Friday, October 14, 2016

Fungsi Zakat sebagai Instrumen Pengentasan Kemiskinan dan Pemerataan Ekonomi yang Berkeadilan.

Islam adalah agama yang rahmatan lil'alamin. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, sejahtera, dan harmonis antara si kaya dan si miskin, kapan dan di manapun berada. Salah satu upaya Islam untuk mewujudkan kesejahteraan umat adalah mewajibkan membayar zakat bagi orang yang telah memenuhi persyaratan.

Dalam konteks inilah, zakat memiliki fungsi yang sangat penting dan strategis, yaitu sebagai instrumen pengentasan kemiskinan dan pemerataan ekonomi yang berkeadilan.

Zakat sebagai Instrumen Pengentasan Kemiskinan

Zakat merupakan instrumen pengentasan kemiskinan yang efektif, ramah pasar, dan lestari. Zakat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrumen fiskal konvensional.

Pertama, penggunaan dana zakat sudah ditentukan secara jelas dalam syariat (QS at-Taubah [9]: 60), yaitu zakat hanya diperuntukkan bagi delapan golongan (ashnaf); orang-orang fakir, miskin, amil zakat, muallaf, memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil.

Jumhur Fuqaha sepakat bahwa selain delapan golongan di atas, tidak boleh menerima zakat. Tidak ada satu pihak pun yang berhak mengganti atau mengubah ketentuan ini. Karakteristik ini membuat zakat secara inheren bersifat pro-poor. Tak ada satu pun instrumen fiskal konvensional yang memiliki karakteristik unik seperti ini. Karena itu, zakat akan lebih efektif mengentaskan kemiskinan karena alokasi dana yang sudah pasti dan diyakini akan lebih tepat sasaran (self-targeted).

Kedua, zakat memilki tarif yang rendah dan tetap serta tidak pernah berubah-ubah karena sudah diatur dalam syariat. Misalnya, zakat perdagangan dalam arti yang luas, tarifnya hanya 2,5%. Ketentuan tarif zakat ini tidak boleh diganti atau diubah oleh siapapun. Karena itu, penerapan zakat tidak akan mengganggu insentif investasi dan akan menciptakan transparansi kebijakan publik serta memberikan kepastian usaha. 

Ketiga, zakat memilki tarif berbeda untuk jenis harta yang berbeda, dan memberikan keringanan bagi usaha yang memilki tingkat kesulitan produksi lebih tinggi. Misalnya, zakat untuk produk pertanian yang dihasilkan dari lahan irigasi tarifnya adalah 5%. Sementara itu, jika dihasilkan dari lahan tadah hujan tarifnya 10%. Karakteristik ini membuat zakat bersifat market friendly, sehingga tidak  akan mengganggu iklim usaha.

Keempat, zakat dikenakan pada basis yang luas dan meliputi berbagai aktivitas perekonomian. Zakat dipungut dari produk pertanian , hewan peliharaan, simpanan emas dan perak, aktivitas perniagaan komersial, dan barang-barang tambang yang diambil dari perut bumi.

Fiqih kontemporer memandang bahwa zakat juga diambil dari seluruh pendapatan yang dihasilkan dari aset atau keahlian pekerja. Artinya, potensi zakat itu sangat besar. Hal ini menjadi modal dasar yang penting bagi pembiayaan program-program pengentasan kemiskinan.

Kelima, zakat adalah "pajak spiritual" yang wajib dibayar oleh setiap muslim yang terkena kewajiban berzakat dalam kondisi apapun.Karena itu, penerimaan zakat cenderung stabil dan berkesinambungan. Hal ini akan menjamin keberlangsungan program-program pengentasan kemiskinan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Zakat sebagai Instrumen Pemerataan Ekonomi yang Berkeadilan.

Menurut para ulama, pihak yang menjadi sasaran atau penerima utama zakat adalah fakir dan miskin (mustadh'afin). Dalam perspektif ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan dari golongan kaya kepada golongan tidak punya. Pengalihan kekayaan berarti pengalihan sumber-sumber ekonomi. Tindakan ini tentu mengakibatkan perubahan tertentu yang bersifat ekonomis. Misalnya, seseorang yang menerima zakat bisa mempergunakannya untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif dan atau produktif.

Kaitannya dalam ekonomi Islam, zakat merupakan sistem dan instrumen orisinil dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi Islam (baitul mal). Dalam literatur sejarah peradaban Islam, zakat bersama berbagai instrumen ekonomi yang lain, sepert wakaf, infak, dan sedekah senantiasa secara rutin mengisi kas negara untuk kemudian didistribusikan kepada umat.

Zakat menjamin tercukupinya kebutuhan minimal kaum lemah sehingga tetap mampu mengakses perekonomian. Melalui akses ekonomi tersebut, zakat secara langsung telah menjamin keberlangsungan pasar. Dengan sendirinya, produksi bahan-bahan kebutuhan sehari-hari tetap berjalan dan terus mencatatkan keuntungan. Dan, perlu dicatat bahwa produsen tersebut pada umumnya adalah mereka yang memiliki status sebagai muzakki.

Zakat juga memiliki potensi yang besar untuk memotivasi mustahik untuk keluar dari keterpurukan menuju kemandirian. Dengan kata lain, zakat, jika dikelola dengan baik dan profesional oleh lembaga-lembaga zakat yang amanah, memilki potensi mengubah mustahik menjadi muzakki, minimal tidak menjadi mustahik lagi.

Dalam konteks Indonesia, implementasi zakat dalam perekonomian sangat relevan terutama jika dikaitkan dengan upaya pengentasan kemiskinan (yang juga merupakan golongan yang berhak menerima zakat) yang terus-menerus diupayakan oleh pemerintah. Dalam konteks ini zakat dimaksudkan untuk meniadakan adanya penumpukan harta secara berlebihan pada individu maupun kelompok tertentu, sementara yang lain hidup dalam kemiskinan yang akut. Dengan demikian, akan terwujud pemerataan ekonomi yang berkeadilan.
  

No comments:

Post a Comment