Puisi Deskriptif
Puisi ini merupakan puisi yang menekankan pada impresi penyair atau realita benda, peristiwa, keadaan, atau suasana yang dinilainya menarik bagi seorang penyair. Puisi-puisi demikian biasanya beraliran impersionistik. Contoh yang menyorot derita kemiskinan akut di Indonesia, dapat saudara lihat di bawah ini.
Statis
Seorang lelaki kecil memungut sampahdi tepi jalan sambil memetik air mataunutuk disematkan di pipinyatapi statis di kepalnya isyaratkan kematiankematian akan mimpinya untuk hidupdi bawah ruang matahari, di rindang cahaya bulania membaca isyarat buruk di kelopak mata ibunya"Mak" sapanya "apa yang kau sisakandari perjalanan sesak di gubuk kumuh ini?"sang ibu hanya menjawab dengan gelengania mengerti. bagaimanapun jawab tak akan menghiburnyasebagai orang kebanyakan yang tak ditunangkanoleh dengun reformasiia hanya menyisakan mimpi pada aliransungai gubuk kumuh yang memberinya gerakStatis telah menyengat dadanya ia sadar, bahwa menjadiwarga bernama Indonesia tak lebih nyaman dari Irak karenaia hanya riak dalam gemuruh bangsa penuh ombak ia hanyaasa yang menyisakan asa kehidupan: statis di kepala anaknyadan statis di dada ibunya (setiap subuh menasbihkan hidupdengan doa-doa yang di gantung di langit-langit kumuh gubuk kardosnya)
Rembangan Jember, 2004
Puisi Kamar
Jenis puisi ini biasanya hanya menarik apabila dibacakan seorang diri dan dilakukan dalam kamar. Artinya tidak cocok apabila dibawakan di atas panggung. Berikut kutipan puisi M. Fauzi yang menggambarkan impresi dalam akan perjumpaan.
Episode Perjumpaan
Di sini, ayat-ayat itu bertasbih perjumpaan kita:rindu yang lahir berabad, berbetah-betah di ujung batumuDi situ rambutmu tinggal sepenggalah, tergerai menafsir sangsi,mimpi dan luka malamku resa tak terjawab, berlaut disungai-singai hilir menuju hulu.Ditelaga itu, dimana gerimis takpernah reda memagari bunga-bunga dan rimbun pohon bertaman kupu-kupureinkarnasi lautku dan lautmuKita pun berlayar menyusuri pagar beton,mencumubui karangSambil menghitung nafas kita yang tersengalDi sini, ayat-ayat itu mentasbih perjumpaan kita jadi rindu
Sumenap, 19 Februari 2005
Horison XXXX No.4/2006 April, hal 19
Puisi Hukla
Jenis Puisi ini menarik untuk dipanggungkan contohnyaKembalikan Indonesia Padaku
Hari depan Indonesia adalah duaratus juta mulut yang menganga
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,
sebagian
Berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pimpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena
seratus juta penduduknyaHari depan Indonesia adalah satu juta orang main pimpong siangKembalikan
Indonesia
Padaku
malam dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wattHari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan teng-
gelam lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa bere-Hari depan Indonesia adalah duaratus juta mulut yang menganga,
nang-renang di atasnya
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 watt sebagianHari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang
putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian
sambil main pimpong di atas pulau Jawa yang tenggelam dan
membawa seratus juta bola lampu 15 watt ke dasar lautan,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelamKembalikan
Indonesia
Padaku
karena seratus juta penduduknya
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt
sebagian
Berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Kembalikan
Indonesia
Padaku
Dari kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.
Yayasan Indonesia, 2003:87-89
Puisi Fisikal
Puisi ini merupakan yang bersifat realistis, artinya menggambarkan suatu realita (kenyataan) dengan apa adanya. Karena itu, tentu yang dilukis bukanlah sebuah gagasan penyair tetapi apa-apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh penyairnya. Contoh puisi yang dimaksud sebagai puisi fisikal seperti yang disampaikan oleh Mustofa W Hasyim berikut
Patroli
Iring-iringan panser mondar-mandir di jalan rawan
Di seantaro sajakku.
Di sebuah sudut yang agak gelap komandan melihat
kelebat seorang demonstrasi yang gerak-geriknya dianggap
mencurigakan.
Pasukan disiagakan dan diperintahkan
untuk memblokir setiap jalan.
Semua mendadak panik.
Kata-kata kocar kacir dan tiarap seketika.
Komandan berteriak, "Kalian sembunyikan di mana penyair
kurus yang tubuhnya seperti jerangkong itu?
Pena yang baru diasahkan sangat tajam dan berbahaya.
Seorang peronda memberanikan diri angkat bicara,
"Dia sakit perut komandan,
Lantas terbirit-birit ke dalam kakus.
Mungkin dia lagi bikin aksi di sana. "Sialan!" umpat komandan
geram sekali, lalu memerintahkan pasukan melanjutkan
patroli.
Dihuruf terakhir sajakku si jerangkong itu tiba-tiba muncul
dari dalam kakus sambil menepuk-nepuk perutnya.
"Lega, "Katanya.
Maka kata-kata yang tadi gemetaran serempak
bersorak dan merapatkan diri ke posisi semula.
Di kejauhan terdengar letusan, api sedang melalap dan
menghanguskan mayat-mayat korban.
Dari repartase yang menakutkan
(Yogyakarta: benteng, 1992:10)
Puisi Platonik
Puisi ini merupakan puisi yang sepenuhnya berisi tentang hal yang bersifat spritual atau kejiwaan. MisalnyaKe Puncak Diam
Setiap langkah adalah darah
Derap gairah meramba punah
Nadi di bumi ruh ini
Jalan pendakian sunyi tak henti
Nuju puncak segala mungkin
Yang entahlah tetap mungkin
Melagukan segala nyanyi
Lagu rindu penuhduka abadi
Yang bersipogang ngngngngngggg
Dari lengang ke lengang ngngngg
Biar muaranya tetaplah punah
Tetapi alangkah indah alangkah
Setiap langkah adalah darah
Mengucap kejadian pasrah
Yang bersipongang ngngnggg
Dari lengang ke lengang ngngggg
Ke dalam jeram hati terdalam
Aliran salam ke puncak diam
Bantimurung, 30 Agustus 2003
Puisi Metafisikal
Puisi ini hakekatnya merupakan puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan dalam sebuah perjalanan (proses) menemukan Tuhannya, hal-hal yang diungkap penyair biasanya hal-hal yang metafisik, diluar jangkauan indra. Coba perhatikan puisi berikut:
Di Kuburan
Hanya bebauan dedaunan busuk
Dan serak batuan
Sekitar samara
Rumputan menggeliat
Angin mengadug
Ruh siapa yang nyasar di sana
Tempurungnya tersampar di ujung sepatu
1974 Membca makna: Dari Chairil Anwar ke
A. Mustofa Bisri Grafindo Litera Media, 2005, hal. 123-124
No comments:
Post a Comment