Wednesday, September 14, 2016

Pengertian dan Hakikat Otonomi Daerah, Serta Pendapat Para Ahli.



Istilah otonomi daerah bukan merupakan hal yang baru bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia sebab sebetulnya sejak Indonesia merdeka sudah kita kenal Komite Indonesia Daerah (KNID), yaitu suatu lembaga yang menjalankan pemerintah daerah dan melaksanakan tugas rumah tangga daerahnya. Kata otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos, yang berarti sendiri, dan nomos berarti aturan. Jadi, otonomi daerah berarti aturan yang mengatur daerahnya sendiri.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurus asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi yang luas diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat beberapa pengertian yang perlu kita pahami terlebih dahulu, diantaranya sebagai berikut.
  1. Pemerintah pusat adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara RI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
  3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  4. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
  5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
  9. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
  10. Peraturan daerah adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten kota.
  11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan bupati/wali kota.
  12. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  13. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggran berikutnya.
  14. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
  15. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Selanjutnya, khusus yang terkait dengan masalah desentralisasi ini, Cheema dan Rondinelli membagi menjadi empat tipe, yaitu desentralisasi politik yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat; desentralisasi administrasi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien; desentralisasi fiscal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana; dan desentralisasi ekonomi, bertujuan untuk lebih memberikan tanggung jawab yang berkaitan dengan sektor publik dan sektor privat.

Berawal dari ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah kemudian ditindaklanjuti dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dalam pelaksanaannya ternyata mendapat tanggapan yang beraneka ragam dari masyarakat, baik kritikan positif maupun negatif.

Di antara berbagai tanggapan yang muncul di masyarakat ternyata banyak yang menolak diberlakukannya UU tersebut karena rakyat dianggap belum mampu melaksanakannya secara utuh, terlebih pelaksanaannya dinilai tergesa-gesa/mendadak. Sebagai akibatnya, UU No. 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah.

Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang tersebut bertujuan mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh karena itu, UU ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan/atau kota, sedangkan daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas. Menurut undang-undang ini, pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan/atau daerah kota didasarkan atas asas desentralisasi dalam wujud otonomi yamg luas, nyata, dan bertanggung jawab.      

    

No comments:

Post a Comment