Keberhasilan syiar agama di suatu
daerah, tidak hanya ditentukan oleh kualitas ajaran agama itu sendiri, tetapi
yang lebih penting, bagaimana ajaran itu disampaikan kepada calon pemeluknya.
Di Indonesia, syiar agama termasuk proses yang unik, menarik sekaligus cukup
dinamis. Meski sudah berlangsung berabad-abad lamanya seperti yang dilakukan
oleh Walisongo di pulau Jawa. Walisongo masuk ke Jawa melalui akulturasi budaya
Jawa dengan Islam yang menghasilkan budaya Jawa bernuansa Islami.
Di Jawa setiap ada musibah atau
sesuatu yang menyenangkan seperti perkawinan, sakit, panen padi, menanam padi
selalu mengadakan upacara selamatan. Selamatan dilakukan sebagai rasa syukur,
dengan permohonan agar selalu mendapatkan keselamatan.
Sebelum Islam masuk ke Jawa
pelaksanaa selamatan biasanya dimulai dengan bacaan mantra-mantra, namun
setelah Islam masuk ke Jawa, selamatan dikemas Islami, seperti dengan tahlilan,
pengajian. Tradisi Jawa bernuansa Islam yang masih terpelihara hingga saat ini,
diantaranya seperti:
Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri
atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan
beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laa ilaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan
sebagai ucapan syukur kepada Allah Swt (tasyakuran)
dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100,
1000 dan khaul (tahunan).
Tradisi ini berasal dari
kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri, selamatan, dan sesaji.
Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung
kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau nasi dan
lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini
adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak
terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke
agamanya semula.
Sekaten
Sekaten adalah upaacara untuk
memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw di lingkungan Keraton Yogyakarta atau
Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan pula pada bulan Besar
(Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekaten diarak dari keratin ke halaman
masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul
Awal.
Tradisi ini dipelopori oleh Sunan
Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi
pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi sekaten.
Grebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan
Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awal ini Sri Sultan beserta pembesar
kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan pembacaan-pembacaan
riwayat Nabi dan ceramah agama.
Takbiran
Takbiran dilakukan pada malam 1
Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan
takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampong
(takbir keliling).
Penanggalan Hijriah
Masuknya agama Islam ke
Indonesia, secara tidak langsung membawa pengaruh pada system penanggalan.
Agama Islam menggunakan perputaran bulan, sedangkan kalender sebelumnya
menggunakan perputaran matahari. Perpaduan antara penanggalan Islam dengan
penanggalan Jawa adalah sebagai berikut :
- Nama bulan dalam Islam Nama bulan dalam Jawa
- Muharram Sura/Suro
- Safar Sapar/Sopar
- Rabiul Awal Mulud
- Rabiul akhir Ba’da Mulud
- Jumadil awal Jumadil Awal
- Jumadil akhir Jumadil akhir
- Rajab Rajab
- Sya’ban Ruwah
- Ramadhan Pasa
- Syawal Syawal
- Zulqaidah Kapit
- Zulhijjah Besar
Grebek
Grebek adalah sebuah tradisi Jawa
untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebek pertama kali
diselenggarakan oleh keratin Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwana ke-1. Grebek
dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra
mahkotanya. Grebek di Yogyakarta diselenggarakan 3 tahun sekali yaitu: Pertama grebek pasa, syawal diadakan
setiap tanggal 1 syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul
Qadar. Kedua, grebek besar, diadakan
setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban dan ketiga grebek maulud setiap tanggal 12
Rabiul awal untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad Saw. Selain kota
Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebek adalah kota Solo, Cerebon, dan
Demak.
Sekaten
Sekaten adalah tradisi
membunyikan musik gamelan milik keraton. Pertama kali terjadi di pulau Jawa.
Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan
Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan
lagu-lagu yang berisi tentang agama Islam serta setiap pergantian pukulan gamelan
diselingi dengan membaca syahadatain, yang pada akhirnya tradisi ini disebut
dengan sekaten. Maksud dari sekaten adalah syahadatain.
Sekaten juga biasanya bersamaan
dengan acara grebek maulud. Puncak dari acara sekaten adalah keluarnya sepasang
Gunungan dari Masjid Agung setelah didoakan oleh ulama-ulama keraton. Banyak
orang yang percaya, siapapun yang mendapatkan makanan baik sedikit ataupun
banyak dari Gunungan itu akan mendapatkan keberkahan dalam kehidupannya.
Beberapa hari menjelang dibukanya sekaten diselenggarakan pesta rakyat.
Selikuran
Maksudnya adalah tradisi yang
diselenggarakan setiap malam tanggal 21 Ramadhan. Tradisi tersebut masih
berjalan denga baik di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Selikuran berasal dari kata selikur
atau dua puluh satu. Perayaan
tersebut dalam rangka menyambut datangnya malam lailatul qadar, yang menurut
ajaran Islam lailatur qadar hari pada 1/3 terakhir bulan ramadhan.
Megengan atau Dandangan
Upacara untuk menyambut datangnya
bulan Ramadhan. Kegiatan utamanya adalah menabuh bedug yang ada di masjid
sebagai tanda bahwa besok hari sudah memasuki bulan Ramadhan dan semua wajib
melaksanakan puasa. Upacara tersebut masih terpelihara di daerah Kudus dan
Semarang.
Suranan
Suranan dalam penanggalan Islam
adalah bulan Muharram. Pada bulan tersebut masyarakat berziarah ke makam para
Wali. Selain itu mereka membagikan makanan khas berupa bubur sura yang
melambangkan tanda syukur kepada Allah Swt.
Nyadran
Istilah nyadran berasal dari kata
sadran dalam bahasa Jawa yang artinya ziarah atau nyekar (bahasa Jawa), dalam bahasa Kawi dari kata sraddha yang artinya upacara peringatan
hari kematian seseorang.
Nyadran adalah tradisi Jawa yang
bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka, dengan melakukan
ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka. Di daerah lain nyadran diartikan
sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara), kemudian bersih desa
yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzuhur.
Lebaran ketupat
Lebaran ketupat disebut juga
dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul
Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun
kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.
Hai gaes
ReplyDelete