Wednesday, January 17, 2018

Hukum Pemberian Warisan Kepada Anak Yang Masih Dalam Kandungan.




Setiap anak yang lahir dalam keadaan suci dan berhak untuk mendapatkan hak-haknya diantaranya adalah hak untuk mendapatkan warisan, dan bagaimana dengan bayi yang masih dalam kandungan ibunya, apakah berhak juga untuk mendapatkan harta warisan? Lebih jelasnya mari kita simak berikut ini.

Bayi, baik yang sudah dilahirkan maupun yang masih dalam rahim ibunya , masing-masing dari keduanya mempunyai hukum tersendiri.

Bayi yang dilahirkan ibunya mempunyai tiga kemungkinan:

Pertama: Jika dilahirkan dalam keadaan hidup, maka dia mendapatkan warisan dan dapat juga memberikan warisan, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw:

“Jika anak yang dilahirkan itu menangis maka diberikan warisan.” HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah.


Demikian itu merupakan pendapat Tsauri, Auza’I, Syafi’I dan para pengikut Abu Hanifah.

Kedua: Jika dilahirkan dalam keadaan mati bukan karena penyiksaan, maka anak tersebut berhak mendapatkan warisan dan dapat memberikan warisan.

Ketiga: Jika dilahirkan dalam keadaan mati karena penyiksaan terhadap ibunya, maka dalam kondisi seperti itu si anak berhak mendapatkan warisan dan dapat memberikan warisan. Demikian pendapat para pengikut Abu Hanifah. Sedangkan pengikut Imam Syafi’I, Imam Ahmad, dan Imam Malik mengatakan: “Anak yang dalam keadaan seperti itu tidak berhak mendapatkan warisan sedikit pun, tetapi hanya memperoleh ganti rugi saja.”

Al-Laits dan Rubai’ah berpendapat bahwa janin yang dilahirkan dalam keadaan mati karena penyiksaan terhadap ibunya tidak berhak mendapatkan warisan dan tidak memberikan warisan, tetapi ibunya memperoleh ganti rugi yang dikhususkan baginya saja, karena penyiksaan itu mengenai bagian dari tubuhnya, yaitu janin, sebagaimana jika penyiksaan itu hanya mengenai tubuhnya sendiri, maka ganti rugi khusus bagi dirinya sendiri.

Anak dalam kandungan

Pertama: Anak yang dalam kandungan tidak berhak mendapatkan warisan, jika dia bukan sebagai ahli waris atau terhalang oleh ahli waris yang lain. Dengan demikian, jika seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan isteri, ayah, dan ibu yang msaih mengandung dan telah ditinggal mati suaminya, maka anak yang masih dalam kandungan ibunya itu tidak berhak mendapatkan warisan, karena statusnya belum jelas, apakah saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu.

Karena saudara laki-laki seibu tidak berhak mendapatkan warisan, jika bersamanya terdapat ushulul warits (ahli waris garis lurus ke atas), yaitu ayah.

Kedua: ditahan untuk tidak diberikan warisan kepadanya sehingga dia dilahirkan, jika dia sebagai ahli waris dan sama sekali tidak terdapat ahli waris lain, atau mungkin bersamanya ahli waris lain tetapi terhalang olehnya. Demikian menurut kesepakatan fuqaha. Juga tetap tertahan dari pemberian harta warisan, jika bersamanya terdapat ahli waris lain yang tidak terhijab olehnya, yang mana mereka semua menyatakan rela secara lantang atau tersirat untuk tidak membagi harta warisan.

Ketiga: Setiap kali ahli waris tidak mengalami perubahan pada fardh (bagian yang telah ditentukan) dengan adanya perubahan status anak yang berada dalam kandungan, dimana mereka diberikan bagiannya secara penuh dan juga diberikan sisanya. Misalnya, seorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan nenek atau isteri yang sedang hamil, maka nenek tersebut mendapatkan seperenam, karena fardhnya tidak berubah, baik anak dalam kandungan itu laki-laki maupun perempuan.

Keempat: Seorang ahli waris yang gugur pada salah satu kemungkinan pada kandungan, dan tidak gugur pada kemungkinan yang lain, maka dia tidak berhak diberikan sesuatu pun dari harta warisan, karena adanya keraguan terhadap hak perolehannya. Dengan demikian, seseorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan isteri yang sedang hamil dan saudara laki-laki, maka saudara laki-laki tersebut tidak mendapatkan sesuatu pun dari warisan, karena diperkirakan anak tersebut laki-laki. Demikian menurut jumhur ulama.

Kelima: Seseorang dari ashabul furud yang bagiannya berbeda sesuai dengan perbedaan jenis kelamin anak yang dalam kandungan tersebut, laki-laki atau perempuan, maka dia diberi lebih sedikit dari dua perkiraan, laki-laki atau perempuan. Jika anak yang dalam kandungan tersebut dilahirkan dalam keadaan hidup dan dia berhak mendapatkan bagian yang banyak, maka dia boleh mengambilnya. Sebaliknya, jika tidak berhak mendapatkannya, tetapi berhak hanya bagian yang sedikit, maka dia boleh mengambilnya, sedangkan sisanya diberikan kepada ahli waris. Jika dilahirkan dalam keadaan mati, maka dia tidak berhak mendapatkan sedikitpun dari harta warisan, dan seluruh harta warisan dibagikan kepada ahli waris tanpa memperdulikan anak dalam kandungan.

Beberapa kemungkinan yang didapat ahli waris jika bersamanya terdapat anak dalam kandungan

Jika hukum dalam pembagian warisan kepada anak yang masih dalam kandungan menentukan, bahwa bagian warisan yang terbesar diantara dua perkiraan laki-laki dan perempuan ditunda, maka pada hukum ahli waris yang bersamanya berbeda sama sekali dengan hal itu, dimana setiap ahli waris tersebut diberikan kurang dari dua perkiraan laki-laki atau perempuan. Hal tersebut berurutan sebagai berikut:

Pertama: Ahli waris yang menghalangi salah satu perkiraan saja, maka dia tetap menghalanginya sampai jelas kelamin anak yang ada dalam kandungan tersebut.

Kedua: Ahli waris yang mendapatkan bagian yang lebih sedikit pada satu perkiraan, dan mendapatkan bagian yang lebih banyak pada perkiraan lainnya, maka dia mendapatkan bagiannya secara penuh.

Ketiga: Jika ahli waris yang bagiannya tidak terpengaruh oleh jenis kelamin anak yang berada dalam kandungan, laki-laki atau perempuan, maka dia mendapatkan bagiannya secara penuh.

Keempat: Bagian furudh para ahli waris ditahan terlebih dahulu dan disimpan bersama-sama bagian anak yang dalam kandungan tersebut dibawah pengawasan seorang yang dapat dipercaya.

Kelima: Jika anak yang berada dalam kandungan itu dilahirkan dalam keadaan hidup pada waktu terbatas, maka dalam pembagian warisan bagi anak tersebut terdapat aturan. Yaitu, bagian yang ditahan baginya adalah yang lebih sedikit dari yang menjadi haknya. Sama seperti jika anak yang dilahirkan tersebut lebih dari satu, maka sisanya dikembalikan kepada ahli waris yang bagiannya mendapat tambahan. Sehingga ahli waris yang terpengaruh oleh jumlah anak yang dilahirkan tersebut boleh meminta dikembalikannya tambahan itu yang masuk kedalam bagian mereka. 

Demikianlah pembahasan ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua Amin.  


No comments:

Post a Comment