Friday, January 13, 2017

Seni Budaya Lokal Indonesia yang Bernuansa Islami.

Seni bukanlah sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Karena dengan seni, kehidupan manusia akan lebih indah dan nyaman untuk dinikmati, kata "Budaya" berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddayah bentuk jamak dari kata budhi yang berarti perilaku, budi atau akal. Maka, kata kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk yang berkaitan dengan budi pekerti dari hasil pemikiran. Kesenian termasuk dalam unsur kebudayaan.

Kesenian adalah salah satu media yang paling mudah diterima dalam penyebaran agama Islam. Salah satu buktinya adalah menyebarnya agama Islam dengan menggunakan wayang kulit dan gamelan oleh Sunan Kalijaga. Sedangkan yang dimaksud dengan tradisi adalah adat istiadat yang biasa dilakukan namun didalamnya mengandung ajaran-ajaran Islam.

Makna dari seni budaya lokal yang bernafaskan Islam adalah segala macam bentuk kesenian yang berasal dan berkembang dalam masyarakat Indonesia serta telah mendapat pengaruh dari agama Islam. Islam adalah agama yang mencintai kesenian. Karena Islam bukanlah agama yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan makhluk lain dan manusia dengan Allah Swt. Jika hubungan tersebut terjalin secara luas dan lengkap serta sehat, maka seluruh aspek kehidupan umat Islam akan teratur dan Islami. Sebagaimana seni adalah perpaduan antara berbagai jenis suara, olah tubuh ataupun hal lainnya.

Para ulama dan wali pada zaman dahulu bukanlah manusia yang bodoh dan tidak tahu hukum agama Islam/Syariat Islam. Para Ulama dan wali itu adalah orang-orang yang cerdas lahir batin dan mampu menerjemahkan pesan Islam ke dalam seni budaya dan tradisi yang ada pada masyarakat Indonesia. Sehingga dengan mudah praktek keagamaan umat Islam dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Untuk itulah perlu adanya pemahaman secara bersama, bahwa seni budaya dan tradisi tidak harus diharamkan secara total karena memang mengandung nilai-nilai keislaman.

Berikut ini adalah beberapa contoh budaya lokal dan budaya yang bernuansa Islami:

Wayang

Kata "wayang" menurut bahasa berarti "ayang-ayang" atau bayangan. Karena yang terlihat adalah bayangannya dalam kelir (tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang). Bisa juga diberi penjelasan wayang adalah pertunjukan yang disajikan dalam berbagai bentuk, terutama yang mengandung unsur pelajaran (wejangan). Pertunjukan ini diiringi dengan teratur oleh seperangkat gamelan.

Wayang pada mulanya dibuat dari kulit kerbau, hal ini dimulai pada zaman Raden Fatah. Dahulunya lukisan seperti bentuk manusia. Karena bentuk wayang berakaitan dengan syariat agama Islam, maka para wali mengubah bemtuknya. Dari yang semula lukisan wajahnya menghadap lurus kemudian agak dimiringkan.

Pada tahun 1443 Saka, bersamaan dengan berdirinya kerajaan Islam Demak, maka wujud wayang geber diganti menjadi wayang kulit secara terperinci satu persatu tokoh-tokohnya. Sumber cerita dalam mementaskan wayang diilhami dari Kitab Ramayana dan Mahabrata. Tentunya, para wali mengubahnya menjadi cerita-cerita keislaman, sehingga tidak ada unsur kemusyrikan di dalamnya. Salah satu lakon yang terkenal dalam pewayangan ini adalah Jimad/Jamus Kalimasada yang ada dalam Islam diterjemahkan menjadi Jimad Kalimat Syahadat. Dan, masih banyak lagi istilah-istilah Islam yang dipadukan dengan istilah dalam pewayangan. 

