Tuesday, October 31, 2017

Kumpulan Kisah Wali Songo atau Wali Sembilan


Mungkin sebagian dari masyarakat Indonesia saat ini hanya mengenal Walisongo sebatas tempat ziarah yang identik dengan dunia mistik. Walisongo hanya tergambar sebagai mitos yang jauh dari fakta sejarah. Atau dengan kata lain, ketika mendengar nama Walisongo yang terlintas di pikiran mereka hanyalah tempat berdoa, orang-orang yang memiliki kesaktian, karamah hingga hal-hal mistis lainnya. Padahal, walisongo telah mewariskan beragam karya dan perjuangan yang terekam jelas melalui jejak-jejak yang saat ini masih dapat  kita jumpai. Karya monumental Walisongo yang ada sampai saat ini adalah agama Islam masuk ke Nusantara tanpa kekerasan atau peperangan, yang berbeda dengan sejarah masuknya Islam di negara-negara lain yang diawali dengan peperangan. Perkembangan Islam di Indonesia tak bisa dilepaskan dari dakwah era Walisongo. Yang dilakukan oleh Walisongo dan sukses adalah mengislamkan Nusantara dengan cara-cara damai melalui akulturasi kebudayaan atau dengan penghargaan terhadap tradisi lokal.

Ada empat pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah "wali" yang ada sembilan, atau "sanga" dalam bahasa Jawa. Kedua menyebutkan bahwa kata  songo/sanga berasal dari kata "tsana" yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Ketiga menyebut kata "sanga" berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Keempat mengatakan bahwa "Walisongo" adalah sebuah majelis dakwah di Nusantara (yang meliputi Indonesia, Malayu/Malaysia, dan sekitarnya) yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).

Pohon Walisongo

Sunan Gresik

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia diperkirakan lahir di Samarkand (As-Samarqandy) di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Dalam cerita rakyat ada yang memanggilnya "Kakek Bantal" karena beliau sangat menyayangi dan dekat dengan kaum yang kurang mampu.

Sunan Gresik dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan pada masa akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik.

Selain ahli ilmu agama, Sunan Gresik juga ahli pertanian, ahli tata negara dan perintis lembaga pendidikan pesantren. Beliau wafat pada tahun 1419 M (882 H), beliau dimakamkan di Gapura Wetan Gresik.

Sunan Ampel

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Menurut riwayat, ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan Putri Raja Champa terakhir dari Dinasti Ming. Suanan Ampel dilahirkan di Aceh tahun 1401 M.

Wejangan terkenal Sunan Ampel adalah MoLimo. Molimo ini merupakan ajaran yang Moh (bhs Jawa= tidak mau atau menolak) pada lima kata yang diawali huruf "M" dalam bahasa Jawa, yaitu 1). Moh Madat (tidak mau mengisap candu atau penggunaan obat-obatan terlarang), 2). Moh Madon (yang artinya tidak mau main perempuan), 3). Moh Mabuk, 4). Moh Maling (tidak mau mencuri), 5). Moh Main (tidak main judi).

Sunan Ampel adalah sesepuh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa.

Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Tejo dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang, Siti Syari'ah alias Nyai Ageng Maloka, Suanan Drajat, Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah.

Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah putri Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah (istri Sunan Giri), Asyiqah alias Dewi Murtasimah (istri Raden Fatah), Raden Husamuddin (Sunan Lamongan), Raden Zainal Abidin (Sunan Demak), Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2).

Suanan Ampel wafat di Desa Ampel Denta tahun 1418 M. Beliau dimakamkan di Ampel Denta dekat Masjid Sunan Ampel Surabaya.

Sunan Giri (Raden Paku)

Suanan Giri atau Raden Paku adalah putra dari Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan Majapahit. Lahir di Blambangan tahun 1442, beliau memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudro.

Sunan Giri merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang yang ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Di masa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai Raja pera peralihan sebelum Raden Fatah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai Mufti tanah Jawa.

Sunan Giri mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik, yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa, Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.

Terdapat beberapa karya seni tradisional yang sering dianggap berhubungan dengan Sunan Giri, diantaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, dan Cublak-cubkak Suweng, serta beberapa Gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung.

Sunan Giri meninggal pada tahun1506 M dan dimakamkan di desa Giri kabupaten Gresik, provinsi Jawa Timur.

