Friday, July 15, 2016

Pengertian Cerita Fiksi, Ragam Fiksi (Perbedaan Cerpen dan Novel), dan Unsur-unsur Intrinsik Fiksi, Serta Pendapat Beberapa Ahli.


Pengertian Cerita Fiksi


Ada beragam konsep dan yang terkait dengan cerita fiksi (rekaan), ada yang mengatakan fiksi itu prosa. Rekaan, dan ada pula yang cerita fiksi, kata fiksi itu sendiri berasal dari kata latin fictio yang berarti pembentukan, angan-angan, khayalan Frans Mido, (1984:13). Sedangkan menurut Kamus umum Bahasa Indonesia (KUBI 2003), yang dimaksud fiksi mencakup 1) cerita rekaan seperti roman, novel, dll, 2) rekaan, khayalan tidak berdasarkan kenyataan, dan 3) pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran. M. Saleh saat medefinisikan cerita rekaan sebagai cerita dalam prosa, hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran dan penilaian tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi, ataupun pengolahan tentang peristiwa yang hanya berlangsung dalam khayalan.


Di samping itu, kita kenal istilah prosa untuk menyebutkan cerita fiksi. Prosa ktiknya kini malah  dengan sifat-sifat teks pada umumnya, jadi tidak hanya khusus dengan sifat-sifat teks pada umumnya, jadi tidak hanya khusus dengan sifat-sifat sastra, dalam pengertian kesusastaraan juga disebut dengan fiksi (fiktion), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource); sebagaimana dikaji dalam pendekatan structural dan semiotik. Dalama pengertian ini rekaan dan khayalan, sebab fiksi merupakan naratif yang isinya tidak menyarankan pada kebenaran sejarah.


Merujuk pada suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Istilah fiksi ini sering dipertentangkan dengan realitas, sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun dibuktikan dengan data emperis, Saleh (1967:117). Disinilah letak pembeda antara keduanya, kalau tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam karya fiksi adalah tokoh-tokoh peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner, pada nonfiksi keadaan sebaliknya.
Sebagai karya imajinatif fiksi menawarkan berbagai persoalan manusia dan kemanusiaan. Hidup dan kehidupan, cinta dan percintaan, alam dan kenyataan. Di sinilah, Altenbernd dan Lewis mendefinisikan fiksi sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, tetapi kadang dapat masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan-hubungan antar manusia.


Ragam prosa fiksi meliputi cerita pendek, novel, roman. Oleh Abram, prosa naratif ini disamakan dengan novel. Novel sebagai karya fiksi terbangun oleh struktur pembangunnya yakni intrinsic dan ekstrinsik. Novel menawarkan sebuah dunia, yang berisi model kehidupan ideal, dunia imajiner. Di samping, prosa fiksi kita juga mengenal fiksi ninfiksi yang mencakup 1) fiksi historis (historical fiction) yang menekankan pada aspek sejarah, 2) fiksi biografis (biographical fiction) yang memfokuskan pada aspek biografi seseorang, dan 3) fiksi ilmiah (science fiction) yang mendasar pada ilmu pengetahuan. 

Ragam Fiksi

Novel dan cerita pende (cerpen) merupakan dua bentuk karya sastra yang sering disebut dengan fiksi, perbedaan keduanya yang sangat jelas adalah pada formalitas bentuknya, panjang ceritanya, dan kedalaman isinya. Cerpen biasanya tidaklah panjang, Edgar Allan Poe-sastrawan kenamaan Amerika mencirikan cerpen sebagai sebuah cerita yang selesai dibaca sekali duduk, kira-kira berkisar setengah sampai dua jam. Nurgiantoro (2003:10), dalam cerpen sendiri masih dikenal beberapa variasi (a) cerpen yang pendek (short short story, (b) cerpen yang panjang cukupan (midle short story), dan (c) cerpen yang panjang (long short story).

Sedangkan novel jauh lebih panjang, dalam novel kebebasan pengarang lebih jauh mendalam. Adapun perbedaan dasar keduanya, dapatlah dijabarkan secara rinci :

Cerpen

  1. Plot cerpen pada umumnya tunggal, terdiri dari satu urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita akhir. Urutan peristiwa dapat dimulai dari mana saja, tidak harus dari tahap berkenalan, tokoh, atau latar. Karena berplot tunggal, maka konflik yang dibangun dan klimaksnyapun bersifat tunggal.
  2. Tema sebuah cerpen biasanya hanya satu (tunggal). Hal ini, terjadi karena plotnyapun tunggal dengan pelaku yang terbatas.
  3. Tokoh-tokoh dalam cerpen lebih sedikit jika dibandingkan dengan novel. Demikian juga dalam menghadirkan penokohannya, dalam cerpen, cenderung tidak lengkap dan "terpotong-potong" sehingga pembaca diharapkan mampu merekontruksinya sendiri.
  4. Pelukisan setting dalam cerpen tidak memerlukan detil-detil khusus tentang keadaan latar, baik tempat, waktu, dan peristiwa (suasana).
  5. Keterpaduan cerpen biasanya lebih padat

Novel

  1. Karena tidak terikat dengan panjang pendek cerita, novel memberi kebebasan kepada pengarang: umumnya memiliki lebih dari satu plot utama dan subplot-subplot, plot utama berisi konflik utama yang menjadi nadi cerita sepanjang karya; dan subplot berisi konflik-konflik tambahan yang menopang, mempertegas, dan mengintensifkan konflik utama sampai klimaks.
  2. Tema novel dapat lebih dari satu tema, yang terdiri dari satu tema utama dan tema-tema tambahan yang menopang pada tema utama.
  3. Latar dalam novel dilukiskan lebih rinci dan seksama sehingga lebih memberikan gambaran yang utuh, jelas, kongkret, dan pasti.
  4. Latar dalam novel dilukiskan lebih rinci dan seksama sehingga lebih memerlukan gambaran yang utuh, jelas, kongkret, dan pasti.
  5. Keterpaduan cerita dalam novel, meski panjang, juga memiliki keutuhan yang menggambarkan cerita secara terpadu.

Unsur-unsur Intrinsik Fiksi

Hakikat setiap karya sastra mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik. Puisi memiliki unsur luar dan dalam yang membangunnya. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik prosa fiksi adalah hal-hal atau unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam, sedangkan faktor ekstrinsik, mencakup faktor sosial, idiologi, politik, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat pakar yang mengemukakan tentang unsur pembangun karya fiksi.

Moody, mengemukakan bahwa unsur intrinsik sebuah cerita fiksi mencakup, setting, characters, narrative technique, language, dan ritme. EM. Forster, menyebutkan adanya tujuh unsur yang membangunnya: cerita, orang/tokoh, alur, fantasi, pola, dan ritme. Anton Bakker, berpendapat syarat-syarat pembangun unsur fiksi mencakup plot, setting, character, action purpot, thema, dan language.

Sedangkan Wellek & Warren, berpendapat bahwa unsur pembangun cerita fiksi itu meliputi: plot, characterization, dan setting, sementara itu Murphy, menyebutkan lain, yakni, plot, setting, ways of telling a story, characters and personilities, dan language. Dan Jakob Sumardjo, mengungkapkan unsur pembangun fiksi yang meliputi: tema, karakter, plot, point of view, setting, dan suasana.
  

No comments:

Post a Comment