Hadrah dan Salawat Kepada Nabi Muhammad Saw

Hadrah adalah salah satu jenis alat musik yang bernafaskan Islam. Seni suara yang diiringi dengan rebana (perkusi dari kulit hewan) sebagai alat musiknya, sedangkan lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu yang bernuansakan Islam, yaitu tentang pujian kepada Allah Swt, dan sanjungan kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam menyelenggarakan pesta musik yang diiringi rebana ini juga menampilkan lagu cinta, nasihat dan sejarah-sejarah kenabian. Sampai sekarang kesenian hadrah masik eksis berkembang di masyarakat. Pada zaman sekarang, kesenian hadrah biasanya hadir ketika acara pernikahan, akikahan atau sunatan. Bahkan kesenian hadrah ini dijadikan lomba antar pondok pesantren atau antar madrasah.

Qasidah

Qasidah artinya suatu jenis seni suara yang menampilkan nasihat-nasihat keislaman. Dalam lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasihat-nasihat, shalawat kepada Nabi dan do'a-do'a. Biasanya qasidah diiringi dengan musik rebana. Kejadian pertama kali menggunakan musik rebana adalah ketika Rasulullah Saw disambut dengan meriah di Madinah.

Tari Zapin

Tari Zapin adalah sebuah tarian yang mengiringi musik qasidah dan gambus. Tari Zapin diperagakan dengan gerak tubuh yang indah dan lincah. Musik yang mengiringinya berirama padang pasir atau daerah Timur Tengah. Tari Zapin biasa dipentaskan pada ucapan atau perayaan tertentu misalnya: khitanan, pernikahan dan peringatan hari besar Islami lainnya.

Mauludan

Setiap bulan Rabi'ul Awal tahun Hijriyah, sebagian besar umat Islam Indonesia menyelenggarakan acara mauludun (pembacaan sejarah Nabi). Maksud dari acara tesebut adalah untuk mengenang hari kelahiran Rasulullah Saw. Dalam acara tersebut diadakan pembacaan sejarah hidup Nabi Muhammad Saw, ada beberapa kitab/naskah mauludan (Maulid), diantaranya yang paling terkenal adalah kitab maulid "Al-Barzanji" atau "Simtud Durair".

Puncak acara mauludan biasanya terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awal, di mana tanggal tersebut Rasulullah Saw dilahirkan. Di Aceh tradisi Mauludun adalah sebagai pengganti upeti atau pajak bagi kerajaan Turki, karena dahulu Kerajaan Aceh memiliki hubungan diplomasi yang baik dengan Turki. Intinya, Maulidan ini adalah merayakan hari ukang tahun atau kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Thursday, January 12, 2017

Macam Tradisi dan Upacara Adat Islam Bugis Makassar

Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas adat dan budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman adat dan budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi adat dan budaya yang luar biasa, yaitu jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia. Dengan demikian adat dan budaya maupun tradisi akan selalu mengalami dinamis dan mendapatkan akulturasi dari berbagai aspek, seperti ajaran Islam.

Pembahasan di sini menggali sebuah adat suku Bugis di pulau bagian timur tepatnya di Sulawesi Selatan. Adat tersebut dikenal dengan nama Upacara Adat Ammateang dan Mabbarasanji (Barzanji) yang mengalami akulturasi dengan Islam yang sejalan dengan perkembangan zaman.

Upacara Adat Ammateang

Upacara Adat Ammateang atau Upacara Adat Kematian yang dalam adat Bugis merupakan upacara yang dilaksanakan masyarakat Bugis saat seseorang dalam suatu kampung meninggal dunia. Keluarga dan kerabat dekat maupun kerabat yang jauh, juga masyarakat sekitar lingkungan rumah orang yang meninggal itu berbondong-bondong menjenguknya. Pelayat yang hadir biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga yang ditinggalkan) berupa barang seperti sarung atau kebutuhan untuk mengurus mayat, selain itu ada juga yang membawa passolo (amplop berisi uang sebagai tanda turut berduka cita). Mayat belum mulai diurus seperti dimandikan dan seterusnya sebelum semua anggota terdekatnya hadir. Baru setelah keluarga terdekatnya hadir, mayat mulai dimandikan, yang umumnya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memang biasa memandikan mayat atau oleh anggota keluarganya sendiri. Hal ini masih sesuai ajaran Islam dalam tata cara mengurus jenazah dalam hal memandikannya sampai menshalatkannya.

