Monday, July 11, 2016

Berbagai Macam Gangguan Pada Lambung, Manifestasi Klinik, Diagnosa dan Pengobatannya.


DISPEPSIA

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan / gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enal/sakit di perut bagian atas yang menetap atau yang mengalami kekambuhan. Keluhan refleks gastrosefagus klasik berupa rasa panas di dada dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua yaitu : 
  1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.
  2. Dispepsia non Organik atau dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus, bila tidak jelas penyebabnya.

Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan membagi dispepsia menjadi 3 tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrium terokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik (artinya hilang-hilang)
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa kenyang saat makan
c. Mual dan muntah
d. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)

Penatalaksanaan

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat yaitu :
  1. Antasid 20-50 mgram/hr (obat kunyah). Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan mentralisir asam lambung, pemakaian obat ini sebaiknya jangan diberikan secara terus-menerus karena sifatnya hanya simptomatis, untuk mengurangi rasa nyeri.
  2. Antikolinergik. Obat yang agak selektif yaitu Pirenzepin bekerja sebagai obat antireseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28-43%.
  3. Antagonis Reseptor H2. Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dipsepsia organik atau esensial, seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini antara lain Simetidin, Roxatidin, Ranitidin, Famotidin,
  4. Penghambat pompa asam (Protonpump Inhibitor=PPI). Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir sekresi asam lambung. (obat-obat yang termasuk PPI adalah Omeprazol, lanzofrazol, dan Fatoprasol).
  5. Golongan Prokinetik. Obat yang termasuk golongan prokinetik yaitu Domperidon dan Metokloperamid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia dan refluks osefagus dengan mencegah refluks dan memperbaiki kebersihan asam lambung. 

GASTRITIS (Peradangan pada lambung)

Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung gambaran klioknis yang ditemukan berupa dispepsia atau indigesti. Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan irregularitas mukosa.

Gastritis terbagi 2 yaitu :
  1. Gastritis Akut. Merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil.
  2. Gastritis Kronis. Penyebabnya tidak jelas sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi, kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi helikobakteripilori.

 Gastritis Akut

Gastritis akut adalah lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor agresif dan akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.

Etiologi

Penyebab penyakit ini antara lain :
  1. Obat-obatan: Aspirin, Obat anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
  2. Alkohol
  3. Gangguan mirosirkulasi mukosa lambung: trauma, luka bakar, sepsis. Secara mikroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi yang berbeda. Jika ditemukan pada korpus dan fundus, biasanya disebabkan karena stress. Jika disebabkan obat AINS terutama ditemukan di daerah antrom, namun, dapat juga menyeluruh. Sedangkan secara mikroskopik terdapat erosi dengan regenerasi epitel, dan ditemukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang minimal.

 Manifestasi Klinik

Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrum, mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa melena dan kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesis lebih dalam terdapat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. Pada endoskopi, dan gambaran radiologi. Dengan kontras tunggal sukar untuk melihat lesi permukaan yang superfisial, karena itu sebaiknya digunakan kontras ganda. Secara umum peran endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis kelainan akut lambung.

Penatalaksanaan

Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya diet lambung, dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptorb H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik, antasid. Dan juga ditujukan sebagai siti protektor, berupa Sukralfat dan Prostaglandin.

Gastritis Kronis

Jelas berhubungan dengan Helikobakteripilori, apalagi jika ditemukan ulkus pada pemeriksaan penunjang.

Patofisiologi

Belum diketahui dengan pasti

Manifestasi Klinik

Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, aporeksia, nausea, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai kelainan.

Diagnosis

Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi helikobakteri pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun doudenum, mengingat angka kejadian yang cukup tinggi yaitu hampir mencapai 100%.

Komplikasi

Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12.

Penatalaksanaan

Pada pusat-pusat pelayanan kesehatan dimana endoskopi tidak dapat dilakukan, penatalaksanaan diberikan seperti pada pasien dengan syndrom dispepsia, apalagi jika tes serologi negatif. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antasidd, antagonis H2/inhibitor pompa proton dan obat-obat prokinetik.

DEMAM THYPOID

Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi usus halus sinonim dari demam tifoid dan paratifoid adalah thypoid dan paratyphoid pever, tifus dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yang sama dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan.

Epidemiologi

Demam tifoid dan paratypoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah dan jarang terjadi lebih dari 1 kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam typoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insiden tertinggi pada daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar Salmonella thypoid, sedangkan makanan yang tercemar oleh karir merupakan sumber penularan tersering di daerah non endemik.

Manifestasi Klinik

Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, disfagia atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan, demam terutama menyerang pada malam hari lebih dari 7 hari.

Dalam minggu kedua jelas, menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah kotor di tengah tetapi tepi dan ujungnya merah dan termor, bepatomegali, spenomegali, netiorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

Diagnosis

Biarkan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi bahan darah negatif tidak menyingkirkan demam tyfoid. Biarkan tinja (positif menyokong diagnosis) klinis demam tifoid. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi 01:32 atau titer antibodi H I : 640 menyokong diagnosis pada pasien dengan gambaran klinis yang jelas.

Penatalaksanaan

  1. Pemberian antibiotik, untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang tepat digunakan: a) kloramfenikal 4x250 mg hari pertama, hari kedua 4x500 mg diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam kemudian dosis diturunkan menjadi 4x250 mg selama 5 hari kemudia. b) Ampisilin/Amoxilin 50-150 mg Kg BB selama 2 minggu. c) Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu. d) Sepalospoorin generasi II dan III ialah : Cefriakson 4 gr/hari selama 3 hari. Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari. Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari. Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
  2. Istirahat dan perawatan profesional : bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan pasien harus tirah baring obsolut samapai minimal 7 hari bebas demam atau + selama 14 hari. Mobilitas dilakukan bertahap sesuai dengan kemampuan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pnuemonia hipostatik. Proteksi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urine.
  3. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif). Pertama pasien diberi diet bubur sering, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai kesembuhan klien. Namun, beberapa penelitian menujukkan bahwa pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman. Juga diperhatikan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum klien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeosstatis, sistem imun akan tetapi berfungsi dengan oftimal. Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parental total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortokosteroid selain perlu diberikan pada renjatan septik, prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan diatas.

Pengobatan Demam Typhoid pada Waktu Hamil

Tidak semua antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan tifoid pada wanita hamil. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimester ketiga karena dapat menyebabkan partue prematur, kehamilan fertus intrauterin, dan sindrom gray pada neonatus. Demikian pula dengan Tiamfenikol yang mempunyai efek teratogenik terhadap fetus namun, pada kehamilan lebih lanjut Tiamfenikol dapat di berikan. Selain itu, Kotrimoksazol dan flourokuinokor dapat diberikan.

Antibiotik yang aman bagi ibu hamil adalah golongan Penisilin (Ampisilin dan Amoxilin) dan selafosporin generasi ketiga kecuali pasien yang hipersensitif dengan obat tersebut.


 
 

No comments:

Post a Comment