Sunan Bonang

Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel yang lahir tahun 1465. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Sunan Bonang terkenal sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Ia menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Fatah. Beliau diperkirakan wafat tahun 1525 M dan dimakamkan di kompleks Masjid Agung Tuban Jawa Timur.

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syaikh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: Raden Umar Said alias Sunan Muria. Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah.

Sunan Kalijaga banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Selain itu, beliau menciptakan Tembang suluk Lir-Ilir dan Gunddul-gundul Pacul.

Sunan Drajat

Nama aslinya adalah Syarifudin (puta Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader juga mengkader para da'i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.

Sunan Drajat lebih banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengalaman dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan Jawa. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat wafat pada tahun 1522 dan dimakamkan di daerah Drajat Lamongan Jawa.

Sunan Gunung Jati

Sunan Gunug Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syaikh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Nyai Subang Larang, dan merupakan adik dari Kian Santang dan Pangeran Walangsungsang yang bergelar Cakrabuwana/Cakra atau Mbah Kuwu Cirebong Girang.

Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.

Sunan Kudus

Sunan Kudus lahir dengan nama asli Ja'far Shadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15. Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasihat Sultan Demak, mursyid thariqah, dan hakim peradilan negara.

Sunan Kudus banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan Priayi Jawa. Di antaranya yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak Jawa Tengah, dan Arya Penangsang Adipati Jipang Panolan.

Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Masjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M.

Sunan Muria

Sunan Muria dilahirkan dengan nama asli Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang, serta kesenian daerah lainnya.

Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus.

Beliau wafat dan dimakamkan di Gunung Muria, di sebelah utara Kota Kudus Jawa Tengah. 






 

Friday, October 27, 2017

Kumpulan Peribahasa Indonesia



~ A B U ~


Berdiang di abu dingin
Artinya : Meminta bantuan pada orang yang bersifat jelek.
Menang jadi arang, kalah jadi abu
Artinya : Sama-sama merugi setelah bertengkar.
Mengabui mata orang
Artinya : Orang yang suka menipu orang lain.
Sudah menjadi abu arang
Artinya : Hancur lebur.
Terpegang di abu dingin
Artinya : Penderitaan yang disebabkan oleh tingkah lakunya sendiri.


~ A D A ~
Ada batang cendawan tumbuh
Artinya : Tak pernah berputus asa untuk mencapai cita-cita.
Ada bunga, ada lebah
Artinya : Tempat yang banyak mendatangkan rezeki pasti banyak pula orang yang berdatangan.
Ada padang ada belalang
Artinya : Asal mau berusaha pasti memperoleh keberhasilan.
Ada udang di balik batu
Artinya : Mempunyai keinginan yang disembunyikan.
Asal ada, kecil pun pada
Artinya : Kalau belum mendapat rejeki yang banyak, sedikitpun taka pa.
Ketika ada jangan dimakan, telah habis maka dimakan
Artinya : Jika mendapatkan kesenangan, ingatlah pada saat kesusahan.
Ketika ada sama dimakan, tak ada sama ditahan
Artinya : Suka dan duka dihadapi bersama-sama.
Tak ada tolak angsurnya
Artinya : Mengejar cita-cita tak pandang usia.


~ A D A T ~
Adat sepanjang jalan, cupak sepanjang betung
Artinya : Dalam melakukan sesuatu harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah           
Artinya : Hidup di lain daerah harus dapat mengikuti adat yang berlaku.


~ A I R ~
Air tenang jangan dikira tidak berbuaya
Artinya : Orang yang diam bukan berarti penakut.
Selama air ke hilir, selama gagak hitam
Artinya : Peraturan yang akan tetap berlaku sampai kapanpun.
Terbit air karena dipercik, terbit minyak karena dikempa
Artinya : Mengerjakan suatu pekerjaan dengan terpaksa karena takut pada ancaman.
Dimandikan dengan air segenuk
Artinya : Membantu tetapi tidak disesuaikan dengan apa yang diminta.
Sambil menyelam minum air
Artinya : Sekali bertindak dapat menyelesaikan dua pekerjaan.
Dari telaga yang jernih, tak akan mengalir air yang keruh
Artinya : Orang tua yang bertabiat baik akan diturut oleh anak sampai cucunya.
Seperti air pembasuh kaki
Artinya : Memberi sesuatu yang tak dihargai.
Air mata jatuh ke perut
Kesedihan yang disembunyikan.
Membasuh muka denga air liur
Artinya : Orang yang namanya telah tercemar akan sulit mendapatkan kepercayaan kembali.
Sumur digali air pun dating
Artinya : Apa yang diharapkannya telah terkabul.
Air dicencang tidak putus jua
Artinya : Pertengkaran dengan saudara tak akan dapat memutuskan  tali persaudaraan.
Seperti air dalam ter-enang
Artinya : Orang yang selalu sabar dalam menghadapi segala persoalan.

