Thursday, July 21, 2016

Ragam Puisi IV. Dilihat dari Bentuk dan Isinya Serta Contohnya. Puisi Objektif, Kongkret, Subjektif, Pastoral, Humor dan Puisi Idyl.


Puisi Objektif

Mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair. Karena itu, puisi ini sering juga disebut dengan puisi interpersonal. Puisi-puisi naratif dan deskriptif, biasanya masuk kategori puisi yang demikian karena bersifat menceritakan dan melukiskan, baik kejadian, peristiwa, seting, maupun aspektualitas kehidupan lainnya. Contoh:

Buruh yang Amat Sabar

Seorang buruh yang sabar tersenyum meski upahnya selalu dikurangi
tiap bulan. Ia bersyukur
bisa mengisi hari-harinya
dengan kerja
Suatu hari upahnya menyusut
sampai ke angka nol
ia pun mengangguk pasrah
tanpa niat protes sedikitpun
"Bulan depan ganti kau
yang membayar aku,"
kata majikannya garang
"Baik Insya Allah kubayar," jawabnya
Ia pulang dengan langkah segar
tapi istri dan mertuanya marah
"Masa kerja sebulan
tidak mendapat upah" hardik mereka
Hari berikutnya ia tetap bekerja
lebih rajin dibanding temannya
iapun menyukai lembur
menggantikan temannya yang sakit.
Di awal bulan ia tidak mendapat upah
Justru ia yang membayar majikannya
"Bagus darimana kamu dapatkan uang ini?"
"Dari berhutang tetangga".
Sampai rumah kembali
Istri mertus, dan anak-anaknya
marah sambil menangis
"Tuhan kenapa kau turunkan juga
leleki tolol seperti ini". keluh istrinya
Ia tersenyum, tapi kaget
waktu terdengar letusan dan asap yang menggumpal
diikuti api yang berkobar
"Pabrik tempatmu bekerja terbakar," kata orang-orang
Ia termenung heran campur pedih
"Aku selalu mengampuni majikanku
dan mendoakan agar selamat. Tapi Tuhan
ternyata berkehendak lain," bisiknya.
Oleh Mustafa W. Hasyim

Puisi Kongkret

Merupakan puisi dalam kategori puisi kontemporer. Biasanya mengandalkan visualisasi kongkret, bentuk tipografisnya sebagai sarana dalam menyampaikan pesan di dalamnya. Contoh.
DOA
A
AAAAAAA
AAAAAAAAAAAAA
   AAAAAAAAAAAAAAAAAA
AMIN
Indonesia Tera, 2001:39

Puisi Subjektif

Puisi ini sesungguhnya merupakan puisi personal, yang mengandalkan pada ekspresi personal penyairnya. Puisi demikian biasanya mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana batin penyairnya. Contoh Suminto A. Sayuti memggambarkan dalam puisi.

Malam Tamansari

Penjaga malam itu datang tatkala rembulan
jatuh dipuncak tembok temugelang. Aku pun
bergegas masuk ke dalam mata cincin jari
manismu, nimas. Orang-orang ribut, "Malingsakti,
malingsakti, dimana engkau sembunyi".
Keraguan muncul melimuti kalbumu. "Lepas
dan berikan buat tumbal pageblug negeri, pipi
ini lebih nikmat di elus telanjang jari. "Aku pun
bergegas sembunyi di ikat sanggul rambutmu.
Engkaupun bergegas berbisik, "Malinghati, malinghati
Kepadamu selamanya aku bakalan mengabdi" lalu sepi
Penjaga malam itu pergi tatkala rembulan jatuh
di pundak tembok temugelang, Akupun bergegas
keluar dari persembunyian. "Surtikanti,
leleki sejati tak pernah cidra ingjanji". Lalu sepi
Pakem, 1989
Horison XXXXI No. 3/2007, maret, hal 123

Puisi Pastoral

Jenis puisi ini merupakan puisi lirik yang berisi penggambaran kehidupan kaum gembala atau petani di sawah, nadanya biasanya sendu atau nostalgik, merindukan kehidupan padang gembalaan di masa muda. Contoh puisi jenis ini seperti yang ditulis oleh Stiawan ZA yang meratapi kehilangan keseimbangan ekosistem hutan.

Elegi Hutan dalam Dua Bagian

1
Hutanku tak lagi tumbuh. Tak ada
waktu yang terbit dari hati alam
sejak engkau membawa pergi nadanya
lalu burung-burung terbang ke mana? hujan akan
muara dimana? Longsor akan menenggelamkan siapa?
o, teror apalagi yang akan aku dengar? Aku begitu
dungu untuk mengerti arti pepohonan
padahal di belantaranya telah kuhirup
berjuta waktu yang mengalir
menggemakan bahasa mawar Illahi
Karena anak alam, akupun setia ziarah
tapi mengenang belantara demi belantara
yang kini telah pergi, aku makin perih dibakar
matahari o, aku dahaga,
dahaga!
tapi akan kulunasi dengan apa perihku
ini sebab matahari selalu melarikan hujan
dan meninggalkan tanah yang luka!

2
Pohon-pohon mengeran, di ranting-rantingnya kudengar
tangis yang mengabarkan swalayan dan hotel
dan lapangan golf,
tanpa angin, o matahari kian bebas membakar
daun-daun hingga gugur.
tapi siapa berani menuduhmu membunuh belantara itu?
Dan seterusnya.............
Lampung 1992
Dikutip dari "Cerita darui hutan bakau"
(Ed F. Rahardi 1994:89)

Puisi Humor

Puisi ini mencari efek humor, baik dalam isi maupun teknik sajaknya. Puisi jenis ini menekankan mutunya pada segi kecerdasan (wit) penyair dalam mengolah kata dan mempermainkannya. Puisi humor, karena itu, seringkali dikategorikan ke dalam puisi kontemporer. contoh:

Sahadat

aku bersaksi
tak ada pangeran
yang naik kuda
selain pangeran Dipanegara
dan
aku bersaksi tak ada Muhammad 
yang jago tinju selain Muhammad Ali

 

Puisi Parodi

Merupakan puisi lirik yang berisi ejekan (mirip dengan satire) tetapi ditujukan kepada karya seni. Dalam puisi ini, karya seni yang menjadi yang menjadi sasaran biasanya dipermainkan arti dan bentuknya sehingga tercapai efek humor dan sekaligus ejekan terhadap karya yang bersangkutan. Contoh puisi parodi adalah:

Proklamasi 2

Kami bangsa Indonesia 
dengan ini menyatakan
kemerdekaan Indonesia
untuk kedua kalinya
hal-hal yang mengenai
hak asasi manusia,
utang piutang
dan lain-lain
yang tak ada habis-habisnya
INSYA-ALLAH
akan habis
diselenggarakan
dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya
Jakarta 25 Maret 1992
Atas nama bangsa Indonesia
Boleh siapa saja.

Puisi Idyl

Puisi ini berisi tentang nyanyian kehidupan di pedesaan, perbukitan, pegunungan, dan padang-padang, penulisannya bergaya puisi lama karena dipadukan dengan gaya pantun :

Gadis Itali

Buat Sivana Maccari
Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Jika musimmu tiba nanti
Jemputlah abang di teluk Napoli
Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Sedari abang lalu pergi
Adik rindu setiap hari
Kerling danau dipagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Andai abang tak kembali
Adik menunggu sampai mati
Batu tandus di kebun anggur
Pasir teduh di bawah nyiur
Abang lenyap hatiku hancur
Mengejar bayang di salju gugur.
Dalam sajak, 1955:9





No comments:

Post a Comment