Thursday, November 23, 2017

Kerajaan Islam di Sumatera dan Sulawesi



Samudera Pasai

Samudera Pasai diperkirakan tumbuh berkembang antara tahun 1270 dan 1275, atau pertengahan abad ke-13. Kerajaan ini terletak lebih kurang 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan sultan pertamanya bernama Sultan Malik as-Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M). Dalam kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai, diceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh sebelumnya adalah seorang kepala gampong (sebuah system pembagian wilayah administrative di Provinsi Aceh berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati) Samudera bernama Meurah Silu. Setelah menganut agama Islam, ia  berganti nama menjadi  Malik as-Shaleh. Berikut ini merupakan urutan para Raja-Raja yang memerintah di Kesultanan Samudera Pasai: Sultan Malik as-Shaleh (696 H/129 M); Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326); Sultan Mahmud Malik Zahir (1346-1383); Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405); Sultanah Nahrisyah (1405-1412); Abu Zain Malik Zahir (1412); Mahmud Malik Zahir (1513-1524).

 

Kesultanan Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh didirikan Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1530 setelah melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pidie. Tahun 1564 Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin al-Kahar (1537-1568). Sultan Alaudin al-Kahar menyerang kerajaan Johor dan berhasil menangkap Sultan Johor, namun kerajaan Johor tetap berdiri dan menantang Aceh. Pada masa kerajaan Aceh dipimpin oleh Alaudin Riayat Syah, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dating untuk meminta izin berdagang di Aceh.

Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda. Yang berkuasa dari tahun 1604-1607. Pada masa inilah, Portugis melakukan penyerangan karena ingin melakukan monopoli perdagangan di Aceh. Tapi usaha ini tidak berhasil. Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607-1636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. Banyak terjadi penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612), Bintan (1614), Kampar, Minangkabau, Perak, Pahang, dan Kedah (1615-1619).

Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (Sultan Iskandar Sani) yang memerintah tahun 1637-1642. Iskandar Sani adalah menantu Sultan Iskandar Muda. Tak seperti mertuanya (Sultan Iskandar Muda), ia lebih mementingkan pembangunan dalam negeri dari pada ekspansi ke luar negeri. Dalam masa pemerintahannya yang singkat, empat tahun, Aceh berada dalam keadaan damai dan sejahtera, hokum syariat Islam ditegakkan, dan hubungan dengan kerajaan-kerajaan bawahan dilakukan tanpa tekanan politik ataupun militer.

 

Kerajaan Islam di Sulawesi

Kerajaan-kerajaan Islam muncul di Sulawesi tidak terlepas dari perdagangan antar benua yang berlangsung ketika itu. Beberapa kerajaan Islam di Sulawesi, diantaranya adalah Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Soppeng, dan Kesultanan Buton. Dari sekian banyak kerajaan-kerajaan itu yang terkenal antara lain Kerajaan Gowa Tallo.

Kerajaan Gowa Tallo

Kesultanan Gowa, atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan terbesar dan paling sukse  yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Pada awalnya di daerah Gowa terdapat Sembilan komunitas yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalili.

Sejak Gowa Tallo sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Ternate yang sudah menerima Islam dari Gresik. Raja Ternate yakni  Baabullah mengajak Raja Gowa Tallo untuk masuk Islam, tapi gagal. Baru pada masa Datu Ri Bandang dating ke Kerajaan Gowa Tallo. Agama Islam mulai masuk ke kerajaan ini. Setahun kemudian, hamper seluruh penduduk Gowa Tallo memeluk Islam.

Muballiq yang berjasa menyebarkan Islam adalah Abdul Qadir Khatib Tunggal yang berasal dari Minangkabau. Kerajaan ini mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669). Daerah kekuasaan Makassar luas; seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasanuddin terkenal sebagai Raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasanuddin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya, kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian  Sultan hasanuddin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.


No comments:

Post a Comment