Setiap anak yang lahir dalam
keadaan suci dan berhak untuk mendapatkan hak-haknya diantaranya adalah hak
untuk mendapatkan warisan, dan bagaimana dengan bayi yang masih dalam kandungan
ibunya, apakah berhak juga untuk mendapatkan harta warisan? Lebih jelasnya mari
kita simak berikut ini.
Bayi, baik yang sudah dilahirkan
maupun yang masih dalam rahim ibunya , masing-masing dari keduanya mempunyai
hukum tersendiri.
Bayi yang dilahirkan ibunya
mempunyai tiga kemungkinan:
Pertama: Jika dilahirkan dalam keadaan hidup, maka dia mendapatkan
warisan dan dapat juga memberikan warisan, sebagaimana yang disabdakan
Rasulullah Saw:
“Jika anak yang dilahirkan itu menangis maka diberikan warisan.” HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Demikian itu merupakan pendapat
Tsauri, Auza’I, Syafi’I dan para pengikut Abu Hanifah.
Kedua: Jika dilahirkan dalam keadaan mati bukan karena penyiksaan,
maka anak tersebut berhak mendapatkan warisan dan dapat memberikan warisan.
Ketiga: Jika dilahirkan dalam keadaan mati karena penyiksaan terhadap
ibunya, maka dalam kondisi seperti itu si anak berhak mendapatkan warisan dan
dapat memberikan warisan. Demikian pendapat para pengikut Abu Hanifah.
Sedangkan pengikut Imam Syafi’I, Imam Ahmad, dan Imam Malik mengatakan: “Anak
yang dalam keadaan seperti itu tidak berhak mendapatkan warisan sedikit pun,
tetapi hanya memperoleh ganti rugi saja.”
Al-Laits dan Rubai’ah berpendapat
bahwa janin yang dilahirkan dalam keadaan mati karena penyiksaan terhadap
ibunya tidak berhak mendapatkan warisan dan tidak memberikan warisan, tetapi
ibunya memperoleh ganti rugi yang dikhususkan baginya saja, karena penyiksaan
itu mengenai bagian dari tubuhnya, yaitu janin, sebagaimana jika penyiksaan itu
hanya mengenai tubuhnya sendiri, maka ganti rugi khusus bagi dirinya sendiri.
Anak dalam kandungan
Pertama: Anak yang dalam kandungan tidak berhak mendapatkan
warisan, jika dia bukan sebagai ahli waris atau terhalang oleh ahli waris yang
lain. Dengan demikian, jika seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan
isteri, ayah, dan ibu yang msaih mengandung dan telah ditinggal mati suaminya,
maka anak yang masih dalam kandungan ibunya itu tidak berhak mendapatkan
warisan, karena statusnya belum jelas, apakah saudara laki-laki atau saudara
perempuan seibu.
Karena saudara laki-laki seibu
tidak berhak mendapatkan warisan, jika bersamanya terdapat ushulul warits (ahli waris garis lurus ke atas), yaitu ayah.
Kedua: ditahan untuk tidak diberikan warisan kepadanya sehingga dia
dilahirkan, jika dia sebagai ahli waris dan sama sekali tidak terdapat ahli
waris lain, atau mungkin bersamanya ahli waris lain tetapi terhalang olehnya.
Demikian menurut kesepakatan fuqaha. Juga tetap tertahan dari pemberian harta
warisan, jika bersamanya terdapat ahli waris lain yang tidak terhijab olehnya,
yang mana mereka semua menyatakan rela secara lantang atau tersirat untuk tidak
membagi harta warisan.
Ketiga: Setiap kali ahli waris tidak mengalami perubahan pada fardh
(bagian yang telah ditentukan) dengan adanya perubahan status anak yang berada
dalam kandungan, dimana mereka diberikan bagiannya secara penuh dan juga
diberikan sisanya. Misalnya, seorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan
nenek atau isteri yang sedang hamil, maka nenek tersebut mendapatkan seperenam,
karena fardhnya tidak berubah, baik anak dalam kandungan itu laki-laki maupun
perempuan.
