Salawat Dulang
Salawat Dulang atau Salawik
Dulang adalah sastra lisan Minangkabau bertemakan Islam. Sesuai dengan namanya,
Salawat Dulang berasal dari dua kata yaitu salawat yang berarti salawat atau
doa untuk nabi Muhammad Saw, dan dulang atau talam, yaitu piring besar dari
Loyang atau logam yang biasa digunakan untuk makan bersama. Dipertunjukkan oleh
minimal dua klub/Group, acara ini diiringi tabuhan pada ‘dulang’, yaitu nampan
kuningan yang bergaris tengah sekitar 65 cm. Dalam bahasa sehari-hari, sastra
lisan ini hanya disebut ‘salawat’ ataupun ‘salawek’ saja. Di beberapa tempat,
salawat dulang disebut juga salawat talam.
Salawat dulang adalah cerita
kehidupan nabi Muhammad, cerita yang memuji nabi, atau cerita yang berhubungan
dengan persoalan agama Islam dengan diiringi irama bunyi ketukan jari pada
dulang atau piring logam besar itu.
Pertunjukan salawat dulang
biasanya dilakukan dalam rangka memperingati hari-hari besar agama Islam dan
‘alek nagari’. Pertunjukan ini tidak dilakukan di kedai (lapau) atau lapangan
terbuka. Biasanya hanya dipertunjukkan di tempat yang dipandang terhormat
seperti Masjid, surau. Pertunjukan juga biasanya dimulai selepas Isya. Sifat
pertunjukan yang bertanya jawab dan saling melontarkan Shalawat. Dalam
pertunjukannya, kedua tukang salawat duduk bersebelahan dan menabuh talam
secara bersamaan. Keduanya berdendang secara bersamaan atau saling menyambung
larik-lariknya.
Makan Bajamba
Makan bajamba atau juga disebut makan
barapak adalah tradisi makan yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau
dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan atau tempat yang telah
ditentukan. Tradisi ini umumnya dilangsungkan di hari-hari besar agama Islam
dan dalam berbagai upacara adat, pesta adat, dan pertemuan penting lainnya.
Biasanya sebelum Makan Bajamba
dimulai, para janang (orang yang ditunjuk tuan rumah untuk menemani tamu makan)
ditanyai oleh silang nan bapangka (tuan rumah), apakah hidangan pada
masing-masing bajamba sudah betul-betul cukup. Karena pada dasarnya tiap jamba,
baik sambal/lauk pauk, air minum di gelas dan di cerek hendaknya sudah tersedia
di tempat. Begitu juga nasi tambah sudah terhidang pula.
Makan Bajamba mempunyai sopan
santun atau etika tersendiri. Tamu yang ikut makan bajamba haruslah ditempatkan
sesuai dengan fungsinya, seperti sumando (ipar) mamak rumah (tuan rumah) kawan
samo gadang (teman sepermainan) dan lain sebagainya. Menyuap nasi tidak boleh
dengan genggaman yang besar, mengambil nasi haruslah dengan ujung jari, agar
nasi tidak berserakan (rimah) ada baiknya nasi dikepal dulu sebelum dimakan.
Demikian juga ketika tangan kanan menyuap, tangan kiri sudah bersiap-siap di
bawah dagu dengan maksud menampung serakan nasi.
Kemudian Makan Bajamba
dilaksanakan secara bersama-sama. Makan Bajamba bagi laki-laki duduk bersila di
atas lantai mengeliling talam (biasanya juga memakai daun pisang) dan saling
berhadapan. Dan bagi perempuan duduk bersimpuh, juga saling berhadapan. Makan
Bajamba paling banyak 6 orang tiap kelompok termasuk janang untuk menambah nasi
dan lauk pauk kalau dirasakan kurang.
Penyelenggaraan Makan Bajamba ini
sangat elastis. Makan Bajamba tidak mesti di atas tikar permadani tetapi juga
boleh di atas tikar pandan atau tikar anyaman, atau pun plastik, sesuai dengan
kemampuan sang tuan rumah.
Mandi Balimau
Mandi balimau adalah satu kata
yang mengandung satu kegiatan tradisi yang bernuansa relegius di Minangkabau
pada masa dahulu hingga sekarang. Biasanya, tradisi ini dilakukan selang satu
hari menjelang datangnya bulan ramadhan. Balimau dalam terminology orang Minang
adalah mandi menyucikan diri (mandi wajib, mandi junub) dengan limau (jeruk
nipis), ditambah ramuan alami beraroma wangi dari daun pandan wangi, bunga
kenanga, dan akar tanaman gambelu, yang semuanya direndam dalam air suam-suam kuku. Lalu, dioleskan ke
kepala. Ramuan tradisional untuk balimau tersebut adalah warisan turun temurun
sejak dulunya, sejak puluhan tahun lalu, bahkan konon sejak ratusan tahun lalu.
Makna dari tradisi balimau adalah
untuk kebersihan hati dan tubuh manusia dalam rangka mempersiapkan diri untuk
melaksanakan ibadah puasa. Masyarakat tradisional Minangkabau pada zaman
dahulu, mengaplikasikan wujud dari kebersihan hati dan jiwa dengan cara
mengguyur seluruh anggota tubuh atau keramas disertai dengan ritual yang memberikan
kenyamanan dan efek bathin serta kesiapan lahir bathin ketika melaksanakan
Ibadah puasa.
Bahan alami yang digunakan pada
tradisi balimau, antara lain: -Beberapa helai daun pandan,diiris
halus,-Beberapa kuntum bunga mawar,-segenggam bunga tanjung,-segenggam bunga
melati,-Beberapa jeruk kesturi,semua bahan-bahan ini di campurkan dalam satu
tempat dengan air panas suam-suam kuku.Badan di bersihkan terlebih dahulu untuk
mengikis kotoran yang menempel pada tubuh,mensucikan hatidengan niat
lahirbathin akan menunaikan ibadah puasa sepenuh hati karena Allah SWT.Setelah
itu mengguyur tubuh dengan ramuan di atas.
No comments:
Post a Comment