Saturday, September 24, 2016

Pengertian Likuiditas Bank, dan Mekanisme Pengelolaan Likuiditas di Bank Syariah.



Pengertian likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang jatuh tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga bank, berarti kemampuan bank setiap waktu untuk membayar utang jangka pendeknya apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait. Jadi, yang dimaksud likuiditas di sini adalah kemudahan mengubah aset menjadi uang tunai dari masing-masing bank yang bersangkutan.

Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal di bawah ini :

  • Posisi seimbang (Squere), di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan dana yang tersedia.
  • Posisi lebih (Long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang tersedia; dan
  • Posisi kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana.

Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Bila terjadi kelebihan, maka hal itu di anggap sebagai keuntungan bank. Sedangkan apabila terjadi kekurangan likuiditas, maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan tersebut.

Mekanisme Pengelolaan Likuiditas di Bank Syariah

Transaksi pembayaran dalam aktifitas perbankan dilakukan melalui mekanisme kliring, dengan membebankan rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia (BI). Apabila dalam pelaksanaan, saldo bank menjadi kurang dari Giro Wajib Minimum (GWM), maka bank atau kantor cabangnya dikenakan kewajiban membayar. Untuk ketentuan mengenai besarnya, mata uang dan mekanisme GWM bagi bank umum syariah, kini telah ada pengaturannya tersendiri, yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Bagi bank syariah yang mengalami kekurangan dana dapat menerbitkan sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) yang merupakan sarana penanaman modal bagi bank syariah maupun bank konvensional. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PBI No. 2/8/PBI/2000. Sertifikat IMA adalah satu-satunya peranti yang digunakan dalam operasional Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).

Dalam aktivitas PUAS, transaksi pembayaran juga dilakukan melalui mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro bank syariah yang bersangkutan di Bi. Ketentuan mengenai kliring ini diatur dalam PBI No. 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000, tentang kliring bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah bank umum konvensional.

Kliring bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional (UUS BUK) dan GWM intinya mengatur teknis pendukung mekanisme PUAS, misalnya memgenai jumlah rekening yang harus ada di BI bagi masing-masing BUS maupun UUS BUK dan penanganan saldo giro negatif untuk kegiatan usaha konvensional dan usaha syariah. Sedangkan untuk menjaga kestabilan moneter bank syariah peserta PUAS, BI menyerap kelebihan likuiditas bank-bank syariah melalui penertiban Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang didasari pada prinsip wadiah (titipan). Untuk mengatasi mismatch (kekurangan arus dana masuk dari arus dana keluar) pada aktivitas bank syariah kesehariaannya dapat di atasi dengan melalui Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi bank syariah (FPJPS).   

No comments:

Post a Comment