 

~ AJAL ~

Sebelum ajal berpantang mati

Hidup mati seseorang hanya Tuhan yang dapat menentukan.

 

~ AJUK ~

Dangkal telah keseberangan, dalam telah keajukan

Semua isi hatinya telah dikeluarkan.

 

~ AJUNG ~

Bagai ajung berat sebelah

Suatu keputusan yang tidak adil.

 

~ AKAL ~

Lubuk akal tepian ilmu

Meminta nasehat sebaiknya kepada orang yang pandai.

Akal akar berpulas tak patah

Perselisihan pendapat akan selalu dimenangkan oleh orang bijak

 

~ AKAR ~

Akar berjumbai tempat siamang bergantung, dahan menganjur tempat tupai menegun

Kesalahan seseorang dapat dibuktikan dari perkataan.

Tiada rotan, akarpun jadi

Kalau tak ada yang baik, yang kurang baikpun dapat digunakan juga.

Telah berurat akar

Sesuatu yang sudah tidak bisa diubah lagi.

Mencabut harus dengan akar-akarnya

Membasmi kejahatan hendaknya dilakukan sampai tuntas.

Bergantung pada akar lapuk

Mengharapkan bantuan dari orang yang bisa membantu.

Kalau pandai mencencang akar, mati lalu ke pucuknya

Kalau membasmi kejahatan jangan hanya dilakukan pada bawahannya saja, tetapi harus sampai pada atasan.

 

~ AWAL ~

Awal dikenal, akhir tidak

Pada mulanya berbuat baik, tetapi pada akhirnya berbuat jahat.

 

~ AYAM ~

Ayam dapat musangpun dapat

Dua pekerjaan dapat diselesaikan dalam satu tindakan

Bagai musang berbulu ayam

Berpura-pura berbuat kebaikan untuk menutupi maksud jahatnya.

Asal ayam pulang ke lumbung, asal itik pulang ke limbah

Orang yang merantau pada suatu saat pasti akan kembali juga kekampung halamannya.

Seciap bagai ayam, sedencing bagai besi

Suka dan duka dialami bersama-sama ; senasib sepenanggungan.

Ayam lepas tangan bercirit

Menginginkan keuntungan besar, tetapi justru menderita kerugian.

Bagai ayam bertelor di lumbung

Hidupnya senang karena mempunyai harta yang melimpah.

Bagai ayam termakan rumput

Orang yang sangat miskin.

Ayam yang tangkas di gelanggang

Orang yang pintar berpidato.

 


                                                                                     

                                                                                                          



Tradsi Dan Upacara Islami Di Sunda

Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih dipelihara dan dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang bersifat ritual adat seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa Anak-anak, Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan sebagai ungkapan rasa Syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir dan bathin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat Sunda di antaranya:

Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban

Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampu dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. 

Upacara ini biasanya diadakan pengajian, dengan membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman, dan Surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil, dan yang utama adalah Rujak Kanistren (rujak buah) yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat dipimpin seorang Paraji (seorang ahli medis tradisional yang menangani proses melahirkan) secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukkan belut sampai mengenai pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang diakndung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan bathin. seperti keadaan kelapa gading yang warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Upacara Reuneuh Mundingeun

Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan, bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundigeun, seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh Indung Beurang (tenaga tradisional dalam bidang perawatan ibu dan anak) sambil membaca doa  dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidaka ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.

Upacara Memelihara Tembuni

Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukkan  ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang Paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syaikh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang berbahagia.

Upacara Gusaran

Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik. Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian Indung Beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasehati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.

Upacara Sepitan/Sunatan

Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat Vitalnya bersih dari najis. Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain Paraji sunat, juga diundang para tetangga, handai tolan dan kerabat.

Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam dikolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa kehalaman rumah untuk disunat oleh Paraji sunat (bengkong),banyak orang yang menyaksikan di antaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu disunati,ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut,dan tetabuhan di sembunyikan. Kemudian anak yang telah disunat dibawa kedalam rumah untuk diobati Paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini ada pula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.

Cucurak

Biasanya, masyarakat Sunda rutin melakukan kegiatan makan bersama dan saling bertukar makanan atau yang sering disebut dengan Cucurak. Cucurak berasal dari kata curak-curak yang diartikan dengan kesenangan atau suka-suka. Sebenarnya tidak selalu dilakukan saat menjelang Ramadhan, cucurak juga biasa dilakukan ketika kita mendapatkan berkah seperti lulus sekolah, naik pangkat, dll. Namun dalam adat Sunda, cucurak lebih sering dilakukan untuk menyambut datangnya Ramadhan.

Acara cucurak biasanya dilakukan oleh kaum ibu yang memasak makanan yang berbeda-beda. Setelah itu, makanan dikumpulkan di masjid terdekat untuk dibagikan dan dimakan bersama-sama. Tetapi, cucurak tidak selalu dilakukan dengan cara seperti itu. Orang-orang yang makan bersama dengan niat menyambut datangnya bulan Ramadhan juga sudah dapat dikatakan sebagai cucurak. Niat menyambut Ramadhan juga harus selalu diingat dalam cucurak, sebab jika hal itu dilupakan, biasanya kita akan makan sebanyak-banyaknya dan lupa dengan niat kita.

Cucurak dilakukan untuk menjalin silaturrahmi dan saling memaafkan antar masyarakat. Selain itu, cucurak juga merupakan bentuk rasa syukur terhadap rejeki yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Sebagai tradisi unik dari Sunda, jangan sampai kegiatan cucurak seperti ini hilang atau dilupakan, karena ini merupakan salah satu cara untuk menjaga kerukunan antar masyarakat. Bangga dan lestarikanlah tradisi-tradisi daerah yang telah lama dijaga oleh nenek moyang kita, agar Indonesia menjadi negara yang bukan hanya kaya dengan sumber daya alamnya, tetapi juga kaya akan tradisi-tradisinya.






Thursday, October 26, 2017

Tradisi dan Upacara Islami Madura




Madura adalah salah satu suku di kawasan pulau Jawa yang mayoritas penduduknya adalah muslim, dan salah satu suku di Indonesia yang sangat kental sekali menjaga tradisi atau adat nenek moyangnya. Kebanyakan tradisi di Madura adalah tradisi Islami seperti tradisi-tradisi suku lainnya di Indonesia seperti: Shalawatan, Rokat Tase’, Kebudayaan Rokat dan tradisi Maulid Nabi. Lebih jelasnya simak penjelasan berikut ini.

Shalawatan

Shalawatan di Madura dilaksanakan dengan cara yang berbeda. Jika pada umumnya shalawatan dilaksanakan di dalam Masjid, kegiatan shalawatan masyarakat Madura ini diselenggarakan di rumah-rumah. Penyelenggaraan di rumah-rumah ini secara bergantian. Misalnya, hari ini diselenggarakan di rumah Pak Ahmad maka seminggu kemudian diselenggarakan di rumah tetangganya, dan seterusnya sampai kembali ke rumah yang awal kembali.

Shalawatan yang diadakan bergantian ini memberikan pelajaran akan rasa tanggung jawab akan hal itu. Sehingga sejak jauh-jauh hari masyarakat sudah menyiapkan berupa materi dan sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan shalawatan ini. Bukan hanya itu kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun rasa persaudaraan antara sesama mereka. Maka tidak heran jika suatu ketika tetangganya membangun rumah ataupun merenovasi rumah tetangga yang lain juga turut membantunya.

Shalawatan rutin biasanya diadakan tiap malam Jum’at dan malam Selasa itu sejatinya bukan hanya kegiatan Shalawatan. Tetapi didalamnya juga ada Yasinan, yang mana Yasinan ini di baca sebelum shalawatan, artinya shalawatan itu dimulai dengan pembacaan surah Yasin. Karena Yasinan ini merupakan bacaan yang sudah mentradisi dikalangan masyarakat Madura yang selalu dibaca tiap malam Selasa dan malam Jum’at. Hingga aktivitas mengajipun saat itu diliburkan.

