki dalam setiap karya sastra meskipun tidak meninggalkan dan mengesampingkan unsure lainnya (Maryaeni, 1992:32).

Plot/alur cerita :

  • Jenis Plot: Linier, sirkuler, episodic, consentrik, statis, spiral
  • Penghubung peristiwa dalam plot: rapat, longgar dan lepas
  • Anatomi Plot:
Saspence: ketegangan yang terjadi diawal cerita yang membuat penasaran bagi pembaca atau penonton
Gestus: Ucapan yang keluar dari seorang tokoh yang beritikad mencari solusi tentang sesuatu persoalan
Foreshadowing: Bayang-bayang peristiwa atau dialog yang mendahului sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Dramatik Ironi: Sindiran yang terjadi diawal cerita yang akhirnya benar-benar terjadi dikemudian.
Flasback: pengulangan kejadian masa silam yang digambarkan pada masa itu, dalam upaya mempertegas cerita dari kejadian suatu peristiwa (menggambarkan kronologis peristiwa secara detail)
Surprese: Peristiwa yang tidak diduga dan mengejutkan, akan tetapi masih dapat diterima karena masih dalam kerangka peristiwa.

Struktur Dramatik

Eksposisi: Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir: Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.

Raising Action: Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir: Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.

Complication: Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir: Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu Protagonis tersudut.

Klimak: Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir: Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan  dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.

Resolusi: Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bias muncul dari kubu protagonist atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan-kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung.  

Bentuk Lakon

Tragedi: Salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh tragis yang oftimistis hancur dalam perjuangan karena mempunyai cacat tragis.

Komedi: Salah satu bentuk lakon dalam mana terdapat banyak hal atau peristiwa tentang tokoh-tokoh tertentu yang menimbulkan kelucuan, kegelian dan atau kemuakan moral.

Tragedikomedi: Salah satu bentuk lakon dengan tokoh utama atau tokoh-tokoh yang lainnya, diperistiwakan, disuasanakan, dikarakterisasikan pengarang secara lucu dan komis, tapi sekaligus kadang atau seringkali mengerikan, menyeramkan atau menimbulkan rasa iba prihatin atau simpati.

Melodrama: Salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh protagonist secara total, baik, antagonis secara total, jahat, sementara aksi-aksi dramatis dan pengkarakterisasian dibuat untuk menghasilkan efek yang gagal atau hebat.



Monday, August 8, 2016

Tujuh Fungsi Drama.

Banyak hal yang dapat kita raih dalam bermain drama, baik psikis. Pembicaraan ini tidak akan memisahkan secara rinci antara bermain drama dan teater, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Dibawah ini akan diuraikan fungsi atau manfaat bermain drama.

1. Meningkatkan Pemahaman

Meningkatkan pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadian-kejadian yang sering kita saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran kita akan semakin besar dalam memahami orang lain, yang tentunya membutuhkan kerja keras dan membutuhkan waktu untuk mempelajarinya. Dalam bermain drama kita belajar memecahkan persoalan orang lain. Dengan bermain drama kita selalu berkumpul dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan diri kita, baik dari segi psikilogi maupun dari segi fisik. Keegoisan kita dapat diluluhkan dengan pemahaman yang tinggi terhadap watak orang lain. Pemahaman kita kepada orang lain tidak hanya dilihat dari orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut. Meliputi sifat, watak, cara berbicara, cara bertindak (tingkah laku), cara merespon suatu masalah, merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang tersebut.

