Thursday, October 26, 2017

Tradisi dan Upacara Islami Madura




Madura adalah salah satu suku di kawasan pulau Jawa yang mayoritas penduduknya adalah muslim, dan salah satu suku di Indonesia yang sangat kental sekali menjaga tradisi atau adat nenek moyangnya. Kebanyakan tradisi di Madura adalah tradisi Islami seperti tradisi-tradisi suku lainnya di Indonesia seperti: Shalawatan, Rokat Tase’, Kebudayaan Rokat dan tradisi Maulid Nabi. Lebih jelasnya simak penjelasan berikut ini.

Shalawatan

Shalawatan di Madura dilaksanakan dengan cara yang berbeda. Jika pada umumnya shalawatan dilaksanakan di dalam Masjid, kegiatan shalawatan masyarakat Madura ini diselenggarakan di rumah-rumah. Penyelenggaraan di rumah-rumah ini secara bergantian. Misalnya, hari ini diselenggarakan di rumah Pak Ahmad maka seminggu kemudian diselenggarakan di rumah tetangganya, dan seterusnya sampai kembali ke rumah yang awal kembali.

Shalawatan yang diadakan bergantian ini memberikan pelajaran akan rasa tanggung jawab akan hal itu. Sehingga sejak jauh-jauh hari masyarakat sudah menyiapkan berupa materi dan sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan shalawatan ini. Bukan hanya itu kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun rasa persaudaraan antara sesama mereka. Maka tidak heran jika suatu ketika tetangganya membangun rumah ataupun merenovasi rumah tetangga yang lain juga turut membantunya.

Shalawatan rutin biasanya diadakan tiap malam Jum’at dan malam Selasa itu sejatinya bukan hanya kegiatan Shalawatan. Tetapi didalamnya juga ada Yasinan, yang mana Yasinan ini di baca sebelum shalawatan, artinya shalawatan itu dimulai dengan pembacaan surah Yasin. Karena Yasinan ini merupakan bacaan yang sudah mentradisi dikalangan masyarakat Madura yang selalu dibaca tiap malam Selasa dan malam Jum’at. Hingga aktivitas mengajipun saat itu diliburkan.

Kebudayaan “Rokat Tase” (Petik Laut)

Tradisi “Rokat Tase” dilakukan untuk mensyukuri karunia serta nikamt yang diberikan oleh sang maha pencipta yaitu Allah Swt. Dan juga agar diberikan keselamatan dan kelancaran rezeki dalam bekerja. Ritual atau tradisi tersebut, biasanya dimulai dengan acara pembacaan istighotsah dan tahlil bersama oleh masyarakat yang dipimpin oleh pemuka agama setempat. Setelah itu, masyarakat melepaskan sesaji ke laut sebagai rasa ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun isi dari sesaji itu adalah ketan-ketan yang berwarna-warni, tumpeng, ikan-ikan, dan lain sebagainya. Ritual atau tradisi tersebut disebut “Rokat Tase” oleh penduduk setempat.

Kebudayaan Rokat

Kebudayaan Rokat yang ada di Madura dilakukan dengan maksud jika dalam suatu keluarga hanya ada satu orang laki-laki dari lima bersaudara (pandapa lema’), maka harus diadakan acara Rokat. Acara Rokat ini biasanya dilaksanakan dengan mengundang topeng (nangge’ topeng) yang diiringi dengan alunan musik gamelan Madura dan sembari dibacakan macopat (mamaca).

Tradisi Maulid Nabi

Bagi sebagian orang Islam tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw merupakan sebagai salah satu bentuk pengejewantahan rasa cinta umat kepada Rasul-Nya.

Di tanah Jawa sendiri tradisi ini telah ada sejak zaman Walisongo, pada masa itu tradisi Maulid Nabi dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam dengan menghadirkan berbagai macam kegiatan yang menarik masyarakat. Pada saat ini tradisi Maulid/Mauludan di Jawa di samping sebagai bentuk perwujudan cinta umat kepada Rasul juga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Walisongo.

Sebagian masyarakat Jawa merayakan Maulid dengan membaca Barzanji, Diba’I atau al-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi. Barzanji dan Diba’I adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta Berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan bagi umat manusia. Sedangkan Al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad Rasulullah Saw yang dikarang oleh Al-Bushiri.

Di Madura acara ini dinamakan “Muludhen”. Yang mana dalam acara itu biasanya diisi dengan pembacaan barzanji dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan tentang akhlaq Sang Nabi pada masanya untuk dijadikan sebagai suri tauladan demi kehidupan saat ini.

Di beberapa tempat kadang-kadang perayaan ini dijadikan ajang berkumpulnya para tokoh masyarakat dan sesepuh setempat, seperti kiai, bangsawan/elang, dan tidak ketinggalan para jawara dari berbagai paguron untuk saling bersilaturrahim, untuk membicarakan berbagai macam hal yang menyangkut daerah setempat. Tapi hal ini jarang diekspos karena sifatnya yang non-formal, sehingga tidak banyak masyarakat yang mengikuti.


No comments:

Post a Comment