Syaikh Abdur Rauf as-Singkili
atau Abdur Rauf Singkel. Beliau adalah ulama besar dan tokoh tasawuf dari Aceh
yang pertama kali membawa dan mengembangkan Tarekat
Syattariah di Indonesia. Nama aslinya adalah Abdur Rauf al-Fansuri.
Pada sekitar tahun 1604 H/1643 M.
Ketika kesultanan Aceh berada dalam pemerintahan Sultanah (Ratu) Safiatuddin
Tajul Alam (w. 1675), Abdur Rauf berangkat ke tanah Arab dengan tujuan
mempelajari agama. Ia mengunjungi pusat-pusat pendidikan dan pengajaran agama
di sepanjang jalur perjalanan haji antara Yaman dan Mekah. Ia kemudian bermukim
di Mekah dan Madinah untuk menambah pengetahuan tentang ilmu Al-Qur’an, Hadis,
Fikih, dan Tafsir, serta mempelajari tasawuf.
Ia mempelajari Tarekat syattariah
pada Syaikh Ahmad Qusasi (w. 1661), memperoleh ijazah, hingga memiliki hak
untuk mengajarkan tarekat tersebut kepada orang lain.
Ia kembali ke Aceh sekitar tahun
1083 H/1662 M dan segera mengajarkan serta mengembangkan tarekat ini. Tarekat
yang diajarkannya bertujuan untuk membangkitkan kesadaran akan Allah Swt dalam
batin manusia. Hal ini dicapai melalui pengamalan beberapa macam zikir. Murid yang berguru kepadanya amat
banyak dan berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Saat itu Aceh merupakan
tempat persinggahan para jamaah haji. Ketika di Banda Aceh, tidak sedikit
jamaah haji yang kemudian belajar agama dan tasawuf. Di antara murid-muridnya
banyak yang kemudian menjadi ulama terkenal seperti Syaikh Burhanuddin dari Ulakan (Pariaman,
Sumatra Barat). Ia juga sering berkunjung keberbagai daerah di Sumatra dan
Jawa.
Syaikh Abdur Rauf menjadi Mufti Kerajaan Aceh Yang ketika itu
masih diperintah oleh Sultanah Safiatuddin Tajul Alam. Dengan dukungan kerajaan
ia berhasil menghapus ajaran Salik Buta (tarekat yang sudah ada sebelumnya)
dalam masyarakat Aceh, yaitu ajaran yang menyatakan bahwa para salik (pengikut tarekat) yang tidak mau
bertobat, harus dibunuh.
Abdur Rauf memiliki sekitar 21
karya tulis, yang terdiri dari 1 kitab tafsir, 2 kitab hadis, 3 kitab fiqih,
dan sisanya kitab tasawuf. Kitab tafsirnya yang berjudul Tarjuman al-Mustafid
(Terjemah Pemberi Faedah) merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di
Indonesia dan berbahasa Melayu.
Salah saatu kitab fiqihnya
berjudul Mi’rat at-Tullub fi Tahsil
Ma’rifatil Ahkam asy-Syar’iah li al-Malik al-Wahhab (Cermin bagi Penuntut
Ilmu Fiqih Pada Memudahkan Mengenal Segala HUku, Syariah Allah). Di dalamnya
dimuat berbagai masalah fiqih mazhab Syafi’i yang merupakan panduan bagi
seorang kadi. Kitab ini ditulis atas perintah Sultanah.
Di bidang tasawuf, karyanya
antara lain ‘umdat al-Muhtajin (Tiang
orang-orang yang memerlukan), Kifayat
al-Muhtajin (pencukup para pengemban hajat), Daqaiq al-Huruf (Detail-detail huruf), dan Bayan Tajalli (Keterangan tentang Tajalli). Umdat al-Muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufridin merupakan karya
Abdur Rauf yang terpenting. Buku ini terdiri atas tujuh bab, memuat antara lain
mengenai zikir, sifat-sifat Allah Swt, dan Rasul-Nya, dan asal-usul ajaran
mistik. Di akhir bukunya, Abdur Rauf menceritakan riwayat hidupnya dan guru-gurunya.
Di antara gurunya itu, ia sangat memuji Ahmad Qusasi. Gurunya disebut sebagai
“Pembisik Spritual dan Guru di Jalan Allah”.
Abdur Rauf as-Singkili meninggal
dunia pada tahun 1693, dalam usia 73 tahun. Ia dimakamkan di samping masjid
yang dibangunnya di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan Kuala, sekitar 15 km
dari Banda Aceh. Ia kemudian juga terkenal dengan nama Teungku Syiah Kuala. Ia
juga sering disebut sebagai Wali Tanah Aceh. Oleh masyrakat setempat, makamnya
dianggap tempat suci dan setiap harinya ramai dikunjungi para peziarah.
No comments:
Post a Comment