Pengertian Hadiah
Dalam kitab Al-Hujjah Al-Balighah disebutkan, hadiah itu dimaksudkan untuk mewujudkan kasih sayang di antara sesama manusia. Dan maksud tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan memberikan balasan serupa. Suatu hadiah dapat menjadikan orang yang memberi dapat menimbulkan kecintaan pada diri penerima hadiah kepadanya.
Hukum Hadiah
Hadiah telah disyari'atkan penerimaannya dan telah ditetapkan pahala bagi pemberinya. Dalil yang melandasi hal itu adalah sebuah hadits dari Abu Hurairah Ra, bahwa Nabi Saw telah bersabda:
"Sekiranya aku diundang makan sepotong kaki binatang, pasti akan aku penuhi undangan tersebut. Begitu juga jika sepotong lengan dan kaki dihadiahkan kepadaku, pasti aku akan menerimanya." HR. Bukhori.
Dan diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari hadits Ummu Hakim Al-Khuza'iyah, dia bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak menyukai penolakan terhadap kelembutan? "Beliau menjawab: "Betapa buruknya yang demikian itu sekiranya aku diberi hadiah sepotong kaki binatang, pasti aku akan menerimanya."
Dari Khalid bin Adiy, Nabi Saw bersabda:
"Barangsiapa diberi saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak dia minta, maka hendaklah diterimanya dan jangan menolaknya. Sesungguhnya yang demikian itu rizki yang diberikan Allah kepadanya." HR. Ahmad.
Dari Aisyah Ra, dia menceritakan:
"Nabi Saw senantiasa menerima hadiah dan memberikan balasan atasnya." HR. Bukhori.
Perempuan Muslimah Boleh Memberikan Hadiah Kepada Perempuan Non Kafir.
Yang demikian itu karena Nabi Saw pernah menerima hadiah-hadiah yang diberikan kepada beliau dan beliau pun memberikan balasan atasnya.
Dari Ali Ra dia menceritakan:
"Seorang kisra pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah Saw, dan beliau menerimanya. Dan seorang kaisar juga pernah memberikan hadiah kepada beliau, beliau pun menerimanya. Bahkan para raja pernah memberikan hadiah kepada beliau, dan beliau mau menerimanya." HR. Ahmad, Tirmidzi dan Al-Bazzar.
Dari Bilal Ra, dia menuturkan bahwa dia pernah memberikan hadiah kepada Nabi Saw berupa fadak yang besar. HR. Abu Dawud.
Dari Anas Ra, bahwa Ukaidir Daumah pernah memberikan hadiah jubah dari kain sutera. HR. Bukhori dan Muslim.
Seorang raja Romawi pernah menghadiahkan kepada Nabi Saw sebuah baju kulit, lalu beliau mengenakannya. HR. Abu Dawud.
Dari Ali Ra, bahwa raja Daumah Al-Jandal pernah menghadiahkan kepada Nabi Saw baju sutera, lalu beliau memberikannya kepada Ali. Setelah itu Ali mengguntingnya menjadi sebesar kain kerudung di hadapan perempuan-perempuan dari keluarganya.
Dari Asma' binti Abi Bakar Ra, dia menceritakan, ibuku pernah mendatangiku pada masa Quraisy untuk menemuiku, dan dia adalah seorang musyrik. Lalu Asma' datang kepada Nabi Saw: "Apakah aku harus menemuinya?" "Ya. "Jawab beliau. HR. Bukhori.
Ibnu Uyainah mengatakan , lalu Allah Swt berfirman:
(QS Al-Mumtahah: 8)
Dari Ummu Salamah, bahwa Nabi Saw pernah mengatakan kepadanya: "Sesungguhnya aku pernah menghadiahkan kepada Najasyi minyak misik, dan aku tidak melihat Najasyi melainkan telah meninggal, dan tidak mengetahui hadiahku melainkan ditolak, dan jika hadiah itu dikembalikan kepadaku, maka hadiah itu untukmu." HR. Ahmad dan Thabrani.
Banyak hadits-hadits yang membahas mengenai penerimaan hadiah oleh Rasulullah Saw dari orang-orang kafir.
Tidak Boleh Mengambil Kembali Hadiah Yang Telah Diberikan
Hendaklah orang muslim ketahui bahwa menarik kembali hadiah yang telah diberikan, karena hadiah, baik menurut pengertian bahasa maupun syari'at adalah haram. Dalil yang melandasi hal itu adalah hadits Ibnu Abbas Ra, bahwa Nabi Saw pernah bersabda:"Orang yang menarik kembali hibahnya adalah seperti anjing yang muntah lalu memakan lagi muntahannya itu. "HR. Bukhori.
Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, yang keduanya telah memarfu'kan hadits ini kepada Nabi Saw, beliau bersabda:
"Tidak dihalalkan seorang muslim memberikan suatu pemberian, lalu menariknya kembali, kecuali orang tua pada apa yang telah diberikan kepada anaknya. Dan perumpamaan orang yang memberikan suatu pemberian, lalu dia menariknya kembali adalah seperti anjing yang makan sehingga jika telah kenyang anjing itu muntah, kemudian memakan kembali muntahannya itu." HR Ahmad Nasai, Tirmidzi, Abu Dawud, Hakim dan Ibnu Hibban.
Kalimat "tidak dihalalkan" yang terdapat dalam hadits di atas adalah menunjukkan pengharaman penarikan kembali suatu pemberian, tanpa harus melihat pada perumpamaan yang di dalamnya terdapat perbedaab pendapat, apakah hanya sekedar makruh atau haram.
Jumhur ulama mengharamkan hal itu kecuali dalam hibah yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
No comments:
Post a Comment