Pengertian Hudud
Kata Hudud adalah bentuk jamak dari kata hadd yang berarti batas.
Hudud menurut bahasa artinya adalah larangan. Sedangkan menurut istilah ia berarti hukuman yang telah ditentukan, sebagai hak Allah.
Sebagian ulama telah menyimpulkan bahwa terdapat tujuh belas perbuatan yang mengharuskan pelakunya diberikan hudud, diantara perbuatan itu ada yang sudah menjadi kesepakatan para ulama seperti murtad, perampok selama belum bertaubat, berzina, qadzaf (menuduh zina), minum minuman keras baik memabukkan atau tidak, dan mencuri.
Sedangkan yang masih terdapat perbedaan pendapat adalah mengingkari sesuatu yang diketahuinya, meminum minuman yang memabukkan selain khamar, qadzaf selain pada zina, lari dari peperangan sebelum dia bertaubat padahal dia mampu, menyetubuhi hewan, menyebarluaskan qadzaf (tuduhan berzina) dan liwath (homoseks), menyetubuhi perempuan dengan kera atau hewan-hewan lainnya, sihir, meninggalkan shalat karena malas, dan berbuka puasa di siang hari pada bulan Ramadhan tanpa adanya alas an yang dibenarkan oleh syari’at. Kesemuanya itu berada di luar ketentuan yang telah disyari’atkan Allah, yang di dalamnya juga ditetapkan perang, seperti misalnya suatu kaum yang meninggalkan zakat, kaum tersebut harus diperangi.
Al-Raghib mengatakan: “Hudud diartikan juga sebagai perbuatan maksiat itu sendiri, sebagaimana firman Allah Swt: ‘Demikian itulah larangan Allah, maka janganlah kalian mendekatinya.’ (Al-Baqarah: 187). Dan juga berarti suatu ketentuan (hukum), misalnya firman Allah Swt: ‘Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepada dirinya sendiri.’ (Ath-Thalaq:1). Seakan-akan apa yang dipisahkan oleh ayat tersebut antara halal dan haram disebutnya sebagai hudud.”
Kewajiban memberlakukan Had
Allah Swt berfirman : (QS
An-Nuur: 2)
Disebutkan pula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim dimana mereka menshohihkan hadis tersebut bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Barang siapa yang syafa’at (pertolongan)nya menjadi penghalang bagi satu dari hukuman-hukuman yang telah ditetapkan Allah, maka dia merupakan penentang Allah dalam urusan-Nya.”
Dalam kitab Fiqhu As-Sunnah, Sayyid sabiq mengatakan: “Terkadang orang tidak
memperhatikan pelanggaran yang telah dilakukan oleh si tertuduh. Sebaliknya
hanya menunjukkan perhatiannya pada bentuk hukuman yang dikenakan atas diri
orang tersebut. Tentu saja akan timbul rasa kasihan. Tetapi Al-Qur’an
menetapkan bahwa sikap seperti ini bertentangan dengan iman, karena iman itu
menghendaki kesucian dari dosa-dosa dan menuntun seseorang atau suatu
masyarakat kea rah budi pekerti yang luhur dan kuat.
Pemberian Syafa’at Dalam Hudud
Perlu diketahui perempuan
muslimah, bahwa pemberian syafa’at dalam
menjalankan hudud itu sama sekali
tidak diperbolehkan. Karena, hudud
itu merupakan hokum Allah Swt yang tidak boleh dilanggar oleh seorang pun, baik
yang mempunyai kedudukan tinggi atau rendah, berkulit hitam atau putih. Sebab
semua manusia itu sama di hadapan hukum Allah.
Dari Aisyah Ra, dia menceritakan: “Orang-orang Quraisy merasa kebingungan dengan masalah seorang perempuan Makhzumiyah yang mencuri. Mereka menawarkan : ‘Siapakah yang akan membicarakan masalah kepada Rasulullah?’ Mereka mengatakan: ‘Tidak ada yang berani melakukan hal itu kecuali Usamah bin Zaid, dia adalah orang kecintaan Rasulullah.’ Lalu Usamah membicarakan hal itu kepada Rasulullah. ‘Apakah kamu bermaksud memintakan pertolongan (keringanan) terhadap salah satu hukum Allah? Tanya Rasulullah. Selanjutnya beliau berdiri dan berpidato. ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kehancuran generasi sebelum kalian adalah karena jika orang mulia dari kalangan mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Tetapi jika orang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka menegakkan had (hukuman potong tangan) atasnya. Demi Allah, sekiranya Fatimah puteri Muhammad mencuri, maka akan aku potong tangannya.” HR. Bukhori dan Muslim.
Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya , dari kakeknya, bahwa Nabi Saw bersabda:
“Saling memaafkanlah kalian atas hukuman-hukuman yang masih berada di tangan kalian. Manakala perkaranya telah sampai ke tanganku, maka pelaksanaan terhadap hukuman itu adalah wajib.” HR. Abu Dawud, Nasai dan Hakim.
No comments:
Post a Comment