2. Mempertajam Kepekaan Emosi

Drama melatih kita untuk menahan rasa, melatih kepekaan rasa, menumbuhkan kepekaan, dan mempertajam emosi kita, menahan kesabaran. Rasa kadang kala tidak perlu dirasakan, karena sudah ada dalam diri kita. Perlu diingat bahwa rasa, sebagai sesuatu yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada dihadapan kita perlu adanya rasa, dengan rasa kita dapat melakukan apa yang orang lain tidak dapat dikerjakan. Kalau tidak mampu mengerjakan hal tersebut, maka segala sesuatu yang ada akan kita anggap wajar saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Hal ini tentu saja membutuhkan sebuah latihan yang terus-menerus. Rasa keindahan, keseimbangan, ketidak cocokan, ketidak asyikkan, ketidak harmonisan adalah bagian dari emosi. Oleh karena itu, perasaan perlu ditingkatkan dalam rangka mencapai kepuasan batin. Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa. Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang kita hadapi.

3. Pengembangan Ujar

Naskah drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan. Cakapan secara tepat, intonasi, maka ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara. Kejelasan tersebut dapat membantu pendengar untuk mencerna makna yang ada. Harus ada kata yang ditekankan supaya memudahkan pemaknaan. Dimana kita memberi koma (,) dan titik (.) hampir keseluruhan konjungsi harus diperhatikan selama kita berlatih membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak jelas dapat berpengaruh pada pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau penonton. Di sini perlu adanya kekuatan vokal dan warna vokal yang berbeda dalam setiap situasi. Tidak semua situasi memerlukan vokal yang sama. Tidak semua kalimat harus ditekan melainkan pasti ada yang dipentingkan. Drama memberi semua kemungkinan ini. Sebagai salah satu karya sastra yang harus dipentaskan dan berisi lakuan serta ucapan.

4. Apresiasi Dramatik

Apresiasi dramatik dikatakan sebagai pemahaman drama. Realisasi pemahaman ini adalah dengan pernyataan baik dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan tersebut jika kita tidak pernah mengenal drama. Semakin sering kita menonton pementasan drama semakin luas pula pemahaman kita terhadap drama atau teater. Karena itulah, kita dituntut untuk lebih meningkatkan kecintaan kita terhadap drama. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh wawasan dramatik yang lebih baik.

5. Pembentukan Postur Tubuh

Postur berkaitan erat dengan latihan bermain drama, latihan ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu dasar dan lanjut. Yang termasuk latihan dasar ini adalah latihan vokal dan latihan olah tubuh. Yang terkait dengan postur adalah olah tubuh. Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain drama, sebab bermain drama memerlukan gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat membentuk postur tubuh kita sedemikian rupa.

6. Belajar Mengembangkan Kerja Kelompok

Bermain drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian, kecuali monoplay. Bermain drama, secara umum, dilakukan secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya mengatur kelompok sudah kita pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara berkelompok adalah bergantung pada diri kita sendiri. Masing-masing orang dalam kelompok drama memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Tak ada yang lebih tak ada yang kurang, semuanya sama rendah dan sama tinggi, sama-sama penting. Untuk itu, drama selalu menekankan pada sikap pemahaman kepada orang lain dan lingkungannya.

Kelompok drama harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua unsur dalam drama tidak ada yang tidak penting, melainkan semuanya penting. Rasa kebersamaan, memiliki, dan menjaga keharmonisan kelompok merupakan tanggung jawab dan tugas semua anggota kelompok itu. Bukan hanya tugas dan tanggung jawab ketua kelompok. Baik buruknya pementasan drama tidak akan dinilai dari salah seorang anggota kelompok tetapi semua orang yang terlibat dalam pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya kekompakan, kebersamaan, dan kesatuan serta keutuhan.

7. Menyalurkan Hobi

Bermain drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi. Hobi yang berkaitan dengan sastra secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur sastra. Drama sebagai seni campuran (sastra, tari, arsitektur)

Dinamika kehidupan yang dilakonkan saat ini, merupakan sebuah perjalanan panjang yang akan memiliki akhir, namun kita tak tahu apakah akhir itu akan menghasilkan sebuah kebaikan atau sebaliknya. Dunia ini panggung sandiwara, ada tangis, ada tawa, ada canda, ada senyum, semuanya kadang bercampur menjadi satu.