Pengertian mafqud
Mafqud adalah orang yang sudah
lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak diketahui kabar beritanya,
dan tidak seorang pun mengetahui, apakah masih hidup atau sudah mati.
Pemberian warisan kepada mafqud dari orang lain
Karena mafqud tidak diketahui
kondisinya, apakah masih hidup atau sudah mati, maka hal ini menuntut adanya
hukum pembagian waris yang diberlakukan bersama dengan landasan pokok dalam
pembagian warisan. Yaitu syarat bahwa ahli waris masih hidup pada waktu orang
yang memberikan warisan meninggal dunia.
Dengan demikian, hukum yang
berlaku baginya sejalan dengan keadaan yang dialaminya. Sehingga tidak dapat
dipastikan tidak mendapatkan warisan, karena masih ada kemungkinan hidup. Juga
tidak pula dapat dipastikan mendapat warisan, karena ada kemungkinan sudah
meninggal dunia, tetapi bagiannya ditahan terlebih dahulu sehingga berita
mengenai dirinya jelas.
- Jika ternyata dia masih hidup, maka dia boleh mengambil bagiannya yang ditahan.
- Jika dengan bukti kuat dinyatakan telah meninggal dunia setelah meninggalnya muwarrits (orang yang memberikan warisan), maka bagiannya yang ditahan itu diberikan kepada ahli warisnya.
- Jika dengan bukti kuat dinyatakan telah meninggal dunia sebelum meninggalnya muwarrits, maka dia tidak berhak mendapatkan sesuatu dari harta yang ditahan tersebut, dan harta yang ditahan itu diberikan kepada ahli waris muwarrits.
- Jika seorang hakim dengan bukti-bukti kuat menetapkan kematian mafqud, maka si hakim melihat kembali hak si mafqud pada tanggal kematiannya.
Dalam hal ini berlaku baginya
hukum-hukum yang telah disebutkan di atas.
Dengan pengertian, jika tanggal
kematian si maqfud itu lebih awal dari tanggal kematian muwarrits, maka dia tidak berhak mendapatkan sesuatu pun dari harta
warisan yang ditahan, sedangkan harta warisan tersebut dikembalikan kepada ahli
waris muwarrits. Sebaliknya, jika
tanggal kematian si mafqud setelah tanggal kematian muwarrits, maka harta warisan yang ditahan itu diberikan kepada
ahli waris si mafqud.
Pembagian warisan dari mafqud kepada orang lain
Mengenai harta kekayaan, hukum
pokok dari yang berlaku terhadap orang hilang (mafqud) menetapkan bahwa dia
dianggap hidup, dan harta kekayaan itu masih tetap berada dalam tanggung
jawabnya sehingga berita mengenai dirinya benar-benar jelas, baik dia kembali
dalam keadaan hidup maupun melalui penetapan hakim yang dinyatakan mati.
- Jika dia kembali dalam keadaan hidup sebelum kematiannya ditetapkan oleh hakim, maka dia berhak mengambil seluruh harta kekayaan. Jika ada seseorang yang mengambil sedikit darinya dengan cara yang tidak dibenarkan, maka dia bertanggung jawab atas apa yang diambilnya.
- Jika hakim menetapkan kematiannya berdasarkan bukti-bukti kuat, sehingga dia dianggap telah meninggal dunia sejak tanggal yang ditetapkan hakim, maka ahli waris yang masih hidup pada tanggal tersebut berhak mewarisi seluruh harta kekayaan si mafqud tersebut. Dengan demikian, jika seseorang dari ahli waris tersebut meninggal dunia sebelum tanggal kematian si mafqud, maka dia tidak berhak mendapatkan sedikit pun dari warisan yang ditinggalkan.
Yang dijadikan pegangan di sini bukanlah waktu pengeluaran keputusan hakim, tetapi waktu yang penetapan tanggal kematian si mafqud oleh hakim. Artinya, jika suatu ketetapan hakim mengenai kematian si mafqud dikeluarka pada tanggal 1 Januari 1995, menyatakan bahwa dia meninggal pada tanggal 1 Januari 1990, maka si mafqud tersebut tidak dianggap mati sejak tanggal dikeluarkannya ketetapan itu (1 Januari 1995), tetapi dianggap mati sejak tanggal 1 januari 1990.Jika ahli waris si mafqud ini pada tanggal 1 Januari itu ternyata masih hidup, maka dia berhak mendapatkan warisan meskipun dia meninggal sebelum dikeluarkannya ketetapan hakim tersebut. Dan jika ada di antara ahli warisnya meninggal pada tanggal 1 Januari 1990, maka dia tidak berhak mendapatkan sedikit pun dari harta waris meskipun dia masih terlihat hidup sebelum dikeluarkannya ketetapan hakim.
