Wednesday, October 19, 2016

Pengertian 'Ulum al-Qur'an



Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm, sebagai bentuk verbal-noun dari bahasa Arab dengan akar kata ‘alima – ya’lamu – ‘ilman, yang berarti ‘mendapatkan atau mengetahui sesuatu dengan jelas’ atau “menjangkau sesuatu dengan keadaannya yang sebenarnya. “Ia berasal dari akar kata dengan huruf-huruf ‘a, l, m, yang berarti “asarun bi al-syai’ yatamayyazu bihi ‘an gairihi,” (keunggulan yang menjadikan sesuatu berbeda dengan yang lainnya, atau sesuatu yang jelas”, bekas hati, pikiran, pekerjaan, tingkah laku, dan karya-karya) sehingga sesuatu itu terlihat dan diketahui sedemikian jelas, tanpa menimbulkan sedikit pun keraguan. Ilmu diartikan sebagai sesuatu pengenalan yang sangat jelas terhadap sesuatu objek. Allah dinamai  ‘alim atau ‘Alim karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap hal-hal yang sekecil apapun (QS al-An’am [6]:59).

Kata tersebut digunakan dalam arti “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan”. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Karena itu, kata ‘alim yang bentuk jamaknya ‘ulama’ berarti orang yang memiliki ilmu yang mendalam, baik agama maupun sains (QS al-Syu’ara’ [26]:197) dan QS Fatir [35]:28), dan pengetahuannya mampu menghasilkan khasyyah (rasa takut yang disertai penghormatan dan pengagungan kepada Allah), sehingga di mana pun mereka berada, seharusnya selalu jelas, tampak berbeda (dalam hal kebajikan) dengan orang kebanyakan. Meskipun demikian, kata ini berbeda dengan kata ‘arafa (mengetahui dan naik [ke Tuhan] disertai kesadaran, pada saat ketemu terjadi pengenalan), ‘arif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan yang menuntun sampai kesadaran adanya Tuhan). Allah tidak dinamai ‘arif tetapi ‘alim, yang berasal dari kata kerja  ya’lam (Dia mengetahui), dan biasa al-Qur’an menggunakan kata itu “untuk Allah” dalam hal-hal yang diketahui-Nya, walaupun gaib, tersembunyi, atau dirahasiakan.

Ilmu bertahap mulai dari pengetahuan, kemudian berkumpul dan bersistem hingga menjadi ilmu setelah diolah lewat metode ilmiah. Pengetahuan diperoleh dengan coba-salah (trial and error), otoritas (diperoleh dari ahlinya), spekulasi (merenung), empiris (pengalaman), berfikir (reasoning), berfikir reflektif (metode ilmiah), intuisi (wahyu).   

Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi dalam al-Qur’an dapat diketahui melalui analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. (QS al-‘Alaq [96]:1-5). Kata iqra’ pada ayat ini terambil dari akar kata yang berarti menghimpun (pengetahuan)”. Tala’ (mengucapkan huruf-huruf). Rattala (membaca dengan betul-betul dalam hubungannya dengan fungsi al-Qur’an sebagai syifa’). Darasa (mengikuti ajaran-ajaran al-Qur’an). Dari makna “menghimpun” lahir aneka makna, seperti: menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama tersebut tidak menjelaskan yang harus dibaca, karena al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi rabbik, berarti bermanfaat untuk kemanusiaan. Oleh karena itu, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Oleh karena itu, salah satu syarat membangun peradaban suatu bangsa adalah “membaca.” Semakin mantap  bacaan suatu masyarakat, semakin tinggi pula peradaban itu. Dengan demikian, tugas kaum cendekia mencari kebenaran dan membangun kualitas untuk mendekatkan diro kepada Allah dengan jalan mensejahterakan dan membahagiakan masyarakat.    

Dengan makna demikian, metode ilmu adalah “cara kerja untuk memperoleh pengetahuan”. Dalam hal ini, filsafat ilmu memperkenalkan tiga cara memperoleh pengetahuan, yaitu: dengan pengalaman (empiris), perenungan (reasoning), dan metode ilmiah. Pada sisi lain, pengetahuan terbagi menjadi tiga macam: syu’uri (rasa), yang diperoleh melalui potensi rohani; kasbi (pengalaman), yang diperoleh dari luar melalui penginderaannya; dan ladunni (limpahan), yang diperoleh melalui wahyu atau ilham.  

Pengetahuan terdiri atas: pengetahuan bisa dan pengetahuan ilmiah. Yang pertama, diperoleh melalui penemuan secara kebetulan, tradisional, otoritas, renungan, atau intuitif. Yang kedua, diperoleh dengan metode ilmiah. Metode ilmiah adalah cara kerja menemukan, mengembangkan, atau menguji pengetahuan melalui suatu proses dengan menerapkan prinsip-prinsip keilmuwan melalui langkah-langkah sebagai berikut: menetapkan masalah; dan batasan masalah; mengajukan hipotesa (bila diperlukan, menerangkan hipotesa yang telah diajukan, mengetes hipotesa dengan fakta-fakta); pengumpulan data; dan penyusunan laporan.

Al-Qur’an menggunakan kata ‘ilm dengan segala bentuk kata jadiannya sebanyak 854 kali. Antara lain, ia berarti ‘proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan’, (QS. al-Baqarah, 2:31-32). Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya.

Dalam bahasa Indonesia, ilmu berarti ‘pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dalam bidang (pengetahuan) itu.

Sedang al-Qur’an dimaksudkan disini adalah firman-firman  Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Melalui malikat Jibril guna menjadi peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hokum dalam kehidupan umat manusia menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Dengan demikian, ‘Ulum al-Qur’an sebagai suatu term ilmu pengetahuan yang terkandung dalam al-Qur’an; berkenaan dengan keadaan al-Qur’an; dan yang digunakan untuk menggali kandungan al-Qur’an. Dalam pada itu, ‘Ulum al-Qur’an berarti ‘suatu ilmu yang membahas dan menjelaskan keadaan-keadaan al-Qur’an dari segi penafsiran ayat-ayatnya, segi penjelasan maksud-maksudnya, segi sebab nuzulnya, segi nasikh mansukhnya, segi munasabahnya, segi uslub-uslubnya, segi rupa-rupa qiraatnya, segi rasm kalimat-kalimatnya, dan lain-lain yang berhubungan dengan keadaan al-Qur’an.

No comments:

Post a Comment