Mabbarasanji (Barzanji)

Islam masuk di Sulawesi Selatan, dengan cara yang sangat santun terhadap kebudayaan dan tradisi masyarakat Bugis Makassar. Bukti nyata dari sikap kesantunan Islam terhadap budaya dan tradisi Bugis Makassar dapat kita lihat dalam tradisi-tradisi keislaman yang berkembang di Sulawesi Selatan hingga kini. Seperti mengganti pembacaan kitab La Galigo dengan tradisi pembacaan Barzanji, sebuah kitab yang berisi sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw, dalam setiap hajatan dan acara, doa-doa selamatan, bahkan ketika membeli kendaraan baru, dan lain sebagainya.

Mabbarasanji/Barzanji/Barazanji yang biasa dikenal dalam masyarakat Bugis sebagai nilai lain yang mengandung estetika tinggi dan kesakralan, mempunyai macam-macam pembagian menurut apa yang ada dalam keseharian mereka seperti yang didapatkan sebagai berikut :
  • Barazanji Bugis 'Ada' Pa'bukkana'.
  • Barazanji Bugis 'Ri Tampu'na' Nabitta'.
  • Barazanji Bugis 'Ajjajingenna'.
  • Barazanji Bugis 'Mappatakajenne'.
  • Barazanji Bugis 'Ripasusunna'.
  • Barazanji Bugis 'Ritungkana'.
  • Barazanji Bugis 'Dangkanna'.
  • Barazanji Bugis 'Mancari Suro'.
  • Barazanji Bugis 'Nappasingenna Alena'.
  • Barazanji Bugis 'Akkesingenna'.
  • Barazanji Bugis 'Sifa'na Nabi'ta'.
  • Barazanji Bugis 'Pa'donganna'.
  • Barazanji Bugis 'Ri Lanti'na'.
Macam-macam dari Barazanji di atas, apabila ditelaah dengan baik, maka semua makna dari Barazanji di atas menceritakan mengenai segala macam dari hal-hal keseharian kita, merupakan wujud penceritaan terhadap berbagai perilaku keseharian Baginda Rasulullah Muhammad Saw. dan sahabatnya, tersirat pula makna lain mengenai nilai-nilai yang seirama atas apa yang juga dirasakan dan ada dalam realitas sosial keseharian kita, yang mana sebenarnya menunjukkan bahwa seperti inilah jalan yang yang sebenarnya dilalui agar tidak sesat jalan yang seirama dengan Rasulullah dan sahabatnya.

Maka dari ini, budaya Barazanji dan Adat Ammateang yang ada pada masyarakat Bugis sekiranya sulit akan pudar dalam kebudayaan dan keseharian masyarakat khususnya Bugis Makassar, karena ini sudah dianggap kewajiban; bukan lagi sunah yang bisa saja tidak dilakukan.  

Pengertian, Hukum, Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam



Agama Islam diturunkan Allah Swt. Ke dunia adalah sebagai penyempurna agama-agama samawi, yang dating sebelum agama Islam. Agama Islam sebagai penyempurna terdahulu mengatur segala hal dalam kehidupan manusia. Baik dari ibadah yang berhubungan langsung dengan Sang Pencipta, sampai ibadah-ibadah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari antar sesama. Muamalah ialah hubungan timbal balik antara satu dengan yang lainnya, yang bertujuan untuk saling membantu agar dalam kehidupan bermasyarakat mencapai ketenangan dan ketentraman. Berikut ini kita akan membahas aturan-aturan Agama Islam yang berhubungan dengan masalah pinjam –meminjam.

Pinjam Meminjam

Pinjam meminjam mengandung pengertian memanfaatkan barang atau uang sementara waktu. Dalam istilah Islam dinamakan ‘Ariyah yang bermakna pinjaman tak berbunga.