Kebudayaan “Rokat Tase” (Petik Laut)

Tradisi “Rokat Tase” dilakukan untuk mensyukuri karunia serta nikamt yang diberikan oleh sang maha pencipta yaitu Allah Swt. Dan juga agar diberikan keselamatan dan kelancaran rezeki dalam bekerja. Ritual atau tradisi tersebut, biasanya dimulai dengan acara pembacaan istighotsah dan tahlil bersama oleh masyarakat yang dipimpin oleh pemuka agama setempat. Setelah itu, masyarakat melepaskan sesaji ke laut sebagai rasa ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun isi dari sesaji itu adalah ketan-ketan yang berwarna-warni, tumpeng, ikan-ikan, dan lain sebagainya. Ritual atau tradisi tersebut disebut “Rokat Tase” oleh penduduk setempat.

Kebudayaan Rokat

Kebudayaan Rokat yang ada di Madura dilakukan dengan maksud jika dalam suatu keluarga hanya ada satu orang laki-laki dari lima bersaudara (pandapa lema’), maka harus diadakan acara Rokat. Acara Rokat ini biasanya dilaksanakan dengan mengundang topeng (nangge’ topeng) yang diiringi dengan alunan musik gamelan Madura dan sembari dibacakan macopat (mamaca).

Tradisi Maulid Nabi

Bagi sebagian orang Islam tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw merupakan sebagai salah satu bentuk pengejewantahan rasa cinta umat kepada Rasul-Nya.

Di tanah Jawa sendiri tradisi ini telah ada sejak zaman Walisongo, pada masa itu tradisi Maulid Nabi dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam dengan menghadirkan berbagai macam kegiatan yang menarik masyarakat. Pada saat ini tradisi Maulid/Mauludan di Jawa di samping sebagai bentuk perwujudan cinta umat kepada Rasul juga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Walisongo.

Sebagian masyarakat Jawa merayakan Maulid dengan membaca Barzanji, Diba’I atau al-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi. Barzanji dan Diba’I adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta Berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan bagi umat manusia. Sedangkan Al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad Rasulullah Saw yang dikarang oleh Al-Bushiri.

Di Madura acara ini dinamakan “Muludhen”. Yang mana dalam acara itu biasanya diisi dengan pembacaan barzanji dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan tentang akhlaq Sang Nabi pada masanya untuk dijadikan sebagai suri tauladan demi kehidupan saat ini.

Di beberapa tempat kadang-kadang perayaan ini dijadikan ajang berkumpulnya para tokoh masyarakat dan sesepuh setempat, seperti kiai, bangsawan/elang, dan tidak ketinggalan para jawara dari berbagai paguron untuk saling bersilaturrahim, untuk membicarakan berbagai macam hal yang menyangkut daerah setempat. Tapi hal ini jarang diekspos karena sifatnya yang non-formal, sehingga tidak banyak masyarakat yang mengikuti.


Tuesday, October 24, 2017

Macam Tradisi dan Upacara Islami Melayu




Indonesia sebagai Negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan kaya akan budaya Nusantara, masyarakat muslim di Indonesia punya tradisi tersendiri untuk menyambut datangnya bulan suci tersebut. Meski tata cara tradisi menyambut bulan puasa beragam, namun semangatnya tetap sama, yakni sebagai bentuk ucap syukur serta kegembiraan umat muslim akan datangnya bulan puasa. Lebih jelasnya kita simak berikut tradisi Islam Melayu.

Petang Megang

Tradisi di Pekanbaru ini memiliki arti sesuai dengan namanya. Kata Petang di sini berarti petang hari atau sore hari, sesuai dengan waktu dilaksanakan tradisi ini memang dilaksanakan pada sore hari. Sedangkan Megang di sini berarti memegang sesuatu yang juga dapat di artikan memulai sesuatu. Hal ini sesuai dengan waktu diadakan tradisi ini yaitu sebelum Ramadhan dan ingin memulai sesuatu yang baik dan suci yaitu puasa.

Tradisi Petang Megang dilaksanakan di Sungai Siak. Hal ini mengacu pada leluhur suku Melayu di Pekanbaru yang memang berasal dari Siak. Tradisi ini diawali dengan ziarah ke berbagai makam pemuka agama dan tokoh-tokoh penting Riau. Ziarah dilakukan setelah sholat Dzuhur. Lalu, dilanjutkan dengan ziarah utamanya yaitu ziarah ke makam Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah, yang juga dikenal dengan nama Marhum Pekan. Beliau merupakan sultan kelima Kerajaan Siak Sri Indrapura (1780-1782 M) dan juga pendiri kota Pekanbaru.

