Puisi Didaktik
Puisi ini merupakan puisi yang sarat dengan nilai-nilai yang dapat diambil oleh pembaca, atau penyair yang inigin menyampaikan nilai-nilai edukatif yang penting untuk dipahami pembaca. Puisi seperti ini, sangat menarik jika dipergunakan untuk menanamkan berbagai nilai, sehingga puisi demikian memang mengabdi kepada masyarakat. Puisi Taufik Ismail berikut menggambarkan jenis puisi ini. Artinya, puisi ini mengilustrasikan betapa rendahnya kualitas mengarang anak-anak Indonesia, yang tidak kreatif.
Contohnya:
Pelajaran Tatabahasa dan Mengarang"Murid-murid, pada hari senin iniMarilah kita belajar tatabahasaDan juga sekaligus berlatih mengarangBukalah buku pelajaran kalianHalaman enampuluh sembilan""Ini ada kalimat menarik hati, berbunyimengeritik itu boleh, asal membangunNah anak-anak renungkanlah, makna ungkapan ituKemudian buat kalimat baru dengan kata-katamu sendiri"Demikianlah kelas itu sepuluh menit dimasuki sunyiMurid-murid itu termenung sendiri-sendiriAda yang memutar-mutar pensil dan bolpoinAda yang melekat ibu jari di dahiAda yang salah tingkah, duduk gelisahMemikirkan sejumlah kata yang bisa serasiMenjawab pertanyaan Pak Guru itu."Ayo siapa yang sudah siap?"Maka tak seorangpun yang mengacungkan tanganKalau tidak menunduk sembunyi dari incaran guruMurid-murid itu saling berpandangan sajaAkhirnya ada seorang disuruh mau ke depanDan diapun memberi jawaban"mengeritik itu boleh, asal membangunMembangun itu boleh, asal mengeritikMengeritik itu tidak boleh, asal tidak membangunMembangun itu tidak asal, mengeritik itu boleh tidakMembangun mengeritik itu boleh asalMengeritik membangun itu asal bolehMengeritik itu membangunMembangun itu mengeritikAsal boleh mengeritik, boleh itu asalAsal boleh membangun, asal itu bolehAsal boleh itu mengeritik boleh asalItu boleh asalAsal itu boleh boleh-bolehAsal asalItu ituItu""nah anak-anak, itulah karya temanmuSudah kalian dengar 'kanApa komentar kamu tentang karyanya tadi?"Kelas itu tiga menit dimasuki sunyiTak seorangpun mengangkat tanganKalau tidak menunjuk di muka guruMurid-murid itu cuma berpandang-pandanganTapi tiba-tiba mereka bersama menyanyi:"Dang ding dung dang ding dung dang ding dungDang ding dung dang ding dung dang dung dungLeh boleh boleh boleh bolehBoleh boleh asal boleh
Nak-anak, bapak bilang tadiMengarang itu harus dengan kata-kata sendiriTapi tadi tidak ada kosa kata lain sama sekaliKalian cuma mengulang bolak-balik yang itu-itu jugaItu kelemahan kalian yang pertamaDan kelemahan kalian yang keduaKalian anemi referensi dan melarat baha perbandinganItu karena malas baca buku apalagi karya sastra"wahai pak Guru, jangan kai disalahkan apalagi dicercaBila kami tak mampu mengembangkan kosa kataSelama ini kami 'kan diajari menghafal dan menghafal sajaMana ada dididik mengembangkan logikaMana ada diajar berargumentasi dengan pendapat berbedaDan mengenai masalah membaca buku dan karya sastraPak Guru sudah tahu lama sekaliMata kami rabun novel, rabun cerpen, rabun drama,dan rabun puisiTapi mata kami 'kan nyalang bila menonton televisi.Dari kumpulan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Yayasan Indonesia, 2003:172-174
Puisi Lirik
Puisi ini berisi tentang luapan batin penyair secara individual yang merupakan pengungkapan atas pengalaman batinnya. Puisi-puisi ini banyak kita jumpai baik di masa puisi lama, baru maupun puisi-puisi mutakhir. Puisi ini mencakup puisi elegi: himne, ode, epigram, humor, pastoral, idyl, satire, dan parodi. Puisi-puisi lirik dalam perpuisian baru boleh dibilang memang kental diucapkan oleh para penyair mutakhir. Sejak kepolopiran Sapardi Djoko Damono dengan ikon puisi lirik, pengekornya ternyata muncul berbagai variasi yang kreatif dan inpresif
Dilintas Duka
Lalu muncul dilintasan duka, seorang perawan denganPita jingga di jantungnya. Aku berayun mengikuti iramaRisau, menyelubung nyali dengan rindu-rindu yangBerlipat, menyentuhi duri-duri yang mengepung usia,Mengepung lorong-lorong disetiap pestaDisetiap babak kemenangan, tak ada yang harusKutaklukkan selain waktu. Bukankah tak ada dongengYang lebih dari cinta, bukankah tak ada tembangYang lebih merdu dari igauan dari rindu. MeluluKutantang segala yang menikam, melulu kugali segalayang mencekamSegala kecembu
ruan, memenjarakan kelamin ratusanMusim. Sedang diselaras rasa takutku, telah menjamurAngka-angka yang mengusir jam dan almanak. Tak adalagi yang datng dengan perlahan, selain siput yangkuternak dihatiku, dimusim hujan, di mana puisiberjalan sempoyongan.