Pinjam-meminjam dalam kehidupan bermasyarakat adalah hal yang biasa dilakukan. Hal itu terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk memenuhi hajat kehidupannya. Oleh karenanya Agama Islam memberikan aturan-aturan dalam pelaksanaan pinjam-meminjam, baik dasar hukumnya, syarat rukunnya, maupun hak dan kewajiban bagi orang yang terlibat dalam pinjam-meminjam.

Hukum Pinjam Meminjam

Dalam Q.S Al-Maidah ayat 2 menjelaskan tentang perintah tolong menolong dalam urusan kebaikan. Salah satu bentuk tolong menolong dalam kehidupan bermasyarakat adalah pinjam meminjam. Jadi pada dasarnya hukum asal pinjam meminjam adalah Mubah (boleh).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2)  
Hukum pinjam meminjam bisa berubah sesuai dengan alasan yang melatarbelakanginya, yakni :
  • Mubah, maknanya boleh, sesuai hukum asal dari pinjam-meminjam.
  • Sunnah, maknanya ada nilai kebaikan apabila praktik pinjam-meminjam dilakukan. Misalnya: meminjami mobil untuk mengantar tetangga yang sedang sakit ke Rumah Sakit.
  • Wajib, maknanya ada keharusan dalam pelaksanaan pinjam meminjam, sebagai contoh: Dalam kondisi keuangan yang cukup bahkan berlebih, kita member pinjaman uang kepada tetangga yang sangat membutuhkan untuk pengobatan. Pada saat itu kondisi tetangga yang sakit harus di lakukan operasi untuk menolong jiwanya.
  • Haram, maknanya dihukumi dosa bila terjadi akad pinjam meminjam. Misalnya : memberikan pinjaman kepada orang untuk berjudi, minum minuman keras, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dilarang.

Rukun Pinjam Meminjam

Maksud rukun di sini adalah hal-hal yang harus ada dalam pelaksanaan pinjam meminjam. Apabila tidak terpenuhi salah satu atau beberapa rukunnya maka di anggap tidak sah. Rukun pinjam meminjam ada 5 Lima yaitu:
  • Mu”ir orang yang meminjami
  • Musta”ir orang yang meminjam
  • Musta’ar barang yang dipinjam
  • Batas waktu
  • Ijab Qabul atau ucapan/keterangan dari kedua belah pihak.

Syarat Pinjam Meminjam

Maksud dari syarat adalah hal-hal yang harus ada sebelum kegiatan pinjam meminjam dilaksanakan. Adapun syarat-syarat pinjam meminjam adalah:

Syarat bagi orang yang meminjami
  1. Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi
  2. Barang yang dipinjamkan milik sendiri ataupun barang tersebut menjadi tanggungjawabnya
Syarat bagi orang yang meminjam
  1. Mampu berbuat kebaikan atau mengambil manfaat barang yang dipinjam
  2. Mampu menjaga barang yang dipinjam dengan baik
Syarat barang yang dipinjam
  1. Ada manfaatnya
  2. Bersifat tetap, tidak berkurang atau habis ketika diambil manfaatnya.

Beberapa Catatan Penting Dalam Pinjam Meminjam

Untuk menjaga hubungan baik antara peminjam dan yang meminjami, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
  • Barang yang dipinjam selayaknya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dan tidak melanggar aturan agama
  • Peminjam hendaknya tidak melampaui batas dari sesuatu yang di persyaratkan orang yang meminjamkan
  • Peminjam merawat barang pinjamannya dengan baik, sehingga tidak rusak. Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad Saw. : “Dari Samurah, Nabi Muhammad Saw, bersabda : tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu.” (H.R al-Khomsah kecuali An-Nasai)
  • Peminjam harus mengembalikan pinjamannya sesuai waktu yang telah di sepakati
  • Apabila peminjam dalam waktu yang sudah disepakati belum dapat mengembalikan, maka harus memberitahukan dan meminta ijin kepada yang meminjamkan.
  • Hendaknya orang yang meminjami memberi kelonggaran waktu kepada peminjam, apabila peminjam melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
  • Demikianlah sekilas tentang Pinjam Meminjam semoga bermanfaat.