Mandi Balimau Kasau

Balimau Kasai adalah sebuah upacara tradisional yang istimewa untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Acara ini biasanya dilaksanakan sehari menjelang masuknya bulan puasa. Upacara tradisional ini selain sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan memasuki bulan puasa, juga merupakan simbol penyucian dan pembersihan diri. Balimau sendiri bermakna mandi dengan menggunakan air yang dicampur jeruk yang oleh masyarakat setempat disebut limau. Jeruk yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas. Sedangkan kasai adalah wangi-wangian yang dipakai saat berkeramas. Bagi masyarakat Kampar, pengharum rambut ini (kasai) dipercayai dapat mengusir segala macam rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum memasuki bulan puasa. 

Jalur pacu, Kuantan Singingi

Di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, masyarakatnya memiliki tradisi yang mirip dengan lomba dayung. Tradisi “Jalur Pacu” ini digelar di sungai-sungai di Riau dengan menggunakan perahu tradisional, seluruh masyarakat akan tumpah ruah jadi satu menyambut acara tersebut.

Tradisi yang hanya digelar setahun sekali ini akan ditutup dengan "Balimau Kasai" atau bersuci menjelang matahari terbenang hingga malam.

Tahlil Jamak/Kenduri Ruwah, Kepulauan Riau

Warga Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, punya tradisi khas menyambut datangnya bulan puasa, yaitu menggelar Tahlil Jamak atau Kenduri Ruwah. Tahlil Jamak itu berupa zikir serta berdoa untuk para arwah orang tua atau sesame muslim. Selain doa, juga dilaksanakan kenduri dengan sajian menu kenduri yang bersumber dari sumbangan sukarela warga.

Tradisi tersebut disatukan sejak berdirinya Masjid Penyengat. Bahkan , sampai saat ini, Kenduri Ruwah masih dilakukan secara berjamaah di masjid tersebut.

Tradisi Barzanji

Tradisi Barzanji merupakan tradisi Melayu yang berlangsung hingga kini. Tradisi ini terus mengalami perkembangan dengan berbagai inovasi yang ada. Misalnya, penggunaan alat musik modern untuk mengiringi lantunan Barzanji dan shalawat. Barzanji menghubungkan praktik tradisi Islam masa kini dengan tradisi Islam di masa lalu. Selain itu, melalui Barzanji masyarakat Melayu Islam dapat mengambil pelajaran dari kehidupan Nabi Muhammad Saw.

Dari perayaan pembacaan Barazanji ini, ada banyak nilai-nilai yang dapat kita ambil. Misalnya, menambah kecintaan kita terhadap baginda Rasul. Dan dari syair-syair tersebut kita dapat mengambil hikmah dari kehidupan Nabi Muhammad. Dan juga, dengan kegiatan tradisi ini, dapat membuka ruang sosialisasi antar satu dengan lainnya sehingga mempererat hubungan tali silaturrahmi. Dan dengan perpaduan antara budaya Islam dan Indonesia akan melahirkan budaya baru sehingga memperkaya kebudayaan Indonesia. 

Macam Tradisi dan Budaya Islam di Jawa





Keberhasilan syiar agama di suatu daerah, tidak hanya ditentukan oleh kualitas ajaran agama itu sendiri, tetapi yang lebih penting, bagaimana ajaran itu disampaikan kepada calon pemeluknya. Di Indonesia, syiar agama termasuk proses yang unik, menarik sekaligus cukup dinamis. Meski sudah berlangsung berabad-abad lamanya seperti yang dilakukan oleh Walisongo di pulau Jawa. Walisongo masuk ke Jawa melalui akulturasi budaya Jawa dengan Islam yang menghasilkan budaya Jawa bernuansa Islami.

Di Jawa setiap ada musibah atau sesuatu yang menyenangkan seperti perkawinan, sakit, panen padi, menanam padi selalu mengadakan upacara selamatan. Selamatan dilakukan sebagai rasa syukur, dengan permohonan agar selalu mendapatkan keselamatan.
Sebelum Islam masuk ke Jawa pelaksanaa selamatan biasanya dimulai dengan bacaan mantra-mantra, namun setelah Islam masuk ke Jawa, selamatan dikemas Islami, seperti dengan tahlilan, pengajian. Tradisi Jawa bernuansa Islam yang masih terpelihara hingga saat ini, diantaranya seperti:

Tahlilan

Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laa ilaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah Swt (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1000 dan khaul (tahunan).

Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri, selamatan, dan sesaji. Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau nasi dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya semula.

Sekaten

Sekaten adalah upaacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan pula pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekaten diarak dari keratin ke halaman masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal.

Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi sekaten.

Grebeg Maulud

Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awal ini Sri Sultan beserta pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan pembacaan-pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama.

Takbiran

Takbiran dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan  takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampong (takbir keliling).

Penanggalan Hijriah

Masuknya agama Islam ke Indonesia, secara tidak langsung membawa pengaruh pada system penanggalan. Agama Islam menggunakan perputaran bulan, sedangkan kalender sebelumnya menggunakan perputaran matahari. Perpaduan antara penanggalan Islam dengan penanggalan Jawa adalah sebagai berikut :
  • Nama bulan dalam Islam               Nama bulan dalam Jawa
  • Muharram                                     Sura/Suro
  • Safar                                             Sapar/Sopar
  • Rabiul Awal                                   Mulud
  • Rabiul akhir                                   Ba’da Mulud
  • Jumadil awal                                  Jumadil Awal
  • Jumadil akhir                                 Jumadil akhir
  • Rajab                                            Rajab
  • Sya’ban                                         Ruwah
  • Ramadhan                                      Pasa
  • Syawal                                           Syawal
  • Zulqaidah                                       Kapit
  • Zulhijjah                                         Besar

Grebek

Grebek adalah sebuah tradisi Jawa untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebek pertama kali diselenggarakan oleh keratin Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwana ke-1. Grebek dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta diselenggarakan 3 tahun sekali yaitu: Pertama grebek pasa, syawal diadakan setiap tanggal 1 syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadar. Kedua, grebek besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban dan ketiga grebek maulud setiap tanggal 12 Rabiul awal untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad Saw. Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebek adalah kota Solo, Cerebon, dan Demak.

Sekaten

Sekaten adalah tradisi membunyikan musik gamelan milik keraton. Pertama kali terjadi di pulau Jawa. Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi tentang agama Islam serta setiap pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain, yang pada akhirnya tradisi ini disebut dengan sekaten. Maksud dari sekaten adalah syahadatain.

Sekaten juga biasanya bersamaan dengan acara grebek maulud. Puncak dari acara sekaten adalah keluarnya sepasang Gunungan dari Masjid Agung setelah didoakan oleh ulama-ulama keraton. Banyak orang yang percaya, siapapun yang mendapatkan makanan baik sedikit ataupun banyak dari Gunungan itu akan mendapatkan keberkahan dalam kehidupannya. Beberapa hari menjelang dibukanya sekaten diselenggarakan pesta rakyat.

Selikuran

Maksudnya adalah tradisi yang diselenggarakan setiap malam tanggal 21 Ramadhan. Tradisi tersebut masih berjalan denga baik di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Selikuran berasal dari kata selikur atau dua puluh satu. Perayaan tersebut dalam rangka menyambut datangnya malam lailatul qadar, yang menurut ajaran Islam lailatur qadar hari pada 1/3 terakhir bulan ramadhan.

Megengan atau Dandangan

Upacara untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Kegiatan utamanya adalah menabuh bedug yang ada di masjid sebagai tanda bahwa besok hari sudah memasuki bulan Ramadhan dan semua wajib melaksanakan puasa. Upacara tersebut masih terpelihara di daerah Kudus dan Semarang.

Suranan

Suranan dalam penanggalan Islam adalah bulan Muharram. Pada bulan tersebut masyarakat berziarah ke makam para Wali. Selain itu mereka membagikan makanan khas berupa bubur sura yang melambangkan tanda syukur kepada Allah Swt.

Nyadran

Istilah nyadran berasal dari kata sadran dalam bahasa Jawa yang artinya ziarah atau nyekar (bahasa Jawa), dalam bahasa Kawi dari kata sraddha yang artinya upacara peringatan hari kematian seseorang.
Nyadran adalah tradisi Jawa yang bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka, dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka. Di daerah lain nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara), kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzuhur.

Lebaran ketupat

Lebaran ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.