2004 dikutip dari Horison
no.24/2006, Februari hal 16
Puisi Naratif (Balada)
Puisi ini merupakan puisi yang berisi tentang cerita dengan perilaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita. Puisi ini sering disebut juga puisi Balada. Puisi ini menurut Jakob Sumardjo (1991:26), adalah puisi cerita yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut: bahasa sederhana, langsung, dan kongkret, mengandung unsur ketegangan, ancaman, dan kejutan dalam materi cerita, mengandung kontras-kontras yang dramatik di dalamnya, terdapat pengulangan-pengulangan untuk penegasan, mengandung kadar emosi yang kuat, sedikit dialog di dalamnya, cerita bersifat objektif dan inpersonal, sedikit sekali mengandung ajaran moral (inilah sebabnya banyak balada tentang tokoh penjahat yang berani dan melegemdaris).
Balada Sumilah
Tubuhnya lilin tersimpan di kerandaTapi halusnya putih pergi kembaraDatang yang terkabar bau kambojaDari sepotong bumi keramat di bukitMakan dari bau kemenyanSumilah!Rintihnya tersebar selebar tujuh desaDan diujung setiap rintih diserunya-Samijo! Samijo!Bulan akan berkerut wajahnyadan angin takut nyuruki atap jeramiseluruh kandungan malam pada tahuroh sumilah meratapi kungkung rindunyapada Roh Sumijo kekasih dengan belati pada mataDan sepanjang malam terurai riwayat dukabegini mulanya:Bila pucuk bambu ngusapi wajah bulanternak rebah dan bunda-bunda nepuki paha anaknyadengan kembang-kembang api jatuh peluru meriam pertamamalam muntahkan serdadu belanda dari utaraTumpah darah lelakio kuntum-kuntum delima ditebas belatidan para pemuda beribukan hutan jatitertinggal gadis terbawa hijaunya warna sepiDemi hati berumahkan tanah ibudan pancuran tempat bercintaSamijo berperang dan mewarnai malamdengan kuntum-kuntum darahperhitungan dimulai pada mesiu dan kelewangterkunci pintu jendelagadis-gadis tertinggal menaikkan kain dadangeri mengepung hidup hari-hariSegala perang adalah keturunan dendamsumber air pancar yang merahberbunga berwarna nafsudinginnya angin pucuk pelor, dinginnya mata bajareruntuklah semua merundukbahasa dan kata adalah batu yang dungumaka satu demi satu meringkas rumah-rumah jadi abudan perawan-perawan menangis malamnya tak ternilaikarena musuh tahu benar arti darahmemberi minum dari sumber tumpah ruahnyawanya kijang diburu terengah-engahWaktu siang mentari menyadap peluhdengan bongkok berjalan nenek suci Hasan Alidi satu semak menggumpal daging perawanmaka diserunya bersama derasnya darah-Siapa kamu?-Daku Sumilah daku mendukung duka!Belanda berbulu itu mengbongkar pintuDikejar daku putar-putar sumur tapi kukibas dia.-Duhai diperkosanya dikau anak perawan!-Belum lagi! Demi air darahku merah: belum lagi!Takutku punya dorongan tak tersangkatersungkur ia bersama nafsunya ke sumur.Tubuhmu lilin tersimpan di keranda tapi halusnya putih pergikembara rintihnya tersebar selebar tujuh desa dan di ujungsetiap rintih diserunya:-Samijo! Samijo!Matamu tuan begitu dingin dan kejampisau baja yang menggorek noda dari dadadari tapak tanganmu angin nafas nerakamendera hatiku berguling lepas dari ronggabulan jingga, telaga kepundan jinggaranting-ranting pokok araterbencana darahku segala jinggaHentikan, Samijo! Hentikan, ya tuan!bang-lubang
Dikutip dari menulis kreatifSutejo, 2008:13-17
Puisi Epik (Epos)
Puisi ini merupakan puisi yang didalamnnya bercerita tentang kepahlawanan, biasanya berkaitan dengan legenda, kepercayaan, maupun historis sebuah bangsa. Puisi ini masih dibedakan menjadi 2 yakni folk epic dan literary epic. Jenis pertama merupakan puisi yang bila nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan, sedangkan yang kedua, kebermaknaan nilai akhir puisi itu menarik untuk dibaca, diresapi, dan dipahami makna yang terkandung di dalamnya.
Puisi Fabel
Puisi yang berisi tentang cerita kehidupan binatang untuk menyindir atau memberi tamsil kepada manusia. Tujuan fabel adalah memberikan ajaran moral. Misalnya:
Sajak Seumur Hidup
Diantara padi dan tikus
Aku pilih jadi tikusnya
Di antara tikus dan ular
Aku pilih jadi ularnya
Di antara ular dan elang
Aku pilih jadi elangnya
Di antara elang dan harimau
Aku pilih jadi harimaunya
Di antara harimau dan harimau mati
Aku pilih jadi harimau mati
Di antara harimau mati dan bakteri pembusuk
Aku pilih bakter pembusuk
Di antara harimau busuk dan tanah subur
Aku pilih tanah subur
Di antara tanah yang subur dan padi
Aku pilih jadi padinya
Agung Budi
Pustaka sastra, 1994:3
No comments:
Post a Comment