Thursday, March 21, 2019

Zakat Memupuk Kesehatan Mental Bagi Manusia


Boleh jadi orang yang tidak pernah menyangka, bahwa zakat mempunyai pengaruh terhadap kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Sesungguhnya dalam kenyataannya, ada hubungan antara zakat dan kesehatan, terutama kesehatan mental.

Apabila seseorang terserang penyakit yang sulit disembuhkan atau penyakit berat yang dikuatirkan akan membawa maut, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi atau tekanan darah rendah, sesak nafas, dan lain-lainnya, yang dirasakan amat berat, ia akan berusaha keras untuk mencari jalan agar penyakitnya dapat disembuhkan. Boleh jadi ia terpaksa mengeluarkan uamg ratusan ribu, bahkan puluhan juta rupiah, agar jiwanya dapat diselamatkan. Kendatipun sejumlah besar uang sudah dikeluarkan, dan berbagai usaha telah dilakukan demi untuk memulihkan kesehatan yang terganggu itu, namun kadang-kadang belum tentu ada manfaatnya. Bila keadaan seperti itu terjadi, maka harta yang banyak terasa tidak berguna, kesenangan hidup tidak dirasakan lagi, harta tidak mempunyai nilai lagi  bagi si sakit.

Untuk dapat memahami arti zakat bagi kesehatan, perlu kita ketahui terlebih dahulu pengertian kesehatan mental itu.

Dahulu orang terpaku kepada kesehatan badan. Bahkan sampai sekarang, masih banyak orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah kesehatan badan saja. Para pakar kesehatan pun banyak pula terpaku perhatiannya semata-mata kepada kesehatan badan. Akibatnya, ilmu kesehatan itu berkembang maju sekali, sehingga kesehatan tubuh dirinci sampai sekecil-kecilnya, dan ada pakarnya masing-masing. Misalnya ada ahli penyakit dalam, dirinci lagi menjadi ahli penyakit jantung, ahli penyakit ginjal, ahli penyakit lambung, dan sebagainya. Ada pula ahli penyakit luar, seperti ahli penyakit kulit, ahli penyakit mata, ahli penyakit gigi, dan seterusnya.

Untuk menyembuhkan semua penyakit tersebut, telah pula ditemukan berbagai macam obat. Ada obat yang diminum, tablet atau sirup, ada obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah, dan ada pula obat yang dioleskan di atas kulit, dan berbagai cara lain. Namun pada zaman kemajuan ini, ternyata tidak semua orang yang kena penyakit dapat disembuhkan dengan obat-obatan, bagaimanapun canggihnya pengobatan medis itu.

Para pakar kesehatan bertambah sibuk mencari cara lain untuk mendapatkan jalan keluar bagi orang-orang yang menderita penyakit itu. Sementara itu obat-obatan tetap tidak berhasil menolong orang-orang sakit, bila penyakitnya bukanlah karena hama, kuman atau kerusakan anggota badan. Dalam masa kemajuan teknologi dewasa ini, terdapat penyakit yang disebabkan oleh keadaan kejiwaan yang tidak mendukung berfungsinya obat paten tersebut. Dewasa ini terdapat penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan obat-obatan yang khusus untuk itu, yang dengan susah payah ditemukan oleh ahlinya. Pada awal abad kedua puluh ini, para pakar kejiwaan dan pakar kesehatan menemukan penyakit kejiwaan yang dapat mempengaruhi kesehatan badan, yang disebut dengan kesehatan mental atau kesehatan jiwa.

Beberapa batasan tentang kesehatan mental telah dirumuskan oleh pakar kejiwaan. Ada yang besifat sederhana, ada yang lebih terinci, dan ada pula yang dikaitkan dengan agama. Sebagai contoh kita ambil dua batasan berikut :


Batasan pertama :

Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa.


Batasan kedua :

Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Dari kedua batasan di atas, dapat diambil beberapa hal penting yang menjadi ukuran bagi kesehatan mental, yaitu :
  • Pengembangan dan pemanfaatan segala potensi yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri orang lain
  • Terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan
  • Terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan
  • Terciptanya penyesuaian diri berlandaskan iman dan taqwa
  • Tercapainya kehidupan bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat

Mari kita coba menguji hubungan antara butir-butir kesehatan mental tersebut dengan penunaian zakat.
  • Pengembangan dan pemanfaatan potensi, dalam hal ini harta dan pendapatan, yang seharusnya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya, tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri, akan tetapi juga untuk orang lain, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariyaat ayat 19 :
“Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang yang hidup kekurangan”
Pada umumnya manusia condong kepada harta, sehingga kurang memperhatikan nasib orang miskin. Kadang-kadang hatinya tidak tersentuh melihat penderitaan orang berkekurangan. Orang yang demikian itu biasanya hanya memikirkan kepentingan diri dan keluarga saja, dan suka menumpuk harta. Apabila ia berhasil memperoleh banyak harta, hatinya enggan menunaikan zakat, sebab, menurut godaan iblis padanya, zakat itu akan mengurangi harta yang sangat dicintainya. Dalam prilaku yang demikian, ia tidak mungkin mengembangkan hartanya dengan cara yang membawa kepada kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan orang lain bersama dia. Bahkan mungkin dirinya sendiri tidak menjadi bahagia. Hatinya kesat, tidak santun kepada orang yang menderita, miskin lagi papa. Dan tidak jarang terjadi, ia menjadi angkuh, memandang orang miskin sebagai manusia hina, yang tidak patut diajak bicara dengan sopan. Boleh jadi ia kuatir apabila orang miskin itu akan merasa akrab kepadanya, lalu suka meminta bantuan. Bukankah dengan cara hidup demikian, hidupnya tidak jadi bahagia?
Dalam kenyataannya memang ada sementara orang yang menjadi kaya atau banyak harta, menjauh dari orang miskin dan kurang perhatian kepada kegiatan social kemasyarakatan. Ia terasing dari lingkungannya.
  • Terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Orang yang patuh menunaikan zakat, akan terhindar dari perasaan cemas dan takut. Ia tidak akan dimusuhi atau diiri-hatii oleh orang miskin dan orang-orang yang hidup dalam kekurangan. Bahkan ia akan mendapat banyak teman dan sahabat. Ia juga tidak berburuk sangka kepada setiap orang yang dating kepadanya, walaupun orang miskin dan kekurangan itu ingin meminta atau meminjam kepadanya.
Orang Islam yang enggan atau tidak mau menunaikan zakat, berarti dia memakan hak orang miskin. Dan sekaligus melanggar kewajiban agama yang merupakan salah satu Rukun Islam. Hatinya tahu bahwa kewajibannya terhadap Allah tidak ditunaikannya, sementara ia takut kemarahan Allah. Akan tetapi, cintanya akan harta menyebabkan ia bertahan tidak mau mengeluarkan zakat. Akibatnya ia akan mengalami konflik kejiwaan. Terjadi konflik antara keinginan mencapai ridha Allah, supaya tidak dimurkai-Nya, dengan keinginan menahan zakat yang akan mengurangi hartanya atau pendapatannya. Bila konflik itu besar, maka gangguan kejiwaan mungkin saja terjadi, yang berakibat lanjut terjadi psikosomatik, baik dalam bentuk penyakit tertentu maupun dalam bentuk keresahan, kecemasan atau stress.
  • Terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan, terutama antara pikiran, perasaan, kelakuan dan keimanan. Bila kita berangkat dari alam pikiran saja, dalam hal ini tentu kita akan berpendapat bahwa tiada pengeluaran tanpa imbalan, atau dengan kata lain, tiada yang gratis di dunia ini. Dari segi perasaan, hati kita akan tersentuh melihat orang-orang miskin di sekeliling kita, sementara itu sebagai orang yang beragama, yang beriman kepada Allah, dengan sendirinya harus mengerjakan semua perintah-Nya, kita pun dituntut membantu mereka, dalam hal ini salah satu diantaranya ialah membayar zakat. Bila ini kita kerjakan, tentu akan timbul keserasian antara pikiran, perasaan, kelakuan dan keimanan. Bila keserasian itu ada, tentu kita bisa menikmati adanya kesehatan mental pada diri kita.
  • Terciptanya penyesuaian diri berlandaskan iman dan taqwa. Apabila zakat dipandang dari segi sosial, maka ia mempunyai arti yang amat besar bagi kemanusiaan. Penderitaan fakir miskin yang hidup dalam serba kekurangan, menggugah rasa santun di hati orang beriman, dan mendorongnya untuk membantu dalam meringankan penderitaan mereka. Ia merasa, bahwa dalam hartanya tersimpan sebagian hak orang miskin.
Kelakuan orang yang sehat mentalnya, selalu membawa kepada kelegaan bagi orang lain. Tindakannya wajar, ikhlas dan menyenangkan, sebab ada keserasian antara pikiran, perasaan, kelakuan dan keimanan.
Bagi orang yang tidak sehat mentalnya, pikiran, perasaan dan keimanannya tidak serasi, kelakuan dan tindakannya akan tampak tidak ikhlas atau tidak wajar. Misalnya, jika ia mengeluarkan zakat atau sedekah, masih mencari-cari imbalan yang harus diperolehnya dari sedekah yang diberikannya itu.
  • Tercapainya kehidupan bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Ini berarti bahwa manusia dalam kehidupan pribadi dan sosialnya selalu mengacu kepada ketentuan agama, agar semua tindakan dan langkahnya dalam kehidupan tidak ada yang melanggar ketentuan agama. Dengan demikian ia dapat mencapai kehidupan yang bermakna, berguna dan membawa kepada kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Dalam hal manfaat menunaikan zakat bagi seorang muzakki (orang yang melaksankan zakat), memberikan kelegaan dan kepuasan batin, karena ia denga hartanya dapat membantu orang miskin dalam mengatasi penderitaannya. Ia semakin merasakan bahwa hidupnya bermakna, sehingga meningkatkan kesehatan mentalnya.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa manfaat mengeluarkan zakat adalah menjadikan hidup bersih, hartanya pun bersih, serta ia menikmati kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani.
   



1 comment:

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    ReplyDelete