- Jika kematiannya ditetapkan hakim dengan perkiraan yang berdasarkan pada indikasi-indikasi yang mengarah kepada kematiannya dan juga sumber-sumber yang dapat memperkuat kematiannya, dimana hal itu dilakukan setelah adanya pencarian dan investigasi dengan berbagai cara terhadap keberadaannya, tetapi tidak ditemukan bukti-bukti yang pasti, maka dalam hal ini si mafqud dianggap sudah meninggal dunia dari tanggal dikeluarkannya ketetapan mengenai kematiannya, karena ketetapan tersebut dibuat berdasarkan anggapan semata dan bukan dari hasil penemuan yang menunjukkan kepada kematian yang sebenarnya. Dengan demikian, jika ada ahli waris yang masih hidup ketika ada ketetapan hakim mengenai kematiannya, maka dia mendapatkan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan si mafqud. Dan ahli waris yang masih hidup, kemudian dia meninggal dunia sebelum ketetapan hakim, maka dia tidak berhak mendapatkan sedikit pun dari harta warisan tersebut. Secara umum dapat dikatakan, jika hakim menetapkan kematian si mafqud, maka harta peninggalannya dibagikan kepada ahli warisnya. Sedangkan isterinya juga tetap harus menjalani masa 'i‘dahnya. Dan jika si mafqud kembali setelah ketetapan hakim tersebut, maka dia boleh mengambil seluruh harta kekayaannya itu dari seluruh ahli warisnya. Dan jika mereka semua telah membelanjakan seluruh atau sebagian harta kekayaannya itu, maka dia tidak berhak menuntut sedikit pun dari yang telah dibelanjakan tersebut, karena tindakan mereka membelanjakan harta tersebut berdasarkan ketetapan yang legal.
Kapan hakim dapat memberi putusan tentang kematian si mafqud
Para fuqaha telah berbeda
pendapat mengenai jangka waktu yang dapat dijadikan pedoman mengeluarkan
putusan kematian si mafqud. Mengenai hal ini telah diriwayatkan dari Umar bin
Khattab Ra, dia mengatakan:
“Setiap perempuan yang ditinggal pergi suaminya yang dia tiada mengetahui dimana suaminya, maka dia menunggu 4 (empat) tahun. Kemudian ber’iddah 4 (empat) bulan 10 (sepuluh) hari, dan setelah itu dia menjadi halal.” HR. Malik.
Menurut Abu Hanifah, Malik dan
Syafi’i tidak perlu adanya penentuan masa tertentu, tetapi hal itu berpulang
kepada ijtihad hakim setiap saat. Dan menurut Imam Ahmad, jika kepergiannya itu
berisiko kematian yang cukup besar bagi dirinya, maka setelah dilakukan
pencarian yang cukup serius dapat diputuskan kematiannya, yaitu setelah berlalu
dari empat tahun, karena kemungkinan besarnya telah meninggal dunia, sehingga
menyerupai dengan berlalunya masa dimana dia tidak akan hidup dalam kondisi
seperti itu.
Apabila kepergiannya tidak
berisiko besar terhadap kematiannya, dan besar kemungkinan berada dalam keadaan
selamat, maka permasalahannya diserahkan kepada hakim untuk diputuskan kematiannya setelah waktu tertentu menurut
perkiraannya dan setelah dilakukan pencarian yang serius terhadap dirinya
sendiri dengan berbagai macam cara yang dapat menjelaskan keberadaannya, hidup
atau mati.
Penulis kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah, mengenai orang
hilang yang resiko kematiannya tidak besar, mengatakan: “Harta kekayaannya
tidak boleh dibagikan dan isterinya juga tidak boleh menikah sehingga
kematiannya benar-benar diyakini, atau telah berlalu darinya masa yang dia
tidak mungkin hidup pada masa yang sama. Yang demikian itu berpulang kepada
ijtihad hakim.” Demikian ini termasuk pendapat Imam Syafi’I, Muhammad bin
Hasan, pendapat itu yang terkenal dari Imam Malik, Abu Hanifah, dan Abu Yusuf.
Cara membagikan harta warisan yang di antara ahli warisnya terdapat mafqud
Harta warisan yang di antara ahli
warisnya terdapat mafqud dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pertama: Pembagian yang dilakukan dengan perkiraan si mafqud masih
hidup, sehingga bagiannya ditahan terlebih dahulu.
Kedua: Dengan perkiraan bahwa si mafqud telah meninggal dunia.
Dengan demikian, setiap ahli waris mendapatkan lebih sedikit dari dua
perkiraan, laki-laki atau perempuan. Sehingga menjadi jelas berita mengenai
keberadaan si mafqud. Jika si mafqud menghijab
semua atau sebagian ahli waris dengan hijab hirman, maka mereka semua
terhijab olehnya. Sedangkan yang tidak terhijab olehnya boleh mengambil bagian
warisannya secara penuh.
No comments:
Post a Comment