Keempat: Seorang ahli waris yang gugur pada salah satu kemungkinan
pada kandungan, dan tidak gugur pada kemungkinan yang lain, maka dia tidak
berhak diberikan sesuatu pun dari harta warisan, karena adanya keraguan
terhadap hak perolehannya. Dengan demikian, seseorang yang meninggal dunia
dengan meninggalkan isteri yang sedang hamil dan saudara laki-laki, maka
saudara laki-laki tersebut tidak mendapatkan sesuatu pun dari warisan, karena
diperkirakan anak tersebut laki-laki. Demikian menurut jumhur ulama.
Kelima: Seseorang dari ashabul furud yang bagiannya berbeda sesuai
dengan perbedaan jenis kelamin anak yang dalam kandungan tersebut, laki-laki
atau perempuan, maka dia diberi lebih sedikit dari dua perkiraan, laki-laki
atau perempuan. Jika anak yang dalam kandungan tersebut dilahirkan dalam
keadaan hidup dan dia berhak mendapatkan bagian yang banyak, maka dia boleh
mengambilnya. Sebaliknya, jika tidak berhak mendapatkannya, tetapi berhak hanya
bagian yang sedikit, maka dia boleh mengambilnya, sedangkan sisanya diberikan
kepada ahli waris. Jika dilahirkan dalam keadaan mati, maka dia tidak berhak
mendapatkan sedikitpun dari harta warisan, dan seluruh harta warisan dibagikan
kepada ahli waris tanpa memperdulikan anak dalam kandungan.
Beberapa kemungkinan yang didapat ahli waris jika bersamanya terdapat anak dalam kandungan
Jika hukum dalam pembagian
warisan kepada anak yang masih dalam kandungan menentukan, bahwa bagian warisan
yang terbesar diantara dua perkiraan laki-laki dan perempuan ditunda, maka pada
hukum ahli waris yang bersamanya berbeda sama sekali dengan hal itu, dimana
setiap ahli waris tersebut diberikan kurang dari dua perkiraan laki-laki atau
perempuan. Hal tersebut berurutan sebagai berikut:
Pertama: Ahli waris yang menghalangi salah satu perkiraan saja,
maka dia tetap menghalanginya sampai jelas kelamin anak yang ada dalam
kandungan tersebut.
Kedua: Ahli waris yang mendapatkan bagian yang lebih sedikit pada
satu perkiraan, dan mendapatkan bagian yang lebih banyak pada perkiraan
lainnya, maka dia mendapatkan bagiannya secara penuh.
Ketiga: Jika ahli waris yang bagiannya
tidak terpengaruh oleh jenis kelamin anak yang berada dalam kandungan,
laki-laki atau perempuan, maka dia mendapatkan bagiannya secara penuh.
Keempat: Bagian furudh para ahli waris
ditahan terlebih dahulu dan disimpan bersama-sama bagian anak yang dalam
kandungan tersebut dibawah pengawasan seorang yang dapat dipercaya.
Kelima: Jika anak yang berada dalam
kandungan itu dilahirkan dalam keadaan hidup pada waktu terbatas, maka dalam
pembagian warisan bagi anak tersebut terdapat aturan. Yaitu, bagian yang
ditahan baginya adalah yang lebih sedikit dari yang menjadi haknya. Sama
seperti jika anak yang dilahirkan tersebut lebih dari satu, maka sisanya
dikembalikan kepada ahli waris yang bagiannya mendapat tambahan. Sehingga ahli
waris yang terpengaruh oleh jumlah anak yang dilahirkan tersebut boleh meminta
dikembalikannya tambahan itu yang masuk kedalam bagian mereka.
Demikianlah pembahasan ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua Amin.
No comments:
Post a Comment